Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsary
Menjadi keinginan dan tujuan bersama mendapatkan keridhoan Allah Subhanahu Wata’ala dalam segala ucapan, perbuatan, bahkan keyakinan. Bagaimana tidak, sebab barulah sesuatu itu akan bernilai ibadah jika dicintai dan diridhoi olehNya -Dzat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah Allah, Dzat yang memiliki sifat ridho sesuai dengan kebesaran dan keagunganNya, tanpa harus menyerupakanNya dengan makhluk, tanpa bertanya bentuknya, tanpa merubah maknanya atau bahkan menolaknya.
Banyak ayat dan hadits yang menunjukkan bahwa ridho adalah salah satu sifat-sifatNya, di antaranya firman Allah (yang artinya), "Allah ridho terhadap mereka dan merekapun ridho terhadapNya. Itulah keberuntungan yang paling besar." (QS Al Maidah: 119).
Dan firmanNya (yang artinya), "Sesungguhnya Allah ridho terhadap orang-orang mu’min…" (QS Al Fath: 18).
Juga dalam firmanNya (yang artinya), "Allah ridho terhadap mereka dan merekapun ridho kepadaNya." (QS Al Bayyinah: 8 ), dan ayat-ayat lainnya.
Adapun dalam hadits di antaranya dari sahabat Anas bin Malik, Nabi Sholallahu Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), "Sesungguhnya
Allah pasti akan meridhoi seorang hamba, bila ia selesai makan kemudian
memujiNya atas makanan itu, atau bila ia selesai minum lalu memujiNya
atas minuman itu." (HR Muslim, bab Istihbaabu hamdillah ta’ala ba’dal akli wasy syurbi).
Diriwayatkan pula oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairoh, Nabi Sholallahu Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), "Sesungguhnya Allah meridhoi untuk kalian tiga perkara dan membenci dari kalian tiga perkara…".
Pembaca -rahimakumullah- keridhoan Allah Jalla Sya’nuhu terbagi menjadi dua,pertama keridhoanNya atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh hamba seperti firman Allah (yang artinya), "Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhoi kekafiran bagimu, dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhoi bagimu kesyukuranmu itu." (QS Az Zumar: 7).
Juga seperti dalam hadits, sabda Nabi Sholallahu Alaihi Wasallam (yang artinya), "Sesungguhnya
Allah meridhoi kalian tiga perkara: meridhoi kalian agar beribadah
kepadaNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, meridhoi
kalian agar berpegang teguh dengan tali Allah semuanya dan tidak
bercerai-berai, serta meridhoi kalian agar menasehati orang yang Allah
jadikan pemimpin atas urusan-urusan kalian." (HR Muslim no. 1715 dari sahabat Abu Hurairoh).
Dalam hadits ini mencakup tiga hal yang mendatangkan keridhoan Allah:
Pertama: tauhid, sebagai hak Allah yang paling agung dan kewajiban Islam yang paling tinggi, untuk tujuan itulah diciptakannya jin dan manusia. "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." (QS Adz Dzaariyaat: 56), serta menjauhi syirik, berserikat dengan yang lainnya dalam hal ibadah, yang sebenarnya menjadi hak yang khusus diperuntukkan bagi Allah.
Kedua: berpegang teguh kepada tali Allah dan tidak bercerai-berai, tali Allah ialah apa yang telah dibawa oleh Rosulullah Sholallahu Alaihi Wasallam
dari Al Kitab maupun Sunnah dan apa yang telah tercakup dalam
pendidikan Rosul dari aqidah, ibadah, akhlaq, dan muamalah. Tidak ada
dispensasi bagi individu tertentu, kelompok tertentu, ataupun bagi
komunitas spesial untuk keluar dari dasar-dasar Islam, tetapi wajib bagi
seluruhnya beriman, komitmen yang penuh akan apa yang telah dibawa oleh
penutup para nabi, tuannya seluruh para rosul. Dengan landasan inilah
Allah akan meridhoi kesatuan kaum muslimin yang diharapkan, bukan
kesatuan yang out of order -kesatuan politik tetapi mengabaikan kesatuan
aqidah, sumber, serta sudut pandang-. Sekalipun bisa, tentu seperti apa
yang difirmankan Allah (yang artinya), "Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah-belah." (QS Al Hasyr: 14).
Ketiga:
memberikan nasehat kepada waliyyul amri, dalam rangka tolong-menolong
bersama mereka dalam al haq, mendoakan mereka dengan kebaikan, bersabar
atas kejahatan dan kedzolimannya, meninggalkan dari memberontak
kepadanya guna mencegah timbulnya kerusakan yang besar dan tertumpahnya
darah kaum muslimin. Dengan demikian keridhoan Allah pun akan turun
kepada rakyatnya, kepada waliyyul amri-nya, bahkan ke seluruh pelosok
negerinya.
Pembaca -rahimakumullah-, keridhoan Allah yang kedua, di samping pada perbuatan-perbuatan hamba, ialah keridhoanNya atas hamba-hambaNya itu sendiri, seperti firman Allah (yanga artinya), "Sesungguhnya Allah telah ridho terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)." (QS Al Fath: 18).
Begitulah meraih keridhoan Allah dengan amalan yang memang diridhoinya dan mendatangkan keridhoannya, seperti halnya pertolongan Allah tidak akan didapat kecuali oleh ahlinya. Demikian pula keridhoanNya tidak akan diraih melainkan oleh ahlinya pula, jangan sampai seperti sebuah ungkapan: Semua menyatakan cinta pada Laila, sedang Laila tidak mengabulkan semua cintanya. Wal ‘ilmu indallah.
Bulletin Dakwah Al Wala’ wal Bara’ edisi 25 Maret 2005