Dakwah tentang tauhid adalah keharusan dan merupakan sesuatu yang utama. Dari Zaman Rasulullah hingga hari ini. Sungguh aneh bin ajaib kalau ada seseorang yang mengatakan bahwa pada saat ini dakwah yang menyerukan kepada tauhid dan mengingatkan pada syirik adalah sudah tidak relevan. Sebab di zaman yang modern seperti ini sudah banyak orang yang mempercayai adanya Tuhan dan sangat jarang ditemui ada orang yang menyembah patung, bintang, matahari, berhala dan sebagainya. Mereka juga mengatakan bahwa sekarang ini kita harus memfokuskan dan memperhatikan bagaimana kita harus melawan orang-orang kafir dan merebut kekuasaan.
Pandangan seperti ini muncul karena memang
dangkalnya ilmu dan pemahaman
yang ada pada orang tersebut, tidak faham apa itu pengertian tauhid dan syirik
dengan benar, serta tidak faham dengan inti dakwah setiap rosul.
Bukan berarti bahwa melawan orang kafir itu tidak penting. Tidak, sekali-kali
tidak! Dengan tulisan ini semoga dapat mendudukkan masalah ini secara benar dan
dapat menyadarkan kaum muslimin dari keterlenaannya.
Tauhid Bukan Sekedar Percaya Adanya
Tuhan
Sebagian kaum muslimin yang beranggapan bahwa
apabila seorang itu telah mengakui adanya Tuhan, maka dia sudah dikatakan
bertauhid. Mereka lupa bahwa ini hanyalah bagian dari tauhid, bahkan hanya
bagian kecil darinya. Dan belumlah seseorang itu dianggap bertauhid hanya dengan
bagian yang ini saja. Sedangkan bagian tauhid yang lain
bahkan yang paling pokok di antaranya justru tidak faham. Setiap orang wajib
mengesakan Alloh dalam rububiyah, uluhiyah dan
asma wa shifat-Nya. Jika
ketinggalan satu saja dari ketiga tauhid tersebut belumlah dia dikatakan sebagai
seorang yang bertauhid.
Lihatlah kaum musyrik quroisy, bukankah mereka
juga mengakui adanya Alloh, bahkan bukankah mereka juga menyembah Alloh? Kenapa
mereka masih diperangi oleh Rosululloh? Alloh berfirman: “Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan
bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati
dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan
menjawab: ‘Alloh’. Maka katakanlah: ‘Mengapa kamu tidak betakwa
(kepada-Nya)?” (Yunus: 31)
Syirik Bukan Sekedar Sujud Kepada Patung
Syirik adalah menyamakan selain Alloh dengan
Alloh dalam perkara yang menjadi kekhususan atau hak bagi Alloh. Dari definisi
ini, maka jelaslah bagi kita syirik itu tidak hanya sebatas menyembah dan sujud
kepada berhala, patung, matahari dan lain-lain, namun lebih luas daripada
ini.
Kita lihat juga kaum musyrik yang diperangi
oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi
wassalam dulu, apakah mereka murni benar-benar
menyembah atau sujud kepada berhala dan yang lainnya hanya karena mereka batu
dan pohon? Ternyata tidak, Alloh menceritakan ucapan mereka: “Tidaklah kami menyembah mereka melainkan agar mereka dapat
mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya.”
(Az-Zumar: 3). Mereka menyembah berbagai sesembahan tersebut dengan harapan akan
memerantarai pada Alloh.
Syirik juga tidak terhenti di sini, ada juga
syirik dalam ketaatan. Tatkala Rosululloh shollallohu
‘alaihi wassalam membacakan ayat: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka
sebagai tandingan (tuhan) selain Alloh.” (At-Taubah:
31). Sahabat Adi bin Abi Hatim yang pada waktu itu baru masuk Islam menyanggah:
“Tidaklah kami itu menyembah mereka”. Maka Rosululloh menjawab: “Bukankah
mereka mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Alloh lalu kalian pun ikut
mengharamkan, dan bukankah mereka menghalalkan apa yang diharamkan oleh Alloh
lalu kalian pun ikut menghalalkan?” Maka Adi bin Abi
Hatim pun menjawab: “Benar”.
Rosululloh berkata: “Itulah peribadahan kepada
mereka”. Lalu sekarang, betapa banyak kaum muslimin
yang mereka ikut menghalalkan yang semestinya harom dengan landasan hawa nafsu?
Na’udzu billah.
Syirik tidak hanya terbatas pada amalan badan,
namun juga amalan hati dan lisan. Alloh berfirman: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada
Alloh.” (Al Baqoroh: 165)
Realita yang Ada di Masyarakat Sekarang
Ini
Sungguh aneh masyarakat kita sekarang ini,
mereka akan begitu sangat marah apabila ada orang non islam yang
mempropagandakan agama mereka dan mengajak orang lain kepada agama mereka. Namun
pada saat yang sama, dia telah membiarkan dirinya, anak-anaknya dan keluarganya
untuk diseret dan dipengaruhi oleh kesyirikan dan dijauhkan dari aqidah yang
lurus, yakni dengan membiarkan di rumahnya sebuah televisi yang tiap harinya
selalu dijejali dengan acara-cara kesyirikan. Seolah-olah mereka mengatakan:
“Mari silakan masuk, ajari dan pengaruhi keluarga kami dengan acara-acara syirik, bid’ah dan maksiat kalian”.
Na’udzu billah!! Bukankah ini terjadi karena tidak
fahamnya mereka terhadap apa itu syirik, ancaman dan
bahayanya? Ataukah merasa juga telah merasa aman dan jauh akan terjatuh di
dalamnya?
Anak-anak kita sudah terbiasa disuguhi dengan
film tentang peri, hantu, dukun, sihir, jimat-jimat dan film misteri yang penuh
kesyirikan. Sementara anak mudanya tenggelam dalam ramalan bintang/zodiak.
Sadarlah wahai saudaraku! itu semua adalah termasuk amalan-amalan
kesyirikan.
Dengan Dalih Budaya dan Adat
Istiadat
Lebih ironi lagi, ternyata kita juga hidup
disuatu masyarakat yang diantara adat istiadat dan budaya mereka merupakan
amalan-amalan kesyirikan. Ketika kita mengingatkan mereka ternyata mereka malah
balik menuduh bahwa kita adalah orang yang kaku dan tidak faham terhadap esensi
dan transformasi nilai. Namun sayang ketika mereka berusaha untuk dijelaskan dan
diajak untuk “sedikit” berpikir, hati mereka sudah diliputi oleh dua penyakit
yaitu taqlid (ikut-ikutan) dan ta’ashshub (fanatik). Kalau begitu, bagaimana kebenaran ini akan
sampai?
Alloh berfirman: “Dan
apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Alloh,’
mereka menjawab: ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami
dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga),
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk?” (Al-Baqoroh: 170)
Kita lihat di sana ada acara nyadran, sekaten,
ngelarung, sedekah bumi/laut, suronan dan lain-lain, yang mana acara-acara itu
di masyarakat kita sudah mendarah daging, bahkan sudah menjadi komoditi bisnis
dan mata pencaharian. Sungguh ironi, mereka beralasan bahwa ini adalah budaya
nenek moyang yang harus dilestarikan. Allohu
akbar!! Inilah alasan yang menjadi jurus pamungkas kaum
musyrikin zaman Rosululloh shollallohu ‘alaihi
wassalam tatkala mulut mereka tidak mampu lagi menjawab
hujjah Alloh, Na’udzu billah.
Mengingat akan parahnya keadaan ini, maka sudah
menjadi tugas kita semua untuk saling mengingatkan dan terus untuk mengingatkan.
“Dan tetaplah beri peringatan, karena peringatan itu
memberikan manfaat terhadap orang-orang yang beriman.”
(Adz-Dzariyat: 55)
***
Penulis: Yusuf Abu Hudzaifah
Artikel www.muslim.or.id
Artikel www.muslim.or.id