Pada
bulan Rabiul Awal ini, ada satu acara ritual tahunan yang biasa
dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, yaitu Maulid Nabi Sholallahu
‘Alaihi Wasallam. Kali ini kami coba sampaikan beberapa tanya jawab
seputar acara ritual yang seakan-akan menjadi kewajiban untuk
dilaksanakan setiap tahunnya ini. Mereka bertanya tentang
masalah-masalah tersebut sebagai berikut:
Apa hukum peringatan Maulid Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam?
Peringatan
Maulid adalah perkara bid’ah. Acara ini tidak pernah dikerjakan oleh
shahabat radhiyallahu ‘anhum dan Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam
tidak pernah mengajarkannya. Sedangkan dalam masalah syariat agama ini,
kita tidak bisa membuat cara ibadah sendiri, atau menguranginya dan
menambahnya dengan cara-cara ibadah yang baru.
Diriwayatkan oleh Aisyah, Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), "Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan kami ini sesuatu yang tidak pernah ada daripadanya, maka hal itu tertolak." (Mutafaqun ‘Alaih)
Dalam riwayat yang lain Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), "Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak pernah ada perintah kami padanya, maka hal itu tertolak." (Hadits Riwayat Bukhary Muslim)
Jadi karena tidak ada tuntunan dari Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam maka amalan tersebut tertolak.
Bukankah perkara ini adalah bid’ah hasanah?
Jika
kalian menganggap perkara tersebut adalah bid’ah hasanah (bid’ah yang
baik), berarti kalian telah menganggap ada amalan ibadah yang baik yang
belum diajarkan oleh Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dan tidak
diamalkan oleh para shahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Itu maknanya,
kalian menuduh Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam berkhianat, karena
beliau tidak menyampaikan satu kebaikan yang kalian kerjakan sekarang
ini (Perayaan Maulid Nabi -Pent).
Padahal
Rasulullah Sholallahu’Alaihi Wasallam tidak meninggalkan satu kebaikan
pun, kecuali beliau telah mengajarkannya. Beliau bersabda (yang
artinya), "Tidak ada sesuatu pun yang mendekatkan kalian pada surga,
kecuali sungguh telah aku perintahkan kalian semua dengannya. Dan tidak
ada sesuatu pun yang mendekatkan kalian ke neraka, kecuali aku telah
melarang kalian dengannya." (Hadits Riwayat Abu Bakar Al Hadad; Syaikh Al Albany telah menghasankannya dalam Ash Shahihah no 2886).
Abu Dzar Al Ghifary Radhiyallahu ‘Anhu berkata (yang artinya), "Sungguh
Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam telah meninggalkan kami dan
tidak ada satu burung pun yang mengepakkan kedua sayapnya di udara
kecuali telah disebutkan kepada kita ilmu tentangnya." (Hadits Riwayat Ahmad)
Yang
demikian karena mengajarkan kebaikan adalah amanah yang Allah Subhanahu
Wata’ala berikan kepada setiap Rasul, sebagaimana diriwayatkan
‘Abdullah Bin ‘Amr Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah bersabda (yang
artinya), "Sesungguhnya tidak ada satu nabi pun sebelumku, melainkan
diwajibkan baginya agar menunjukkan kepada umatnya jalan kebaikan yang
telah diketahuinya dan memperingatkan mereka dari kejelekan yang teleh
diketehuinya" (Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al Imaraat bab Wujubul wafa’i bi bai’atil khulafa, juz 12/436)
Perhatikan
hadits di atas dengan baik. Kita akan dapatkan bahwa hadits ini
menerangkan tentang tugas seluruh para Rasul yaitu mengajarkan kebaikan
yang diketahuinya dan memperingatkan umat dari kejelekan yang
diketahuinya.
Kalau kalian menganggap ada kebaikan lain selain yang diajarkan Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam maka ada 2 kemungkinan:
- Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam tidak mengetahui dan kalian merasa lebih tahu dari Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.
- Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam tahu tapi tidak menyampaikannya, ini berarti kalian menuduh Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam mengkhianati risalah dan tugas para Rasul yang telah disebutkan dalam hadits di atas.
Kedua kemungkinan di atas adalah
mustahil, tidak mungkin bagi Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam yang
ma’shum (terjaga dari kesalahan)
Atau
apakah kalian merasa lebih baik dari para shahabat Rasulullah
Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, padahal merekan adalah manusia terbaik
seteleh Rasulullah Sholallahiu ‘Alaihi Wasallam. Rasulullah Sholallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), "Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang setelahnya, kemudian yang setelahnya." (Hadits Riwayat Bukhari-Muslim)
Kalau
acara yang kalian lakukan merupakan kebaikan, niscaya sudah dilakukan
oleh generasi-generasi terbaik tersebut. Ingat agama ini telah sempurna,
tidak membutuhkan penambahan maupun pengurangan. Allah Subhanahu
Wata’ala berfirman (yang artrinya), "Pada hari ini Aku sempurnakan
untuk kalian agama kalian, dan telah kucukupkan kepada kalian nikmatku,
dan telah kuridhai Islam itu jadi agama bagi kalian." (Al Maidah: 3).
Ingat, agama ini telah sempurna, tidak membutuhkan penambahan maupun pengurangan. Allah berfirman (yang artinya), "Pada
hari in telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah
Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam menjadi
agama kalian." (Al-Maidah:3)
Maka
kebid’ahan yang kalian anggap baik merupakan anggapan bahwa agama ini
belum sempurna, hingga perlu penambahan bid’ah-bid’ah baru.
Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), "….maka
wajib atas kalian untuk mengikuit sunnahku dan sunnah para Khulafaur
Rasyidin yang mendapatkan hidayah. Berpeganglah dengannya dan gigitlah
dengan geraham kalian. Dan jauhkanlah dari kalian hal-hal yang baru,
karena sesungguhnya semua perkara yang baru adalah bid’ah dan seluruh
bid’ah adalah sesat." (Hadits Riwayat Ahmad dan Abu Dawud)
Bagaimana
dengan perkara baru seperti microphone, kendaraan bermesin, dan
lain-lain yang belum pernah ada pada masa Rasulullah, bukankah itu
merupakan bid’ah hasanah?
Kalian
jangan pura-pura bodoh! Perkara baru yang sedang kita bicarakan ini
(dalam hadits di atas -pent) adalah dalam masalah agama. bukan dalam
masalah keduniaan. Bukankah beliau bersabda (yang artinya), "Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan kami" ? Yang dimaksudkan dengan "urusan kami" maksudnya adalah perkara agama. Adapun dalam masalah dunia beliau bersabda, "Kalian lebih tahu dalam urusan dunia kalian" (Hadits Riwayat Muslim)
Maksud kami kegiatan pada peringatan tersebut hanya dzikir dan pujian sholawat kepada Nabi. Bukankah itu semua kebaikan?
Amal
ibadah itu disamping bentuknya harus dikerjakan dengan tata cara
Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, juga waktunya harus sesuai
dengan tuntunan Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.
Dzikir
untuk mengingat Allah telah dituntunkan untuk dikerjakan setiap hari
seperti dzikir setelah shalat 5 waktu, dzikir pagi dan sore, dan
lain-lain. Sedangkan mengkhususkan dzikir pada acara Maulid Nabi atau
pada tanggal bulan tertentu membutuhkan dalil khusus tentangnya. Dan
sudah dikatakan para ulama bahwa tidak ada satu hadits pun yang
memerintahkan dzikir khusus pada Maulid Nabi.
Apalagi
pada pujian-pujian yang kalian baca pada acara tersebut seringkali
terjatuh pada ghuluw dan tanathu (melampaui batas), seperti yang
terdapat pada Barjanji dan Burdah Al Bushiri yang seringkali kalian baca
pada acara-acara tersebut. Sebagai contoh adalah apa yang terdapat
dalam Burdah Al Bushiri:
Wahai semulia-mulianya makhluk, Aku tidak mendapati bagiku seorang pelindung selain engkau ketika terjadi bencana yang merata….
Demikianlah
kalian mengangkat kedudukan Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam sama
dengan Allah Subhanahu Wata’ala dengan mengangkat beliau sebagai tempat
bergantung dan tempat berlindung,sehingga ketika bencana menimpa,
kalian berlindung kepada beliau. Ini adalah satu kesyirikan yang sangat
berbahaya.
Padahal Allah berfirman (yang artinya), "Katakanlah
(Wahai Nabi), "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan (menaqdirkan)
sesuatu kemudharatan pun kepada kalian dan tidak pula suatu
kemanfaatan". Katakan (Wahai Nabi),"Sesungguhnya sekali-sekali tidak ada
seorang pun yang dapat melindungiku dari adzab Allah dan sekali tidak mendapat tempat berlindung selain daripada-Nya"." (Al-Jin:21-22)
Sedangkan
shalawat yang dibaca dalam acara-acara kalian tersebut, disamping
mengkhususkan pada waktu tersenut adalah kebid’ahan, juga
shalawat-shalawat yang sering dibaca tersebut adalah shalawat bid’ah
yang dibuat oleh orang tertentu. Diantaranya adalah sholawat Nariyah.
Tidak ada satu riwayat (hadits -pent) pun yang mengajarkan sholawat
seperti itu. Akhirnya kalian terjerumus dalam perkara ghuluw (melampaui
batas) kembali.
Coba perhatikan arti dari sholawat Nariyah tersebut:
Ya
Allah berilah sholawat dengan sholawat yang sempurna dan berilah
keselamatan dengan keselamatan yang sempurna kepada junjungan kita
Muhammad, yang dengannya dilepaskan simpul-simpul, dibukanya
kesulitan-kesulitan, dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan, didapatkannya
harapan-harapan dan akhir yang baik, dan dimintanya hujan dengan
wajahnya yang mulia. Dan kepada keluarganya serta para shahabatnya
sejumlah apa yang ada untukmu
Apakah
yang menakdirkan dan menentukan keselamatan, menghilangkan kesusahan
dan memenuhi harapan-harapan adalah Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi
Wasallam? Atau kalian bertawasul dengan wajah Nabi Sholallahu ‘Alaihi
Wasallam? Keduanya adalah kesyirikan yang diharamkan.
Tapi kami tidak mengetahui/memahami makna dari syair dan sholawat-sholawat tersebut….
Jika
kalian tidak mengetahui arti dari sholawat-sholawat bid’ah tersebut,
maka hal itu adalah musibah. Karena kalian adalah orang-orang yang
taklid buta, mengikuti sesuatu dalam keadaaan kalian tidak mengetahui
isinya.
Jika kalian
telah mengetahui bahwa sholawat-sholawat tersebut mengandung kesyirikan
dan ghuluw namun kalian tetap mengerjakannya, maka sungguh itu merupakan
musibah yang lebih besar lagi, karena kalian menentang terhadap Al
Qur’an dan As Sunnah dengan sengaja.
Semoga
Allah Subhanahu Wata’ala melindungi kita dari segala macam kesyirikan
dan kebid’ahan yang telah dibuat manusia dan menaqdirkan untuk selalu
berada di atas kebaikan. Amin. Wallahu A’lam!
Sumber: Bulletin dakwah Manhaj Salaf edisi 99 tahun 3
"Mereka Bertanya Tentang Maulud Nabi"
"Mereka Bertanya Tentang Maulud Nabi"