Ini bukan nama produk rokok karena sudah jelas hukumnya haram. Tapi akronim dari “djarang di rumah suka pergi” alias BP-7, berangkat pagi, pulang petang, pendapatan pun pas-pasan, atau berangkat petang, pulang pagi, pikiran penuh plin-plan. Bila ada di rumah pun suami tidur, bangun tidur pergi lagi dan seterusnya. Waktu untuk bermain, bersenda gurau, atau rileks bersama anak dan istri praktis jauh dari kenyataan, mungkin hanya impian bagi anak dan istri untuk sekadar berbagi cerita bersama.
Suami ‘gila kerja’ bisa jadi, masih mending daripada suami ‘tumor’ alias tukang molor. Praktis pekerjaan pokok mendidik anak yang seharusnya juga menjadi tanggung jawab seorang suami beralih kepada sang istri. Peran istri pun bertambah, tak hanya melulu urusan dapur, termasuk dalam hal mendidik anak. Beban berat pun bertambah, manakala muncul masalah, sementara hanya suami yang mampu menyelesaikan problem dan bingung apa yang musti diperbuat.
Bertambah bingung lagi, bila keluhan istri tak mendapat respon yang memadai dari suami, bahkan suami berdalih, abi (ayah) kan sibuk mencari rezeki, urusan dakwah, atau hal-hal lain yang mengharuskan seorang suami banyak keluar rumah. Urus saja sama ummi, abi tidak punya waktu.
Padahal untuk mencari rezeki tidak harus pergi berlama-lama apalagi hingga larut malam. Kalaupun kerja kantoran, bias saja karena jalan macet apalagi hidup kota di kota besar semisal Jakarta datang ke rumah jam 6 malam. Akan lain soalnya, bila kerja kantoran pulang jam 9 malam, tentu saja akan menjadi masalah. Sebab, keluarganya juga membutuhkan suasana rileks sekadar untuk melepas lelah bercengkerama bersama istri dan anak. Sementara itu, badan kita pun punya hak untuk dirawat agar tetap sehat.
Bisa jadi suami ‘djarum super’ alias suami jarang di rumah suka pergi meninggalkan rumah lantaran dirinya tidak mendapat waktu senggang yang cukup untuk tetap di rumah setelah seharian capek bekerja. Atau bisa juga akibat ketidakharmonisan rumah tangga, sehingga kehidupan keduanya menyerupai gambaran, suami hidup di suatu lembah sementara istrinya hidup di lembah yang lain.
Tak ada salahnya bila suami juga harus memahami bahwa diri istrinya juga terdapat hak yang harus ditunaikan sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya istrimu memiliki hak atas dirimu.” (HR. Bukhari 3/466, Muslim 3/162 dari hadits Abdullah bin Amru radhiyallahu ‘anhuma.
Seorang istri pun dituntut agar mampu mengkondisikan suami untuk tetap enjoy tinggal di rumah. Caranya? Dengan menepis semua problem dan tidak mengajak diskusi yang bertele-tele. Dengan begitu, sang suami akan betah di rumah dan tercipta malam penuh kebahagiaan bersama anak dan istrinya.