Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsary
Setiap
kita tahu dan menyaksikan betapa pesatnya dan canggihnya perkembangan
teknologi, seiring dengan lajunya zaman yang kian modern -katanya-.
Semua ini berkat semakin hebatnya akselerasi pemikiran manusia dalam hal
ilmu duniawi, akibatnya fenomena seperti ini memotivasi para
bapak-bapak bangsa untuk menerjunkan anak-anaknya berlaga di arena
tandang modernisasi yang dikira akan dapat mengatasi persoalan hidup.
Teramat
banyak jumlah orang-orang yang gemar bermimpi walau sangat sedikit
mimpi yang menjadi kenyataan, realita yang ada menunjukkan bahwa
agilitas manusia dalam hal ilmu duniawi serta pesatnya teknologi tidak
dapat mengatasi persoalan hidup, malah sebaliknya persoalan dan
problematika kian menumpuk di keluarga, di masyarakat, di lingkungan,
bahkan di negara, satu paradigma yang menyedihkan.
Para
pembaca -semoga dirahmati Allah- sebagai seorang muslim tentu kita
merasa prihatin, mengingat pemikiran banyak manusia ini menyebabkan
jauhnya dari agama, terbukanya pintu kejahatan dan kemaksiatan yang
mengundang kemarahan dan kebencian Allah jalla jalaaluhu. Allah
berfirman (yang artinya), "Barangsiapa yang menghendaki keuntungan
di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang
menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari
keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat." (QS Asy Syuraa: 20).
Allah juga berfirman (yang artinya), "Dan
jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati
Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah
sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), kemudian
kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya." (QS Al Israa: 16).
Kita
mesti sadar bahwa syaithon adalah para fuqoha dalam bidang kejahatan,
mereka selalu mengitimidasi kita dengan sesuatu yang menjadikan kita
jauh dari agama Allah. Allah berfirman (yang artinya), "Syaithan
menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu
berbuat kejahatan (kikir) sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan
daripadanya dan karunia. Dan Allah Maha Luas karuniaNya lagi Maha
Mengetahui." (QS Al Baqoroh: 268).
Begitu
pula orang-orang kafir yang sebagai jelmaan para syaithon itu, menarik
perhatian kaum muslimin agar menyibukkan diri dengan gemerlap ilmu
duniawi guna menjauhkan aqidahnya, akhlaqnya, moralnya dari petunjuk
ilmu Allah dengan menghinakan mereka dalam hal dunianya. Allah berfirman
(yang artinya), "Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan
orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman.
Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di
hari kiamat. Dan Allah memberi rizki kepada orang-orang yang
dikehendakiNya tanpa batas." (QS Al Baqoroh: 212).
Allah juga berfirman (yang artinya), "Dan
demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang
terbesar agar melakukan tipu-daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak
memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak
menyadarinya." (QS Al An’aam: 123).
Kita
tidak boleh terlena dengan memandang sebelah mata kenyataan ini, agar
kaum muslimin tahu bahwa tidak ada kemuliaan, tidak ada kebahagiaan di
dunia dan akhirat kecuali dengan berpegang teguh terhadap agama Allah,
kembali padaNya, dan membela agamaNya. Apa yang tengah kita rasakan dari
semakin bejatnya moral, hilangnya kewibawaan bangsa, kehinaan serta
eksploitasi orang-orang kuffar adalah dampak dari kurangnya perhatian
kita sendiri terhadap agama dan mulai melemah dan terkikisnya semangat
untuk membelanya. Allah berfirman (yang artinya), "Dan apa saja
nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila
kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepadaNya-lah kamu minta
pertolongan." (QS An Nahl: 53).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Apabila
kalian jual beli dengan ‘inah (salah satu bentuk jual beli riba) dan
kalian ridho dengan bercocok tanam (menyibukkan diri dengannya) dan
menyibukkan diri dengan peternakan, kemudian kalian meninggalkan untuk
berjihad di jalan Allah, Dia akan menimpakan kehinaan atas kalian, tidak
akan mengangkatnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama
kalian." (HR Abu Dawud no: 3462, Ahmad 2/84, dan yang lainnya dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma).
Wajib
bagi segenap kaum muslimin untuk membangun kembali kehidupan yang baru
dengan kembali kepada Allah, mendalami agama Allah dan membelanya
sehingga mendapatkan petunjuk dalam mengarungi kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta dapat mengatasi
persoalan-persoalan yang problematis. Allah berfirman (yang artinya), "Dan
apakah orang yang sudah mati (hatinya) kemudian dia Kami hidupkan dan
Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia
dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang
yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat
keluar daripadanya? …" (QS Al An’aam: 122).Cahaya di sini adalah
cahaya wahyu (Al Qur’an), sedang gelap gulita adalah kebodohan,
kekufuran, dan kesesatan. (Tafsir Al Qur’anul Azhim 2/183).
Allah juga berfirman (yang artinya), "Allah
menganugerahkan al hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan
As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang
dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang
banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran (dari firman Allah)." (QS Al Baqoroh: 269).
Di
akhir tulisan ini penulis akan nukilkan satu ayat yang semoga menjadi
pelajaran dan bahan renungan bersama, yaitu firman Allah (yang artinya),
"Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya
generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal
(generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu
keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan
hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di
bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka
sendiri…" (QS Al An’aam: 6).
Ya Allah…,
janganlah Engkau palingkan hati-hati kami setelah Engkau beri hidayah,
dan curahkanlah kepada kami selalu rahmatMu, innaka Waliyyu dzaalik wal
Qoodir ‘alaih. Walhamdulillahi robbil ‘alamin. Wal ilmu indallah.
Sumber: Buletin Al Wala’ Wal Bara’
Edisi ke-22 Tahun ke-1 / 16 Mei 2003 M / 14 Rabi’ul Awwal 1424 H
Edisi ke-22 Tahun ke-1 / 16 Mei 2003 M / 14 Rabi’ul Awwal 1424 H