1. Keutamaan Puasa
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta`atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu`, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al Ahzab : 35)
a. Puasa adalah perisai
“Puasa adalah perisai, dengannya seorang hamba terjaga dari api neraka” (hadits shahih riwayat Ahmad)
b. Puasa memasukkan kesyurga
Dari Abu Umamah, ia berkata, aku bertanya “ Wahai Rasulullah tunjukkan kepadaku suatu amal yang memasukkanku kesyurga”, Nabi bersabda : “Hendaknya engkau berpuasa, tiada yang menyamainya”. (Hadits riwayat Nasai, ibnu Hibban, dan Hakim dan sanadnya shahih)
c. Orang yang berpuasa mendapatkan pahala tanpa hisab
d. Bagi orang yan berpuasa ada dua kegembiraan
e. Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum disisi Allah dari bau kasturi
Dalil-dalil (c) , (d), (e) :
Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah bersabda : “Setiap amal manusia terdapat pahala yang terbatas kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku (Allah) yang membalasnya, dan puasa adalah perisai. Dan pada hari puasa janganlah kalian mengatakan atau melakukan perbuatan keji dan janganlah membuat gaduh, jika salah seorang kalian mencelanya atau membunuhnya maka hendaklah mengatakan : “Sesungguhnya aku sedang berpuasa , demi Dzat yang jiwa Muhammad berada ditangannya benar-benar bau mulut orang yang berpuasa lebih harum disisi Allah dari bau kasturi, bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan yang ia gembira dengan keduanya : jika berbuka ia gembira, dan jika bertemu Allah dengan puasanya ia gembira”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan dalam riwayat Bukhari :
“Ia tinggalkan makanan dan minumannya serta syahwatnya lantaran-Ku, puasa adalah untukku, dan Aku yang akan membalasnya, dan kebaikan itu adalah sepuluh kali lipat semisalnya”.
Dan dalam riwayat Muslim :
“Setiap amal manusia dilipatgandakan kebaikannya sepuluh kali lipat semisalnya hingga tujuh ratus kali lipat, Allah berfirman : kecuali puasa sesungguhnya puasa aku yang membalasnya, ia tinggalkan syahwat dan makanannya hanyalah lantaran AKU. Bagi orang yang berpuasa terdapat dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka puasa, dan kegembiraan ketika bertemu dengan Rabbnya, dan bau mulut orang yang berpuasa lebih harum disisi Allah dari bau kasturi”.
f. Puasa dan Al Qur’an akan memberi syafaat orang yang mengamalkannya
Rasulullah bersabda :
Puasa dan Al Qur’an akan memberi syafaat bagi seorang hamba pada hari kiamat, berkata puasa : Ya Allah, Engkau telah mencegah orang yang berpuasa dari makanan dan syahwat, maka berikanlah syafaatku padanya, dan berkata Al Qur’an : (Ya Allah) Engkau mencegahnya dari tidur pada malam hari, maka berikanlah syafaatku padanya, Allah berfirman : “Keduanya akan diberi syafaat”.(Hadits riwayat Ahmad dan Hakim).
g. Puasa adalah kaffaarah (penghapus dosa)
Dari Hudzaifah bin Yaman ia berkata, Rasulullah bersabda : “Fitnah laki-laki pada keluarganya, hartanya, anaknya, tetangganya, dihapuskan oleh shalat, puasa dan sedekah”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
h. Pintu syurga yang bernama Ar Rayyan bagi orang yang berpuasa
Dari Sahl dari Nabi bersabda : “Sesunggunya dalam syurga terdapat sebuah pintu yang bernama Ar Rayyan, orang-orang yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hariu kiamat, dan selain mereka tidak akan masuk melaluinya. Dikatakan : Dimanakah orang-orang yang berpuasa? Maka mereka pun berdiri. Dan selain mereka tidak akan memasukinya . Maka jika orang-orang yang berpuasa sudah memasukinya ditutuplah pintu itu dan tidak seorangpun akan memasukinya, Dan barangsiapa yang telah masuk ia pasti minum dan barangsiapa yang minum ia tidak akan kehausan selamanya”. (Hadist riwayat Bukhari dan Muslim)
2. Keutamaan bulan Ramadhan
a. Bulan Al Qur’an
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”. (Al Baqarah : 185)
b. Dibelenggunya Syaitan
“Jika telah tiba bulan Ramadhan, dibukalah pintu-pintu syurga, ditutuplah pintu-pintu neraka, dan dibelenggulah syaitan-syaitan”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
c. Lailatul Qadr
Tersebut dalam pembahasa no 19
3. Wajibnya puasa Ramadhan
a. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan maka itulah yang lebih baik darinya
Dari keutamaan-keutamaan bulan Ramadhan diatas, Allah mewajibkan puasa Ramadhan atas kaum muslimiun, dan oleh karena memutuskan jiwa dari syahwatnya dan menutup jiwa dari keinginan-keinginan syahwat adalah perkara yang paling berat, maka diakhirkanlah wajibnya puasa Ramadhan hingga sampai tahun kedua hijriyah. Dan tatkala hati-hati telah tertanam tauhid dan mengagungkan syiar-syiar Allah, maka dipindahkanlah hati dengan cara bertahap. Maka dimulailah awal kali dengan kebebasan memilih disertai anjuran untuk melaksakan puasa, karena dahulu puasa terasa berat oleh para sahabat,, dahulu barangsiapa berkeinginan tidak berpuasa dan membayar fidyah maka ia melakukan hal itu, Allah berfirman :
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (Al Baqarah : 184)
b. Karena itu barangsiapa hadir dinegeri tempat tinggalnya pada bulan itu hendaknya ia berpuasa pada bulan itu.
Lalu turunlah ayat sesudahnya menghapus hukum sebelumnya, dan mengabarkan tentang hal ini dua orang sahabat Nabi Abdullah bin Umar dan Salamah bin Al Aqwa (semoga Allah meridhai keduanya) :
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Al Baqarah : 185)
Dari Ibnu Abi Laila ia berkata : telah bercerita kepada kami sahabat-sahabat Nabi : “Tatkala tiba bulan Ramadhan terasa berat hal ini oleh sahabat-sahabat Nabi, dahulu barangsiapa memberi makan setiap hari orang miskin ia meninggalkan puasa dan termasuk orang-orang yang berat menjalankannya, dan mereka diperbolehkan untuk melaksanakan seperti ini. Maka dihapuslah hal itu dengan ayat :
“Dan berpuasa lebih baik bagimu” (Al Baqarah : 184)
Maka setelah itu puasa Ramadhan menjadi termsuk pondasi Islam, dan salah satu rukun dari rukun-rukun Agama, berdasarkan sabda Rasulullah :
“Islam dibangun diatas lima perkara : “Bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah, dan mendirikan shalat,menunaikan zakat, menunaikan haji ke ka’abah, dan berpuasa Ramadhan”. (Bukhari dan Muslim)
4. Anjuran dengan sangat untuk berpuasa pada bulan Ramadhan
a. Diampuninya dosa-dosa
Dari Abu Hurairah, dari Nabi, beliau bersabda : “Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, diampuni dosanya yang telah lalu” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)
b. Dikabulkannya do’a
“Sesungguhnya milik Allah-lah hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka pada setiap hari dan malam pada bulan Ramadhan, dan sesungguhnya bagi setiap muslim terdapat doa yang dia berdoa dengannya lalu dikabulkan baginya”.
c. Termasuk dalam golongan “siddiqin” (orang-orang yang benar)
“Dari Amru bin Murrah Al juhni ia berkata : “Datang seorang laki-laki kepada Nabi”, lalu ia bertanya : “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu jika saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah, dan bahwasanya engkau adalah Rasulullah, dan saya mengerjakan shalat lima waktu, dan saya (juga) menunaikan zakat, dan saya berpuasa pada bulan Ramadhan dan menunaikannya, maka termasuk kelompok manakah aku ini? Beliau bersabda : “Termasuk dari kalangan siddiqin dan orang-orang yang mati syahid”. (Hadits riwayat Ibnu Hibban dan sanadnya shahih)
5. Ancaman bagi orang yang tidak berpuasa dengan sengaja
Dari Abu Umamah Al Bahili, ia berkata : saya mendengar Rasulullah bersabda : “Ketika saya tidur datang dua orang lelaki lalu ia memegang lenganku, lalu keduanya mendatangkan gunung besar padaku, kemudian keduanya berkata : : “Naiklah!” maka aku katakan : “Aku tidak mampu menaikinya”. Lalu keduanya berkata : “Akan kami mudahkan bagimu menaikinya”. Lalu akupun menaikinya, hingga aku sampai pada puncak gunung tiba-tiba terdengar suara keras. Aku bertanya : “Suara apakah ini? Mereka menjawab : “Ini adalah lolongan penghuni neraka”. Lalu aku dibawa, tiba-tiba aku mendapati suatu kaum terbelenggu urat-urat mereka, robek rahang-rahang mereka, mengucur darah dari rahang-rahang mereka”. Ia berkata : Aku bertanya : “Siapa mereka itu?” ia menjawab : mereka adalah orang-orang yang tidak berpuasa sebelum selesai puasa mereka”. (Hadits riwayat Nasai, Ibnu Hibban)
6. hukum-hukum berpuasa
Ketahuilah wahai saudara sesama muslim. Wahai hamba Allah - semoga Allah mengajarkan kepada kami dan kalian - bahwasanya pahala yang besar dan melimpah ini, dan kebaikan yag merata ini, yang tidak dapat menghitungnya klecuali Allah , tidak akan memperolehnya kecuali bagi orang yang berpuasa Ramadhan dengan mengikuti apa yang disunnahkan Rasulullah r dari hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban yang besar ini.
Dan inilah kami memlai dengan menerangkan hukum-hukum puasa tanpa berbuat taklid (mengikuti tanpa ada dasarnya), dengan mengambil dari Al Qur’an dan Hadits-hadits Nabi yang shahih dan hasan dengan pemahaman salafush shalih dari kalangan para Imam yang empat (Syafii, malik, ahmad, Abu Hanifah) dan dan mereka yang hidup sebelumnya dari kalangan sahabat dan tabi’in. dan cukuplah ini sebagai dalil.
Dan kami telah memilih dari madzhab fikih mereka dan semisalnya, dari perkataan-perkataan ijtihad yang paling adil.
7. Menjelang Ramadhan
a. Menghitung bulan sya’ban
Sepatutnya bagi umat Islam untuk menghitung jumlah hari bilangan sya’ban untuk persiapan menghadapi bulan Ramadhan, karena bulan (dalam perhitungan tahun qamariah) ada yang 29 hari dan ada yang 30 hari. Maka hendaknya umat Islam berpuasa ketika melihat hilal, jika hilal tertutupi awan maka hendaknya umat Islam menentukan dan menyempurnakan bulan sya’ban menjadi 30 hari, karena Allah menciptakan langit dan bumi menjadikan tempat-tempat perjalanan bagi bulan agar manusia mengetahui perhitungan tahun, dan satu bulan itu tidak lebih dari 30 hari.
b. Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan berarti telah durhaka
Oleh karena itu tidak sepatutnya bagi seorang muslim untuk mendahului bulan puasa dengan berpuasa satu hari atau dua hari lantaran berhati-hati. Kecuali jika hal itu bertepatan dengan puasa yang biasa ia kerjakan.
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda :
“Janganlah mendahului puasa Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari (sebelumnya), kecuali seseorang yang (terbiasa) berpuasa dengan suatu puasa, hendaklah ia puasa”. (hadits riwayat Muslim)
Ketahui;ah wahai saudaraku sesama muslim bahwasanya barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan maka ia telah mendurhakai Rasulullah. Berkata Silah bin zufar dari Ammar :
“Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan maka ia telah mendurhakai Rasulullah” (Hadits riwayat Bukhari,dan Bukhari tidak menyebutkan sanadnya, dan dijelaskan sanadnya oleh Abu daud, Tirmidzi, Ibnu majah dan Nasa’I dari jalan Amru bin Qais Al malai dari Abu Ishaq dari Silah bin Zafar dari Ammar )
c. Jika seorang saksi telah bersaksi (melihat hilal) maka berpuasalah dan berbukalah
Melihat hilal itu ditetapkan dengan dilihat dua orang saksi muslim yang adil, berdasarkan sabda Nabi :
“Berpuasalah karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihatnya, dan tunaikanlah ibadah karenanya, maka jika awan menutupi hilal semurnakanlah bilangan menjadi 30 hari, dan jika dua saksi telah melihatnya berpuasa dan berbukalah”. (Hadits riwayat Nasai, Ahmad, dan Daraqutni)
8. Niat
a. Wajibnya berniat pada malam hari
Jika telah pasti bulan Ramadhan datang, dengan terlihat oleh mata, atau persaksian, atau penyempurnaan bulan sya’ban menjadi tiga puluh hari, maka wajib bagi setiap muslim yang sudah terbebani untuk menjalankan syariat agama untuk berniat pada malam harinya, hal ini berdasarkan sabda Nabi :
“Barangsiapa tidak berniat berpuasa pada malam hari maka tiada baginya puasa”(dikeluarkan Nasai dan tirmidzi)
Dan niat itu tempatnya dihati, dan mengucapkannya adalah bid’ah yang sesat sekalipun dipandang baik oleh manusia, dan menetapkan niat dimalam hari adalah khusus untuk puasa wajib, karena Rasulullah datang pada Aisyah pada selain bulan Ramadhan dan berkata :
“Apakah engkau mempunyai makanan? Kalau tidak ada saya akan berpuasa”. (Hadits riwayat Muslim)
b. Kemampuan bergantung pada pembebanan
Dan barangsiapa mendapati bulan Ramadhan dan ia tidak mengetahui, lalu ia makan dan minum kemudian ia mengetahui, maka hendaknya ia menahan diri untuk tidak makan dan minum dan meneruskan puasa, dan puasanya dianggap sah. Dan barangsiapa yang belum makan maka hendanya tidak makan, dan (dalam hal ini) menetapkan niat pada malam hari tidaklah menjadi syarat pada haknya karena ia tidak mampu, dan termasuk dari ushul syariah bahwa kemampuan itubergantung pada pembebanan.
Dari Aisyah ia berkata : “Adalah Rasulullah memerintahkan berpuasa pada hari Asy syura maka tatkala diwajibkan puasa Ramadhan maka siapa yang berkeinginan berpuasa ia berpuasa dan barangsiapa yang berkeinginan tidak berpuasa maka ia tidak berpuasa”. (Bukhari dan Muslim)
Dari Salamah bin Al Akwaq ia berkata : Rasulullah memerintahkan seorang lelaki dari Aslam agar mengumumkan kepada manusia bahwa barangsiapa yang telah makan hendaknya tidak makan (berpuasa) pada sisa harinya, dan barangsiapa yang belum (sempat) makan hendaknya berpuasa karena sesungguhnya hari ini adalah hari Asy syuura
Dan pada hari Asy Syuura ini dulunya (kaum muslimin) wajib berpuasa, lalu dihapus, dan mereka (pada waktu itu) diperintahkan untuk menahan diri tidak makan pada siang hari, dan hal ini menncukupi mereka. Dan puasa Ramadhan adalah puasa wajib dan hukum wajib tidaklah berubah.
9. Waktu berpuasa
a. Tampaknya benang putih atas benang hitam
Ketika turun ayat :
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”. (Al Baqarah : 187)
Sebagian sahabat Nabi menggantungkan benang hitam dan benang merah, dan mereka letakkannya dibawah bantal-bantal mereka, atau salah seorang diantara mereka mengikat dikakinya, dan mereka terus makan hingga melihat dengan jelas kedua benang putih dan hitam itu.
Dari Adi bin Hatim ia berkata : tatkala turun ayat “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”. (Al Baqarah : 187) saya memasang benang hitam dan benang putih lalu kuletakkan dibawah bantalku, dan aku lihat pada malam hari maka tidaklah jelas bagiku, maka aku pergi ke Rasulullah dan aku menyebutkan tentang hal itu. Lalu Rasulullah bersabda :
“sesungguhnya yang dimaksud hal itu adalah gelapnya malam dan putihnya siang”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
b. Fajar itu ada dua
Dan dari keseluruhan hukum-hukum yang telah dijelaskan Rasulullah ada perinciannya, bahwa fajar itu ada dua :
Al Kadzib : fajar ini tidak menghalalkan shalat subuh, dan tidak mengharamkan makanan bagi orang yang sedang berpuasa.
As Sodiq : fajar ini mengharamkan makanan bagi orang yang sedang berpuasa, dan menghalalkan shalat subuh.
Dari Ibnu Abbas ia berkata : Rasulullah bersabda :
“Fajar itu ada dua, adapun yang pertama tidak mengharamkan makanan dan tidak menghalalkan shalat, adapun kedua maka mengharamkan makanan dan menghalalkan shalat. (Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah, Al Hakim, Daraqutni, Albaihaqi)
Ketahuilah wahai saudarku sesama muslim bahwa :
Fajar Kadzib adalah warna putih memanjang bersinar diatas seperti ekor serigala.
Fajar Shodiq adalah warna merah yang bersinar tersebar, yang melintang diatas puncak bukit-bukit dan gunung-gunung , tersebar dijalan-jalan, gang-gang, rumah-rumah, dan inilah yang berhununhan dengan hukum-hukum puasa dan shalat.
c. Lalu menyempurnakan puasa hingga malam
Dan jika malam menghadap dari arah timur dan membelakangi siang dari arah barat, dan matahari tenggelam maka berbukalah.
Dari Umar bin Khattab ia berkata, Rasulullah bersabda :
“Jika malam menghadap dari sini, dan membelakangi dari sini. Dan matahari tenggelam maka orang yang berpuasa berbuka”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim
10. Sahur
a. Hikmah dari sahur
Allah telah mewajibkan kita untuk berpuasa sebagaimana Dia mewajibkannya atas Ahli kitab sebelum kita :
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Al Baqarah : 183)
Dan waktu serta hukum sesuai dengan puasa yang diwajibkan atas ahli kitab, yaitu mereka tidak makan dan minum tidak jima’ sesudah tidur. Artinya jika salah seorang dari mereka tidur maka ia tidak makan hingga malam yang kemudian. Dan hal ini diwajibkan juga atas kaum muslimin sebagaimana kami jelaskan baru saja. Maka tatkala dihapus, Rasulullah memerintahkan untuk sahur untuk membedakan antara puasa kita dengan puasa ahli kitab.
Dari Amru bin Ash bahwa Rasulullah bersabda :
“Pemisah antara puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur”. (Hadits riwayat Muslim)
b. Keutamaan sahur :
- sahur itu barakah
Dari Salman, ia berkata, Nabi bersabda :
“Barakah itu terdapat dalam tiga perkara , Al jamaah, tepung Tsarid dan sahur”. (Hadits riwayat Thabrani)
- sesungguhnya Allah dan malaikatnya bershalawat atas orang yang berpuasa
Dari Abu Said Al Khudri ia berkata, Rasulullah bersabda :
“Sahur adalah makanan berbarakah, maka janganlah kalian meninggalkannya walaupun hanya meminum seteguk air, karena sesungguhnya malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang bersahur”. (Hadits riwayat Tirmidzi)
c. Mengakhirkan sahur
Dianjurkan mengakhirkan sahur hingga mendekati fajar, karena Nabi dan Zaid bin tsabit bersahur, tatkala selesai dari sahur keduanya, Nabi bangkit pergi untuk shalat, lalu beliau shalat, dan adalah waktu antara keduanya makan dan melaksanakan shalat seperti ukuran seseorang yang membaca 50 ayat Al Qur’an”.
Anas telah meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit, bahwa ia berkata :
“Kami bersahur bersama Nabi , lalu beliau bangkit untuk shalat”. Aku bertanya : “Berapa ukuran antara adzan dan sahur? Ia berkata : “Seukuran 50 ayat”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
d. Hukum sahur
Oleh Karena itu Rasulullah memerintahkan dengan perintah “muakkad” (perintah kuat) barangsiapa ingin berpuasa hendaknya bersahur :
“Barangsiapa ingin berpuasa hendaknya bersahur dengan sesuatu” (hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah)
Dan Nabi juga bersabda :
“Bersahurlah karena sesungguhnya dalam sahur terdapat barakah” (hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
Kami berkata : “Dan kita melihat bahwa perintah Nabi disini “perintah dengan sangat kuat dan ditekankan serta dianjurkan”, dari tiga perkara :
ط Memerintahkan untuk bersahur
ط Sahur adalah syiar puasanya kaum muslimin dan pemisah antara puasanya kaum muslimin dan puasanya orang-orang selain mereka.
ط Larangan meninggalkannya
Ini adalah hal-hal yang menguatkan dan dalil-dalil yang jelas.
Dan bersamaan itu semua Al Hafidz Ibnu Hajar telah menukil dalam “Fathul Baari 4/139 sepakatnya atas anjuran dan disunnahkannya bersahur. Wallahu a’alam
11. Apa saja yang wajib ditinggalkan oleh orang yang berpuasa
a. Perkataan dusta
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda :
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan melakukannya maka Allah tidak membutuhkan bahwa ia meninggalkan makanan dan minumannya”. (Hadits riwayat Bukhari)
b. Berbuat yang sia-sia dan melakukan tindakan serta ucapan keji
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda :
“Bukanlah puasa itu puasa dari makan dan minum, sesungguhnya puasa itu adalah puasa dari perbuatan sia-sia dan keji, maka jika salah seorang mencelamu atau membodohkanmu maka katakanlah aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa”. (Hadits riwayat Ibnu Huzaimah dan Hakim dengan sanad shahih)
12. Apa saja yang diperbolehkan bagi orang yang berpuasa
a. Orang yang sedang berpuasa diwaktu subuh dalam keadaan Junub
Dari Aisyah dan Umu Salamah :
“Bahwasanya Nabi dalam keadaan junub diwaktu subuh karena habis berkumpul dengan keluarga beliau lalu beliau mandi dan berpuasa”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
b. Bersiwak bagi orang yang berpuasa
Rasulullah bersabda :
“Kalaulah tidak memberatkan atas umatku tentulah akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak pada setiap kali wudhu”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
c. Berkumur dan menghirup air kehidung
Karena dahulu Rasulullah berkumur dan menghirup air kehidung dalam keadaan berpuasa , akan tetapi beliau melarang orang yang sedang berpuasa untuk berlebih-lebihan.
“……dan bersungguh-sungguhlah dalam menghirup kecuali jika dalam keadaan berpuasa”. (Hadits riwayat tirmidzi, Abu Daud, dll)
d. Bersentuhan dan berciuman bagi orang yang sedang berpuasa
Disebutkan dalam hadits dari Aisyah bahwa ia berkata :
“Adalah Rasulullah dahulu mencium sedang beliau dalam keadaan berpuasa, akan tetapi beliau adalah orang yang paling mampu menguasai dirinya”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan hal ini makruh (dibenci) bagi pemuda, dan tidak makruh untuk orang yang sudah tua.
Diriwayatkan dari Amru bin Ash, ia berkata :
“Dahulu tatkala kami bersama Nabi datang seorang pemuda, lalu ia berkata : “Wahai Rasulullah apakah saya (boleh) mencium sedang saya dalam keadaan berpuasa? Beliau berkata : “Tidak”. Lalu datanglah seorang yang sudah tua, bertanya : “Apakah saya boleh mencium sedang saya dalam keadaan berpuasa? Beliau menjawab : “Ya”. Amru bin Ash berkata : “lalu sebagian kami melihat sebagian lainnya”, maka Rasulullah bersabda : “Sesunggunya orang yang sudah tua mampu menguasai dirinya”. (Dikeluarkan Ahmad)
e. Donor darah dan suntik yang tidak dimaksudkan memberi zat makanan.
f. Berbekam
Berbekam ini adalah termasuk dari hal-hal yang membatalkan puasa, lalu dihapus hukumnya, dan disebutkan bahwa Nabi berbekam sedang beliau dalam keadaan berpuasa, diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma (semoga Allah meridhai beliau dan ayah beliau) :
“Bahwasanya Nabi berbekam sedang beliau dalam keadaan berpuasa”. (Hadits riwayat Bukhari)
g. Merasakan makanan
Dan hal ini dibatasi dengan tidak masuk kerongkongan, sebagaimana disebutkan dari Ibnu Abbas ia berkata :
“Tidak mengapa seseorang merasakan makanan atau sesuatu selama tidak masuk kerongkongan sedang ia dalam keadaan berpuasa”.
h. Bercelak dan meneteskan sesuatu kemata
Hal-hal yang demikian tidak membatalkan puasa, baik sesuatu yang masuk mata itu masuk kerongkongan maupun tidak masuk. Pendapat inilah yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam tulisan beliau yang bermanfaat “Hakikatus Shiyam” dan murid beliau Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam kitabnya “Zaadul Ma’aad” dan Imam Bukhari berkata dalam shahih Bukhari.
i. Menuangkan air dingin diatas kepala dan mandi
Berkata Imam Bhukari dalam shahih beliau : “Bab Mandinya orang yang sedang berpuasa”, dan Ibnu Umar radhiyallahuanhuma (semoga Allah meridhai beliau dan ayah beliau) membasahi pakaian, lalu ia meletakkannya diatasnya. Dan As Sa’bi memasuki kamar mandi sedang ia dalam keadaan berpuasa, dan berkata Al Hasan : “Tidak mengapa berkumur dan berdingin-dingin bagi orang yang sedang berpuasa
13. Allah menghendaki kemudahan bagimu
a. Orang yang sedang bepergian
Disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih pilihan bagi musafir dalam berpuasa, dan kami tidak melupakan juga bahwa rahmat Allah ini disebutkan juga dalam Al Qur’an, Allah yang Maha pemurah dan Penyayang berfirman :
(Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (Al Baqarah : 185)
Bertanya Hamzah bin Amru Al Aslami kepada Rasulullah : “Apakah saya berpuasa di perjalanan ? (dan Hamzah ini adalah sahabat yang banyak berpuasa), maka Rasulullah bersabda :
“Berpuasalah jika engkau mau dan berbukalah jika engkau mau?” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
b. Orang yang sakit
Allah membolehkan bagi orang yang sakit untuk tidak berpuasa sebagagai rahmat darinya, dan kemudahan baginya. Dan sakit yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa adalah yang mengakibatkan (bersama puasa) bahaya bagi jiwa,atau bertambahnya penyakit baginya, atau dikhawatirkan terlambatnya kesembuhan, dan wallahu a’alam (Allah lebih mengetahui).
c. Wanita yang haid dan nifas
Ahli ilmu bersepakat bahwa wanita yang sedang haid dan nifas (keluar darah setelah melahirkan) tidak dihalalkan baginya berpuasa, dan keduanya tidak berpuasa (tetapi harus) mengganti (dihari yang lain). Dan jika keduanya berpuasa maka puasanya tidak sah.
d. Orang yang sudah lanjut usia dan wanita yang sudah tua
Berkata Ibnu Abbas semoga Allah meridhainya : “Orang yang lanjut usia dan perempuan tua yang tidak mampu berpuasa hendaknya memberi makanan setiap hari satu orang miskin”.
Dikeluarkan oleh Daraqutni 2/207 dan dishahihkannya dari jalan thariq Mansyur dari mujahid dari Ibnu Abbas (tatkala) membaca :
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (Al Baqarah : 184)
ia (Ibnu Abbas) berkata : “(yang dimaksud) adalah orang yang sudah tua yang tidak mampu berpuasa hendaknya tidak puasa, dan memberi makan setiap hari kepada seorang yang miskin setengah soq dari biji gandum”.
Dari Abu Hurairah :
“Barangsiapa yang sudah berusia lanjut dan tidak mampu berpuasa Ramadhan, maka wajib baginya (menyedahkan) satu mud dari gandum tiap hari”. (dikeluarkan Daraqutni)
Dari Anas bin Malik :
bahwasanya suatu tahun ia lemah untuk berpuasa,maka ia membuat satu mangkuk tepung tsarid dan memanggil 30 orang miskin dan ia mengenyangkan mereka”. (dikeluarkan Daraqutni dan sanadnya shahih)
e. Wanita yang hamil dan menyusui
Dari besarnya rahmat Allah kepada hamba-Nya yang lemah bahwasanya Allah meringankan bagi mereka untuk tidak berpuasa, dan termasuk dari golongan hamba-Nya yang lemah adalah wanita hamil dan menyusui :
Dari Anas bin Malik (ia adalah Al Ka’bi dan bukan Anas bin Malik Al Ansari, pelayan Rasulullah, ia dari bani Abdullah bin Ka’ab, ia tinggal di Basrah da meriwayatkan dari Nabi satu ahdits saja, yaitu hadits ini) ia berkata : “Kuda Rasulullah berjalan kepada kami, lalu aku datangi Rasulullah, maka aku dapati beliau sedang makan siang. Lalu beliau berkata : “Kemarilah dan makanlah”, maka aku katakana : “Saya sedang berpuasa”. Lalu beliau berkata : “Mendekatlah kemari, akan aku ceritakan kepadamu tentang puasa ; sesungguhnya Allah tabaraka wata’ala meletakkan (hukum) bagi musafir (orang yang sedang bepergian) setengah shalat, dan bagi orang yang hamil dan menyusui puasa. Demi Allah sungguh Nabi telah mengatakan keduanya atau salah satu dari keduanya, oh mengapa aku tidak makan makanan Nabi (pada saat itu).(Hadits riwayat Tirmidzi, Nasai, Abu Daud dan Ibnu Majah).
14. Berbuka
a. Kapan orang yang berpuasa berbuka
Allah berfirman :
“Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam” (Al Baqarah : 184)
Dan Rasulullah telah menafsirkan maknanya dengan datangnya malam dan hilangnya siang dan tersembunyinya matahari.
b. Menyegerakan berbuka :
- menyegerakan berbuka mendatangkan kebaikan
Dari Sahl bin Sa’ad bahwasanya Rasulullah bersabda :
“Senantiasa umatku dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
- menyegerakan berbuka adalah sunnah Rasulullah
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda :
“Senantiasa agama ini akan nampak selama manusia menyegerakan berbuka, karena Yahudi dan Nashara mengakhirkan (nya)”. (Hadits riwayat Abu Daud dan Ibnu Hibban)
- berbuka itu adalah sebelum shalat magrhib
Adalah Rasulullah berbuka sebelum shalat, karena menyegerakan berbuka termasuk akhlak para Nabi. Dari Abu Darda (ia berkata) :
“Tiga hal dari akhlak para Nubuwwah : menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur, dan meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri ketika shalat”. (Hadits riwayat Thabrani)
c. Dengan apa berbuka
Adalah Rasulullah menganjurkan berbuka dengan kurma, jika tidak didapati kurma maka berbuka dengan air, dan ini adalah dari kesempurnaan belas kasihan dan keinginan yang besar dari beliau atas umatnya dan menasehati mereka.
Allah berfirman :
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min. (At Taubah : 128)
Karena memberikan tubuh sesuatu yang manis dikala kosongnya lambung menimbulkan penerimaannya dan mendapatkan anggota tubuh dengannya, apalagi tubuh yang sehat, maka ia akan kuat dengannya. Dan adapun air : karena dengan puasa tubuh akan kering jika dibasahi dengan air sempurnalah manfaatnya dengan makanan.
Dari Anas bin Malik ia berkata : “Adalah Rasulullah berbuka dengan Rutab (kurma yang lembek) sebelum shalat, jika tidak terdapat rutob, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering), maka jika tidak ada kurma kering beliau meneguk seteguk air”. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud)
d. Doa apa yang dibaca ketika berbuka
Dari Abu Hurairah dari Nabi :
“Ada tiga hal yang tidak tertolak doa mereka : orang yang berpuasa hingga ia berbuka, dan imam yang adil, dan doa orang yang terdholimi”. (Hadits riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)
Da doa yang paling utama adalah doa Nabi yang mana beliau berdoa dengan doa ini ketika berbuka :
“Telah hilang haus dahaga, dan telah terbasahi kerongkongan, dan telah tetap pahalanya insya Allah”. (Hadits riwayat Abu Daud, Baihaqi, dan hakim dll)
e. Memberi makanan orang yang berpuasa
Rasulullah bersabda :
“Barangsiapa memberi buka puasa kepada orang yang sedang berpuasa maka ia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa dengan tidak mengurangi pahala orang berpuasa sedikitpun”. (Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dan menshahihkannya Tirmidzi).
15. Hal-hal yang merusakkan puasa
a. Makan dan minum secara sengaja
Allah berfirman :
Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, ( Al Baqarah : 187)
Maka dapat dipahami disini bahwa puasa itu adalah puasa dari makan dan minum, maka jika orang yang berpuasa makan dan minum maka telah batal puasanya, dikhususkan disini jika dilakukan dengan sengaja, karena seorang yang berpuasa jika makan da minum karena lupa atau salah maka tidak mengapa.
Rasulullah bersabda :
“Jika seseorang lupa lalu makan dan minum maka hendaklah menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah telah memberi makan dan minum kepadanya”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
b. Menyengaja untuk muntah
Karena barangsiapa yang muntah tidak sengaja tidak mengapa. Rasulullah bersabda :
“Barangsiapa muntah dengan tidak disengaja maka ia tidak wajib mengganti puasanya, dan barangsiapa yang sengaja untuk memuntahkan hendaknya mengganti puasanya”. (Hadist riwayat Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).
c. Haid dan Nifas
Jika perempuan haid atau nifas pada siang hari baik awal siang ataupun pada akhir siang (sore) maka batal puasanya dan harus mengganti dan jika ia (terus) berouasa, maka puasanya tidak sah.
Rasulullah bersabda :
“Bukankah jika perempuan haid tidak shalat dan tidak berpuasa? Mereka (wanita-wanita ) berkata : “Benar” lalu Nabi berkata : “Itula dua kekurangan agama kaum wanita”. (Hadits riwayat Bukhari)
d. Suntikan gizi
Yaitu memasukkan sebagian zat-zat gizi makanan ke usus dengan maksud memberi gizi sebagian orng yang sakit, hal ini adalah satu macam perbuatan yang membatalkan puasa karena memasukkan kedalam rongga. Dan jika suntikan tidak mencapai usus dan hanya mencapai darah maka juga membatalkan puasa, karena hal ini keadaannya seperti makanan dan minuman. Dan kebanyakan orang sakit yang tidak sadar dalam jangka lama, mereka diberi zat gizi dengan perantaraan jarum ini, seperti…………
e. Jima’ (melakukan hubungan suami istri)
Berkata Ibnul Qoyyim dalam kitab “Zaadul Maad” 2/60 : Al Qur’an menunjukkan bahwa jima’ membatalkan puasa seperti makan dan minum, (hal ini) tidak diketahui adanya perselisihan padanya”.
Dan dalil hal ini dari Al Qur’an :
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu”. (Al Baqarah : 187)
Maka dalam ayat diatas Allah memberri izin untuk mencampuri istri-istri, maka dipahami dari sini bahwa puasa itu adalah puasa dari jima’ ,makan dan minum. Maka barangsiapa merusakkan puasanya dengan dengan jima’ maka wajib baginya mengganti puasanya dan kaffaarah (menebus tebusan). Dalil dari hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ia berkata :
“Datang seorang lelaki lalu berkata : “Wahai Rasulullah, aku telah binasa”. Nabi bertanya : “Apa yang membinasakanmu?” Ia menjawab : “Aku telah menyetubuhi istriku (disaat puasa) pada bulan Ramadhan”. Nabi berkata : “Apakah kamu mampu membebaskan budak (untuk kaffarahnya)? Ia pun menjawab : “Tidak”. Lalu Nabi bertanya lagi : “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” ia berkata : “Tidak mampu”. Maka Nabi bertanya lagi : “Apakah kamu mampu untuk memberi makan 60 orang miskin?” ia menjawab : “tidak”. Rasulullah berkata : “Duduklah!” maka duduklah ia. Lalu didatangkan kepada Nabi tempat didalamnya ada kurma. Nabi berkata : “Bersedakahlah dengannya!” ia pun menjawab : “Tidak ada diantara kampung kami yang lebih fakir dari kami”. Abu Hurairah berkata : “Maka Nabi pun tertawa hingga nampak gigi beliau”. Nabi berkata : “Ambillah ini dan berilah makan keluargamu!”. (Hadits riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi dll)
16. Mengqadha (mengganti puasa)
a. Diperbolehkannya mengakhirkan dalam mengganti puasa Ramadhan
Ketahuilah (Semoga Allah memberi pemahaman ilmu agama pada kami dan kamu) bahwa mengqadha (mengganti) puasa Ramadhan tidak wajib dilakukan dengan segera, sesungguhnya hal ini luas dilaksanakannya, sebagaimana hadits riwayat Aisyah :
“Adalah aku punya hutang puasa Ramadhan, tidaklah aku mampu menggantinya kecuali pada bulan sya’ban”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
b. Tidak wajib dikerjakan secara berturut-turut
Berdasarkan firman Allah :
“Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain”. (Al Baqarah : 185)
Berkata Ibnu Abbas :
“Tidak mengapa untuk disela-selahi dalam mengganti puasa Ramadhan”. (Hadits riwayat Bukhari, dan Bukhari tidak menyebutkan sanadnya, dan dijelaskan sanadnya oleh Abdurrazaq, Daraqutni,dan Ibnu Abi Saibah dengan sanad shahih)
c. Barangsiapa yang meninggal dan ia mempunyai nadzar berpuasa
Barangsiapa yang meninggal dan ia mempunyai puasa nadzar maka walinya mengganti puasanya, berdasarkan sabda Rasulullah :
“Barangsiapa yang meninggal dan ia mempunyai hutang puasa maka walinya menggantikannya”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan dari Ibnu Abbas ia berkata, datang seorang lelaki kepada Nabi lalu bertanya : “Wahai Rasulullah sesungguhnya ibuku meninggal dan ia mempunyai hutang puasa sebulan, apakah aku harus menggantikannya berpuasa? Nabi menjawab :
“”ya”, hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar”. (Hadits Bukhari dan Muslim)
Hadits-hadits diatas adalah hadits-hadits umum yang menjelaskan disyariatkannya berpuasa wali mengganti puasanya mayit segala macam puasa. Dan sebagian pengikut madzhab Syafii berpendapat seperti ini dan juga Ibnu Hazm 7/2,8)
Hanya saja hadits-hadits ini adalah hadits-hadits yang memberikan penjelasan secara umum, maka janganlah seorang wali mengganti puasa mayit kecuali puasa nadzar, dan pendapat inilah yan dipegang Imam Ahmad sebagaimana tersebut dalam kitab “Masailul Imam Ahmad” riwayat Abu Daud hal 96 ia berkata : saya mendengar Ahmad bin Hambal berkata : “Tidaklah mayit diganti puasanya kecuali puasa nadzar”, berkata Abu Daud : aku bertanya kepada Ahmad : “Adapun bulan Ramadhan?” beliau berkata : “memberi makanan (sebagai ganti hutang puasanya)”.
d. Memberi makan
Dan barangsiapa yang meninggal dan ia mempunyai hutang puasa nadzar dan digantikan oleh beberapa orang lelaki untuk mengganti puasanya mayit maka diperbolehkan, berkata Al Hasan Al Basri :
“”Jika mengganti puasa mayit itu 30 orang lelaki dan setiap orang berpuasa satu hari maka diperbolehkan”. (Bukhari)
Adapun memberi makan jika wali mayit mengumpulkan orang-orang miskin sejumlah hari hutang puasa mayit dan mengenyangkan mereka maka diperbolehkan. Demikianlah yang dilakukan Anas bin Malik.
17. Kaffarah (tebusan karena melakukan pelanggaran)
a. Kaffarah karena jima, secara berurutan
Kaffarah seorang yang melanggar puasa karena jima (pada siang hari bulan Ramadhan) adalah : membebaskan budak, jika tidak terdapat budak maka puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin.
b. Orang yang lemah gugur kaffarahnya
c. Wanita tidak wajib melaksanakan kaffarah
Kaffarah tidak wajib bagi perempuan, karena Nabi diberitahu tentang perbuatan yang terjadi antara seorang lelaki dan perempuan, dan beliau tidak mewajibkan kecuali satu kaffarah saja (yaitu kepada laki-laki).
Dalil (a,b,c) terdapat dalam pembahasan No 15 bagian E, hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah
18. Fidyah
Wanita yang hamil dan menyusui jika khawatir akan diri atau anak mereka, tidak (perlu) berpuasa dan (hendaknya) memberi makan seorang miskin setiap hari, dan dalil dari hal ini adalah firman Allah :
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (Al Baqarah : 184)
Dan ayat diatas dikhususkan kepada Orang yang sudah lanjut usia, perempuan yang lemah, orang yang sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya, wanita hamil,dan wanita menyusui yang khawatir atas (keselamatan) diri mereka dan jiwa anak mereka.
Dari malik, dari Nafi’ bahwasanya Ibnu Umar ditanya tentang seorang perempuan yang hamil jika takut (akan keselamatan) anaknya, maka Ibnu Umar berkata :
“Ia tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin tiap hari dengan satu mud biji gandum”. (Dikeluarkan oleh Baihaqi dengan sanad shahih)
Dan Daraqutni (1/207) meriwaytkan dari Ibnu Umar dan ia menshahihkannya, bahwa Ibnu Umar berkata :
“Wanita hamil dan Wanita yang menyusui tidak berpuasa dan tidak mengganti puasa”.
Dan diriwayatkan Daraqutni (juga) dari jalan yang lain :
“Bahwa istri Ibnu Umar bertanya kepada Ibnu Umar dan ia dalam keadaan hamil, maka Ibnu Umar berkata : “Makanlah (tidak usah puasa) dan berimakanlah fakir miskin setiap hari dan janganlah mengganti puasanya”.
19. Lailatul Qadr
a. Keutamaanya
Allah berfirman :
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (Al Qadr :1-5)
b. Waktunya
Paling benarnya pendapat lailatul qadr adalah pada tanggal ganjil 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan, yang menunjukkan hal ini adalah hadits Aisyah, Ia berkata :
“Adalah Rasulullah beri’tikaf pada 10 terakhir pada bulan Ramadhan dan berkata : “Selidikilah malam lailatul qadr pada tanggal ganjil 10 terakhir bulan Ramadhan”.
c. Bagaimana seorang muslim menyelidiki lailatul qadr
Rasulullah bersabda :
“Barangsiapa berdiri melakukan shalat malam pada malam lailatul qadr karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah niscaya diampuni dosanya yang telah lalu”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan disunnahkan berdoa pada malam lailatul qadr dan memperbanyaknya, disebutkan hadits dari Aisyah ia berkata : Aku berkata : Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatku jika aku mengetahui suatu malam itu malam lailatul qadr, apa yang aku katakana ?” Nabi bersabda : “Katakanlah : Ya Allah sesungguhnya engkau adalah Pemaaf dan menyukai permohonan maaf maka maafkanlah aku ya Allah”. (Hadits riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dari Aisyah ia berkata : “Adalah Rasulullah jika memasuki 10 hari terakhir menjauhi istri-istri beliau untuk beribadah, dan menghidupkan malamnya, serta membangunkan keluarganya”. (Hadits riwayat Bukhari).
d. Tanda-tandanya
Dari Ibnu Abbas ia berkata, Nabi r bersabda :
“Malam lailatul qadr adalah malam yang halus, berseri-seri, tidak panas, dan tidak pula dingin, pada pagi harinya matahari besinar lemah kemerah-merahan”. (Hadits riwayat Thayalosi dan Ibnu Khuzaimah)
20. I’tikaf
a. Maknanya
Makna dari I’tikaf adalah menempati sesuatu, maka dikatakan bagi orang yang berdiam dimasjid dan beribadah didalamnya : “Mu’taqifun dan akifun”.
b. Disyariatkannya
Disunnahkan I’tikaf itu dilakukan dibulan Ramadhan dan pada hari-hari bulan lainnya. Disebutkan dalam hadits bahwa Nabi beri’tikaf pada 10 hari terakhir pada bulan syawwal (Hadits riwayat Bukhari 4/226 Muslim 1173). Dan bahwasanya Umar berkata kepada Nabi :
“Wahai Rasulullah sesungguhnya aku bernadzar pada masa jahiliyyah untuk ber’tikaf satu malam di Masjidil Haram? Rasulullah menjawab : “Tunaikan nadzarmu (beri’tikaflah satu malam)”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Dan I’tikaf yang paling utama adalah dibulan Ramadhan berdasarkan hadits Abu Hurairah :
“Adalah Rasulullah beri’tikaf pada 10 hari setiap bulan Ramadhan dan tatkala tahun dimana beliau wafat, Nabi beri’tikaf 20 hari”. (Hadits riwayat Bukhari)
Dan paling utamanya adalah pada bulan Ramadhan karena Rasulullah :
“Adalah beliau beri’tikaf pada 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan hingga Allah mewafatkannya”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
c. Syarat-syaratnya
Tidak disyariatkan kecuali dilakukan didalam masjid-masjid. Berdasarkan firman Allah :
“(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam masjid”. (Al Baqarah : 187)
Dan bukanlah masjid-masjid yang dimaksudkan disini masjid secara umum, dan sungguh disebutkan penyebutan secara khusus dalam hadits Rasulullah , yaitu sabda beliau :
“Tidak ada I’tikaf kecuali dalam tiga masjid (Yaitu masjidil haram, masjid Nabawi, dan masjidil Aqsha)”. (Hadits shahih, para ulam adan imam telah menshahihkannya, lihat kitab “Al Insof fi Ahkaamil ‘itikaf)
d. Apa yang diperbolehkan bagi orang yang beri’tikaf
§ Diperbolehkan bagi orang yang beri’tikaf keluar (dari masjid) untuk menunaikan hajatnya, Aisyah berkata :
“Adalah Rasulullah mengeluarkan kepala beliau sedangkan beliau (beri’tikaf) dalam masjid (dan saya berada dalam kamarku) lalu aku sisir rambut beliau (dalam riwayat lainnya : aku cuci kepala beliau) dan (antara aku dan beliau ada daun pintu) dan (saya dalam keadaan haid) dan adalah beliau tidak masuk dalam rumah kecuali untuk suatu kebutuhan (manusia) jika beliau beri’tikaf”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
§ Diperbolehkan bagi orang yang beri’tikaf dan selainnya untuk berwudhu dalam masjid berdasarkan perkataan seorang lelaki pelayan Rasulullah :
“Rasulullah berwudhu dalam masjid dengan wudhu yang ringan”. (Hadits riwayat Ahmad)
§ Diperbolehkan bagi orang yang beri’tikaf untuk menjadikan kemah di belakang Masjid
§ Diperbolehkan bagi orang yang beri’tikaf untuk meletakkan karpet atau kasurnya dalam masjid
e. I’tikafnya perempuan dan kunjungannya kepada suaminya
§ Diperbolehkan bagi wanita untuk mengunjungi suaminya pada waktu suaminya beri’tikaf, dan hendaknya suaminya mengantarkannya hingga pintu masjid.
§ Diperbolehkan bagi wanita untuk beri’tikaf di masjid bersama suaminya, atau sendirian berdasarkan perkataan Aisyah :
“Adalah Rasulullah beri’tikaf sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan hingga Allah mewafatkannya, lalu beri’tikaf istri-istri beliau sesudah beliau wafat”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
Berkata Syaikhuna (Guru kami, yaitu Syaikh Al Albani rahimahullah) : “Dalam hadits tersebut terdapat dalil bolehnya wanita beri’tikaf. Dan tentunya hal ini dengan ketentuan dengan izin wali mereka, aman dari fitnah, tidak bercampur dengan laki-laki, (hal ini) berdasarkan banyak dalil, dan kaidah fikih : “Menolak kerusakan didahulukan daripada mengambil manfaat”.
21. Shalat Tarawih
a. Disyariatkannya
Shalat tarawih disyariatkan secara berjamaah berdasarkan hadits Aisyah :
”Bahwasanya Rasulullah keluar pada larut malam dan shalat di masjid, dan beberapa orang lelaki ikut makmum shalat beliau, maka pada pagi harinya orang-orang membicarakan kejadian malam itu, lalu berkumpullah orang-orang dengan jumlah yang lebih banyak (pada malam berikutnya), lalu Rasulullah shalat dan mereka shalat bersama Rasulullah, maka pada pagi harinya orang-orang membicarakannya, hingga bertambah banyaklah manusia pada hari ketiganya, maka Rasulullah keluar dan orang-orangpun ikut shalat. Maka tatkala malam yang keempat masjid tidak mampu menampung jamaah shalat, hingga Rasulullah keluar untuk shalat subuh, maka tatkala beliau selesai menunaikan shalat subuh beliau menghadap manusia dan bertsyahhud (mengucapkan shahadat) lalu berkata : “Sesungguhnya tempat kalian tidak aku takuti, akan tetapi yang aku takuti adalah shalat (malam pada bulan Ramadhan) diwajibkan atas kalian lalu kalia lemah untuk mengamalkannya”.Dan Rasulullah wafat sedang perkaranya dalam keadaan yang demikian itu. (Hadits riwayat Bukhari)
Maka tatkala beliau wafat, dan hilanglah ketakutan (diwajibkannya shalat malam pada bulan Ramadhan), tetaplah disariatkannya shalat malam pada bulan Ramadhan secara berjama’ah karena hilangnya alas an (karena takut diwajibkan), karena alasan itu ada bersamaan dengan perkara yang dialaskan. Lalu menghidupkan sunnah shalat malam secara berjamaah ini khalifaf Umar bin Khattab, sebagaimana diberitahukan oleh Abdurrahman bin Abdul Khoriy ia berkata :
“Aku keluar bersama Umar bin Khattab pada suatu malam dibulan Ramadhan ke Masjid. Maka disana manusia terbagi-bagi, (ada) seorang lelaki shalat sendirian, dan ada seorang lelaki shalat dan sekelompok orang menjadi makmumnya. Maka berkatalah Umar : “Sesungguhnya ku berpendapat untuk mengumpulkan mereka dibawah satu Imam, tentulah lebih serupa, lalu Umar berketapan kemudian mengumpulkan mereka dengan di imami Ubai bin Ka’ab. Lalu pada malam lainnya aku keluar bersama Umar bin khattab, dan manusia shalat di imami oleh satu orang. Berkatalah Umar :
“Sebaik-baik bid’ah adalah ini”, dan orang yang tidur darinya adalah lebih utama dari mereka yang mendirikan shalat saat ini, dan adalah manusia melaksanakan shalat pada awal malamnya”. (Hadits riwayat Bukhari)
b. Jumlah rakaatnya
Jumlah bilangan shalat tarawih diperselisihkan oleh manusia, dan pendapat yang tepat/sesuai dengan petunjuk Nabi adalah 8 rakaat selain witir. Berdasarkan hadits Aisyah :
“Rasulullah tidak pernah menambah jumlah shalat malam pada bulan Ramadhan atau bulan lainnya melebihi 11 rakaat”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah sesuai dengan hadist yang diriwayatkan Aisyah, (diamana) ia menyebutkan :
“Bahwa Nabi tatkala menghidupkan malam bulan Ramadhan beliau shalat 8 rakaat dan berwitir”. (Dikeluarkan Ibnu Hibban, Tabrani,dan Ibnu nasr)
22. Zakat fitri
a. Hukumnya
Zakat fitri hukumnya wajib berdasarkan hadits riwayat Ibnu Umar (semoga Allah meridhainya dan meridhai ayah beliau) ;
“Rasulullah mewajibkan zakat fitri”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
b. Bagi siapa zakat fitri diwajibkan?
Zakat fitri wajib bagi anak kecil, orang dewasa, laki-laki dan perempuan, orang merdeka, dan budak muslim. Berdasarkan hadits Abdullah bin Amru :
“Rasulullah mewajibkan zakat fitri satu sha’ dari kurma atau dari tepung atas seorang budak dan orang merdeka, laki-laki maupun perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari kalangan kaum muslimin”. (hadits Bukahri dan Muslim)
c. Macam-macam zakat fitri
d. Sasaran zakat fitrah
Zakat fitri tidak diberikan kecuali kepada orang-orang yang berhak yaitu orang-oang miskin berdasarkan hadits Ibnu Abbas :
“Rasulullah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia, perkataan dan perbuatan keji, dan memberikan makanan kepada orang miskin”. (hadits riwayat Abu Daud dan Nasai)
Dan termasuk dari sunnah adalah adanya orang yang mengumpulkan zakat fitri. Adalah dahulu Rasululah r mewakilkan kepada Abu Hurairah untuk mengumpulkan zakat fitri. Abu Huraira berkata :
“Rasulullah mewakilakn kepadaku untuk mengumpulkan zakat fitrah”. (Hadits riwayat Bukhari)
Adalah Ibnu Umar memberikan zakat fitrah kepada pegawai penerima zakat yang diangkat oleh Imam (Penguasa), yang demikian itu ia lakukan sehari atau dua hari sebelum idul fitri. Ibnu Khuzaimah mengeluarkan hadits 4/83 dari jalan Abdul Warits dari Ayub,: “Aku berkata : “Kapan Ibnu Umar memberikan sha’ (zakat fitrah)? Ia berkata : “Jika petugas zakat sudah duduk (menunggu zakat). Aku bertanya : “Kapan petugas zakat duduk? Ia berkata : “Sehari atau dua hari sebelum Idul Fitri”.
e. Waktunya
Ditunaikan sebelum keluarnya manusia dari shalat Id dan tidak diperbolehkan mengakhirkan zakat fitri (setelah shalat) atau memajukan pemberiana zakat fitri kecuali sehari atau dua hari sebelumnya berdasarkan perbuatan Ibnu Umar. Ibnu Khuzaimah Jika diberikan setelah shalat maka dianggap sedekah. Berdasarkan hadits :
“……barangsiapa memberikan zakat fitri sebelum shalat maka itu adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa memberikannya sesudah shalat maka itu adalah termsuk dari sedekah”. (Hadits riwayat Abu Daud)
Maraji':
Diringkas dan diterjemahkan dari kitab sifat shaum nabi.
Dari : Salafindo.com
Ditulis Oleh: Syaikh Ali Hasan dan Syaikh Salim al-Hilali