Saturday, November 10, 2018

Untukmu Para Ikhwah yang sering tidak memakai helm, hentikan

Bismillah Assalamu Alaikum

Taat Lalu Lintas

Apakah mentaati peraturan lalu lintas bernilai pahala? Krn sy mendengar demikian. Apa benar itu?
Trim’s
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terdapat banyak dalil yang menunjukkan perintah untuk mentaati pemerintah, selain dalam hal maksiat kepada Allah. Diantaranya firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (QS. An-Nisa: 59)
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam banyak hadis, perintah untuk taat kepada pemerintah selain dalam hal maksiat,
1. Hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى المَرْءِ المُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
Wajib bagi setiap lelaki muslim untuk mendengar dan taat (kepada atasan), baik ketika dia suka maupun tidak suka. Selama dia tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Jika dia diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengarkan maupun mentaatinya. (HR. Bukhari 7144, Abu Daud 2626 dan yang lainnya)
2. Hadis dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي المَنْشَطِ وَالمَكْرَهِ، وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ
“Kami membaiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjanji setia untuk mendengar dan taat (kepada pemerintah), baik ketika kami semangat maupun ketika tidak kami sukai. Dan kami dilarang untuk memberontak dari pemimpin yang sah.” (HR. Bukhari 7199 dan Muslim 1709).
Dan masih banyak hadis semisal dengannya. Semoga dua itu mencukupi.
Jika kita perhatikan, semua dalil di atas, memerintahkan kita untuk tunduk dan taat kepada ulil amri (pemerintah yang sah). Selama mereka tidak memerintahkan kita untuk maksiat. Dan semua bentuk mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya termasuk ibadah.
Imam Ibnu Utsaimin dalam khutbahnya tentang taat kepada penguasa, beliau mengatakan,
ولهذا جعل الله تعالى طاعة ولاة الأمور في غير معصية الله، جعلها عبادة يتعبَّد الإنسان بها لله عزَّ وجل؛ لأن الله تعالى أمرَ بها وكل شيء أمرَ الله به فإنه عبادة سواء كان ذلك فيما يتعلَّق بمعاملة العبد مع خالقه أو بمعاملة العبد مع مخلوق آخر
Oleh karena itu, Allah menjadikan sikap taat kepada penguasa, selain dalam perkara maksiat, Allah jadikan ketaatan itu bernilai ibadah bagi manusia. Karena Allah yang memerintahkannya. Dan setiap yang Allah perintahkan, statusnya ibadah. Baik perintah itu terkait hubungan hamba dengan pencipta-Nya, atau hubungan hamba dengan makhluk yang lain.
Sumber: http://www.ibnothaimeen.com/all/khotab/article_206.shtml

Tidak Ada Dalilnya, Apa Harus Ditaati?

Benar, lampu merah, rambu lalu lintas, marka jalan, dst. tidak ada dalilnya secara khusus. Kita tidak pernah membaca ada ayat ataupun hadis yang menyebutkan aturan lalu lintas. Namun jangan jadikan pemahaman ini sebagai alasan untuk tidak taat aturan. Orang yang beralasan demikian, justru menampakkan dirinya tidak paham syariat.
Sebatas penampilan surban putih, baju putih, bukan menandakan dia ulama atau orang yang paham syariat. Untuk itu, jika anda melihat ada pengendara motor yang tidak memakai helm di kawasan tertib lantas, agar bisa mengenakan surban dan beralasan itu sunah, partikan bahwa dia tidak memahami syariat.
Penjelasannya:
Pertama, jika mentaati aturan pemerintah harus dalam masalah yang ada dalilnya, lalu untuk apa ada ayat atau hadis khusus yang menyuruh umat untuk taat kepada ulil amri? Bukankah semua orang harus taat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik ada perintah dari ulil amri maupun tidak?
Dari sini kita bisa memahami, perintah untuk taat kepada ulil amri, berlaku dalam masalah yang tidak ada dalil dari al-Quran dan sunah.
Kedua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita untuk memenuhi setiap perjanjian dan kesepakatan. Bahkan ini menjadi ciri seorang muslim yang baik. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حراما
”Setiap muslim harus memenuhi setiap aturan yang mereka sepakati. Kecuali kesepakatan dalam rangka menghalal yang hram atau mengharamkan yang halal.” (HR. Abu Daud 3594, Turmudzi 1352, dan dishahihkan al-Albani).
Aturan lalu lintas, termasuk aturan yang kita sepakati. Yang telah dibahas oleh mereka yang paham hukum, mewakili masyarakat umum.
Ketiga, jika kita cermati hadis di atas perintah untuk taat kepada ulil amri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan syarat, perintah itu harus ada dalilnya. Beliau hanya memberi catatan, ’selama tidak dalam masalah maksiat. Jika diperintahkan dalam masalah maksiat, tidak boleh ditaati.’
Dan kita tahu, aturan lalu lintas, bukan termasuk maksiat kepada Allah.

Semua Bisa Jadi Pahala

Memahami keterangan di atas, sebagai mukmin kita selayaknya bersyukur. Ternyata yang kita alami, tidak ada yang disia-siakan oleh Allah. Semua bisa menjadi sumber pahala. Ketika anda berhenti di lampu merah, atau anda memakai helm, atau anda tidak melanggar marka, atau anda mengikuti rambu lalu lintas, yakini bahwa anda melakukan semua itu, dalam rangka mengamalkan perintah Allah dan Rasul-Nya yang menyuruh kita untuk taat kepada aturan pemerintah dalam hal yang bukan maksiat. Dengan demikian, anda dianggap sedang melakukan ibadah kepada Allah.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)


Read more https://konsultasisyariah.com/22308-taat-lalu-lintas-termasuk-ibadah.html


Taat Lalu Lintas
Apakah mentaati peraturan lalu lintas bernilai pahala? Krn sy mendengar demikian. Apa benar itu?
Trim’s
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terdapat banyak dalil yang menunjukkan perintah untuk mentaati pemerintah, selain dalam hal maksiat kepada Allah. Diantaranya firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (QS. An-Nisa: 59)

Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam banyak hadis, perintah untuk taat kepada pemerintah selain dalam hal maksiat,
1. Hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى المَرْءِ المُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
Wajib bagi setiap lelaki muslim untuk mendengar dan taat (kepada atasan), baik ketika dia suka maupun tidak suka. Selama dia tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Jika dia diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengarkan maupun mentaatinya. (HR. Bukhari 7144, Abu Daud 2626 dan yang lainnya)
2. Hadis dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي المَنْشَطِ وَالمَكْرَهِ، وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ
“Kami membaiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjanji setia untuk mendengar dan taat (kepada pemerintah), baik ketika kami semangat maupun ketika tidak kami sukai. Dan kami dilarang untuk memberontak dari pemimpin yang sah.” (HR. Bukhari 7199 dan Muslim 1709).
Dan masih banyak hadis semisal dengannya. Semoga dua itu mencukupi.
Jika kita perhatikan, semua dalil di atas, memerintahkan kita untuk tunduk dan taat kepada ulil amri (pemerintah yang sah). Selama mereka tidak memerintahkan kita untuk maksiat. Dan semua bentuk mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya termasuk ibadah.

Imam Ibnu Utsaimin dalam khutbahnya tentang taat kepada penguasa, beliau mengatakan,
ولهذا جعل الله تعالى طاعة ولاة الأمور في غير معصية الله، جعلها عبادة يتعبَّد الإنسان بها لله عزَّ وجل؛ لأن الله تعالى أمرَ بها وكل شيء أمرَ الله به فإنه عبادة سواء كان ذلك فيما يتعلَّق بمعاملة العبد مع خالقه أو بمعاملة العبد مع مخلوق آخر
Oleh karena itu, Allah menjadikan sikap taat kepada penguasa, selain dalam perkara maksiat, Allah jadikan ketaatan itu bernilai ibadah bagi manusia. Karena Allah yang memerintahkannya. Dan setiap yang Allah perintahkan, statusnya ibadah. Baik perintah itu terkait hubungan hamba dengan pencipta-Nya, atau hubungan hamba dengan makhluk yang lain.
Sumber: http://www.ibnothaimeen.com/all/khotab/article_206.shtml

Tidak Ada Dalilnya, Apa Harus Ditaati?
Benar, lampu merah, rambu lalu lintas, marka jalan, dst. tidak ada dalilnya secara khusus. Kita tidak pernah membaca ada ayat ataupun hadis yang menyebutkan aturan lalu lintas. Namun jangan jadikan pemahaman ini sebagai alasan untuk tidak taat aturan. Orang yang beralasan demikian, justru menampakkan dirinya tidak paham syariat.
Sebatas penampilan surban putih, baju putih, bukan menandakan dia ulama atau orang yang paham syariat. Untuk itu, jika anda melihat ada pengendara motor yang tidak memakai helm di kawasan tertib lantas, agar bisa mengenakan surban dan beralasan itu sunah, partikan bahwa dia tidak memahami syariat.
Penjelasannya:
Pertama, jika mentaati aturan pemerintah harus dalam masalah yang ada dalilnya, lalu untuk apa ada ayat atau hadis khusus yang menyuruh umat untuk taat kepada ulil amri? Bukankah semua orang harus taat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik ada perintah dari ulil amri maupun tidak?
Dari sini kita bisa memahami, perintah untuk taat kepada ulil amri, berlaku dalam masalah yang tidak ada dalil dari al-Quran dan sunah.
Kedua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenyuruh kita untuk memenuhi setiap perjanjian dan kesepakatan. Bahkan ini menjadi ciri seorang muslim yang baik. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حراما
”Setiap muslim harus memenuhi setiap aturan yang mereka sepakati. Kecuali kesepakatan dalam rangka menghalal yang haram atau mengharamkan yang halal.” (HR. Abu Daud 3594, Turmudzi 1352, dan dishahihkan al-Albani).
Aturan lalu lintas, termasuk aturan yang kita sepakati. Yang telah dibahas oleh mereka yang paham hukum, mewakili masyarakat umum.

Ketiga, jika kita cermati hadis di atas perintah untuk taat kepada ulil amri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan syarat, perintah itu harus ada dalilnya. Beliau hanya memberi catatan, ’selama tidak dalam masalah maksiat. Jika diperintahkan dalam masalah maksiat, tidak boleh ditaati.’
Dan kita tahu, aturan lalu lintas, bukan termasuk maksiat kepada Allah.

Semua Bisa Jadi Pahala
Memahami keterangan di atas, sebagai mukmin kita selayaknya bersyukur. Ternyata yang kita alami, tidak ada yang disia-siakan oleh Allah. Semua bisa menjadi sumber pahala. Ketika anda berhenti di lampu merah, atau anda memakai helm, atau anda tidak melanggar marka, atau anda mengikuti rambu lalu lintas, yakini bahwa anda melakukan semua itu, dalam rangka mengamalkan perintah Allah dan Rasul-Nya yang menyuruh kita untuk taat kepada aturan pemerintah dalam hal yang bukan maksiat. Dengan demikian, anda dianggap sedang melakukan ibadah kepada Allah.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

Taat Lalu Lintas

Apakah mentaati peraturan lalu lintas bernilai pahala? Krn sy mendengar demikian. Apa benar itu?
Trim’s
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terdapat banyak dalil yang menunjukkan perintah untuk mentaati pemerintah, selain dalam hal maksiat kepada Allah. Diantaranya firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (QS. An-Nisa: 59)
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam banyak hadis, perintah untuk taat kepada pemerintah selain dalam hal maksiat,
1. Hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى المَرْءِ المُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
Wajib bagi setiap lelaki muslim untuk mendengar dan taat (kepada atasan), baik ketika dia suka maupun tidak suka. Selama dia tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Jika dia diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengarkan maupun mentaatinya. (HR. Bukhari 7144, Abu Daud 2626 dan yang lainnya)
2. Hadis dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي المَنْشَطِ وَالمَكْرَهِ، وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ
“Kami membaiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjanji setia untuk mendengar dan taat (kepada pemerintah), baik ketika kami semangat maupun ketika tidak kami sukai. Dan kami dilarang untuk memberontak dari pemimpin yang sah.” (HR. Bukhari 7199 dan Muslim 1709).
Dan masih banyak hadis semisal dengannya. Semoga dua itu mencukupi.
Jika kita perhatikan, semua dalil di atas, memerintahkan kita untuk tunduk dan taat kepada ulil amri (pemerintah yang sah). Selama mereka tidak memerintahkan kita untuk maksiat. Dan semua bentuk mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya termasuk ibadah.
Imam Ibnu Utsaimin dalam khutbahnya tentang taat kepada penguasa, beliau mengatakan,
ولهذا جعل الله تعالى طاعة ولاة الأمور في غير معصية الله، جعلها عبادة يتعبَّد الإنسان بها لله عزَّ وجل؛ لأن الله تعالى أمرَ بها وكل شيء أمرَ الله به فإنه عبادة سواء كان ذلك فيما يتعلَّق بمعاملة العبد مع خالقه أو بمعاملة العبد مع مخلوق آخر
Oleh karena itu, Allah menjadikan sikap taat kepada penguasa, selain dalam perkara maksiat, Allah jadikan ketaatan itu bernilai ibadah bagi manusia. Karena Allah yang memerintahkannya. Dan setiap yang Allah perintahkan, statusnya ibadah. Baik perintah itu terkait hubungan hamba dengan pencipta-Nya, atau hubungan hamba dengan makhluk yang lain.
Sumber: http://www.ibnothaimeen.com/all/khotab/article_206.shtml

Tidak Ada Dalilnya, Apa Harus Ditaati?

Benar, lampu merah, rambu lalu lintas, marka jalan, dst. tidak ada dalilnya secara khusus. Kita tidak pernah membaca ada ayat ataupun hadis yang menyebutkan aturan lalu lintas. Namun jangan jadikan pemahaman ini sebagai alasan untuk tidak taat aturan. Orang yang beralasan demikian, justru menampakkan dirinya tidak paham syariat.
Sebatas penampilan surban putih, baju putih, bukan menandakan dia ulama atau orang yang paham syariat. Untuk itu, jika anda melihat ada pengendara motor yang tidak memakai helm di kawasan tertib lantas, agar bisa mengenakan surban dan beralasan itu sunah, partikan bahwa dia tidak memahami syariat.
Penjelasannya:
Pertama, jika mentaati aturan pemerintah harus dalam masalah yang ada dalilnya, lalu untuk apa ada ayat atau hadis khusus yang menyuruh umat untuk taat kepada ulil amri? Bukankah semua orang harus taat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik ada perintah dari ulil amri maupun tidak?
Dari sini kita bisa memahami, perintah untuk taat kepada ulil amri, berlaku dalam masalah yang tidak ada dalil dari al-Quran dan sunah.
Kedua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita untuk memenuhi setiap perjanjian dan kesepakatan. Bahkan ini menjadi ciri seorang muslim yang baik. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حراما
”Setiap muslim harus memenuhi setiap aturan yang mereka sepakati. Kecuali kesepakatan dalam rangka menghalal yang hram atau mengharamkan yang halal.” (HR. Abu Daud 3594, Turmudzi 1352, dan dishahihkan al-Albani).
Aturan lalu lintas, termasuk aturan yang kita sepakati. Yang telah dibahas oleh mereka yang paham hukum, mewakili masyarakat umum.
Ketiga, jika kita cermati hadis di atas perintah untuk taat kepada ulil amri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan syarat, perintah itu harus ada dalilnya. Beliau hanya memberi catatan, ’selama tidak dalam masalah maksiat. Jika diperintahkan dalam masalah maksiat, tidak boleh ditaati.’
Dan kita tahu, aturan lalu lintas, bukan termasuk maksiat kepada Allah.

Semua Bisa Jadi Pahala

Memahami keterangan di atas, sebagai mukmin kita selayaknya bersyukur. Ternyata yang kita alami, tidak ada yang disia-siakan oleh Allah. Semua bisa menjadi sumber pahala. Ketika anda berhenti di lampu merah, atau anda memakai helm, atau anda tidak melanggar marka, atau anda mengikuti rambu lalu lintas, yakini bahwa anda melakukan semua itu, dalam rangka mengamalkan perintah Allah dan Rasul-Nya yang menyuruh kita untuk taat kepada aturan pemerintah dalam hal yang bukan maksiat. Dengan demikian, anda dianggap sedang melakukan ibadah kepada Allah.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)


Read more https://konsultasisyariah.com/22308-taat-lalu-lintas-termasuk-ibadah.html

Taat Lalu Lintas

Apakah mentaati peraturan lalu lintas bernilai pahala? Krn sy mendengar demikian. Apa benar itu?
Trim’s
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terdapat banyak dalil yang menunjukkan perintah untuk mentaati pemerintah, selain dalam hal maksiat kepada Allah. Diantaranya firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (QS. An-Nisa: 59)
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam banyak hadis, perintah untuk taat kepada pemerintah selain dalam hal maksiat,
1. Hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى المَرْءِ المُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
Wajib bagi setiap lelaki muslim untuk mendengar dan taat (kepada atasan), baik ketika dia suka maupun tidak suka. Selama dia tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Jika dia diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengarkan maupun mentaatinya. (HR. Bukhari 7144, Abu Daud 2626 dan yang lainnya)
2. Hadis dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي المَنْشَطِ وَالمَكْرَهِ، وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ
“Kami membaiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjanji setia untuk mendengar dan taat (kepada pemerintah), baik ketika kami semangat maupun ketika tidak kami sukai. Dan kami dilarang untuk memberontak dari pemimpin yang sah.” (HR. Bukhari 7199 dan Muslim 1709).
Dan masih banyak hadis semisal dengannya. Semoga dua itu mencukupi.
Jika kita perhatikan, semua dalil di atas, memerintahkan kita untuk tunduk dan taat kepada ulil amri (pemerintah yang sah). Selama mereka tidak memerintahkan kita untuk maksiat. Dan semua bentuk mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya termasuk ibadah.
Imam Ibnu Utsaimin dalam khutbahnya tentang taat kepada penguasa, beliau mengatakan,
ولهذا جعل الله تعالى طاعة ولاة الأمور في غير معصية الله، جعلها عبادة يتعبَّد الإنسان بها لله عزَّ وجل؛ لأن الله تعالى أمرَ بها وكل شيء أمرَ الله به فإنه عبادة سواء كان ذلك فيما يتعلَّق بمعاملة العبد مع خالقه أو بمعاملة العبد مع مخلوق آخر
Oleh karena itu, Allah menjadikan sikap taat kepada penguasa, selain dalam perkara maksiat, Allah jadikan ketaatan itu bernilai ibadah bagi manusia. Karena Allah yang memerintahkannya. Dan setiap yang Allah perintahkan, statusnya ibadah. Baik perintah itu terkait hubungan hamba dengan pencipta-Nya, atau hubungan hamba dengan makhluk yang lain.
Sumber: http://www.ibnothaimeen.com/all/khotab/article_206.shtml

Tidak Ada Dalilnya, Apa Harus Ditaati?

Benar, lampu merah, rambu lalu lintas, marka jalan, dst. tidak ada dalilnya secara khusus. Kita tidak pernah membaca ada ayat ataupun hadis yang menyebutkan aturan lalu lintas. Namun jangan jadikan pemahaman ini sebagai alasan untuk tidak taat aturan. Orang yang beralasan demikian, justru menampakkan dirinya tidak paham syariat.
Sebatas penampilan surban putih, baju putih, bukan menandakan dia ulama atau orang yang paham syariat. Untuk itu, jika anda melihat ada pengendara motor yang tidak memakai helm di kawasan tertib lantas, agar bisa mengenakan surban dan beralasan itu sunah, partikan bahwa dia tidak memahami syariat.
Penjelasannya:
Pertama, jika mentaati aturan pemerintah harus dalam masalah yang ada dalilnya, lalu untuk apa ada ayat atau hadis khusus yang menyuruh umat untuk taat kepada ulil amri? Bukankah semua orang harus taat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik ada perintah dari ulil amri maupun tidak?
Dari sini kita bisa memahami, perintah untuk taat kepada ulil amri, berlaku dalam masalah yang tidak ada dalil dari al-Quran dan sunah.
Kedua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita untuk memenuhi setiap perjanjian dan kesepakatan. Bahkan ini menjadi ciri seorang muslim yang baik. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حراما
”Setiap muslim harus memenuhi setiap aturan yang mereka sepakati. Kecuali kesepakatan dalam rangka menghalal yang hram atau mengharamkan yang halal.” (HR. Abu Daud 3594, Turmudzi 1352, dan dishahihkan al-Albani).
Aturan lalu lintas, termasuk aturan yang kita sepakati. Yang telah dibahas oleh mereka yang paham hukum, mewakili masyarakat umum.
Ketiga, jika kita cermati hadis di atas perintah untuk taat kepada ulil amri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan syarat, perintah itu harus ada dalilnya. Beliau hanya memberi catatan, ’selama tidak dalam masalah maksiat. Jika diperintahkan dalam masalah maksiat, tidak boleh ditaati.’
Dan kita tahu, aturan lalu lintas, bukan termasuk maksiat kepada Allah.

Semua Bisa Jadi Pahala

Memahami keterangan di atas, sebagai mukmin kita selayaknya bersyukur. Ternyata yang kita alami, tidak ada yang disia-siakan oleh Allah. Semua bisa menjadi sumber pahala. Ketika anda berhenti di lampu merah, atau anda memakai helm, atau anda tidak melanggar marka, atau anda mengikuti rambu lalu lintas, yakini bahwa anda melakukan semua itu, dalam rangka mengamalkan perintah Allah dan Rasul-Nya yang menyuruh kita untuk taat kepada aturan pemerintah dalam hal yang bukan maksiat. Dengan demikian, anda dianggap sedang melakukan ibadah kepada Allah.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)


Read more https://konsultasisyariah.com/22308-taat-lalu-lintas-termasuk-ibadah.html

Taat Lalu Lintas

Apakah mentaati peraturan lalu lintas bernilai pahala? Krn sy mendengar demikian. Apa benar itu?
Trim’s
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terdapat banyak dalil yang menunjukkan perintah untuk mentaati pemerintah, selain dalam hal maksiat kepada Allah. Diantaranya firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (QS. An-Nisa: 59)
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam banyak hadis, perintah untuk taat kepada pemerintah selain dalam hal maksiat,
1. Hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى المَرْءِ المُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
Wajib bagi setiap lelaki muslim untuk mendengar dan taat (kepada atasan), baik ketika dia suka maupun tidak suka. Selama dia tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Jika dia diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengarkan maupun mentaatinya. (HR. Bukhari 7144, Abu Daud 2626 dan yang lainnya)
2. Hadis dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي المَنْشَطِ وَالمَكْرَهِ، وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ
“Kami membaiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjanji setia untuk mendengar dan taat (kepada pemerintah), baik ketika kami semangat maupun ketika tidak kami sukai. Dan kami dilarang untuk memberontak dari pemimpin yang sah.” (HR. Bukhari 7199 dan Muslim 1709).
Dan masih banyak hadis semisal dengannya. Semoga dua itu mencukupi.
Jika kita perhatikan, semua dalil di atas, memerintahkan kita untuk tunduk dan taat kepada ulil amri (pemerintah yang sah). Selama mereka tidak memerintahkan kita untuk maksiat. Dan semua bentuk mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya termasuk ibadah.
Imam Ibnu Utsaimin dalam khutbahnya tentang taat kepada penguasa, beliau mengatakan,
ولهذا جعل الله تعالى طاعة ولاة الأمور في غير معصية الله، جعلها عبادة يتعبَّد الإنسان بها لله عزَّ وجل؛ لأن الله تعالى أمرَ بها وكل شيء أمرَ الله به فإنه عبادة سواء كان ذلك فيما يتعلَّق بمعاملة العبد مع خالقه أو بمعاملة العبد مع مخلوق آخر
Oleh karena itu, Allah menjadikan sikap taat kepada penguasa, selain dalam perkara maksiat, Allah jadikan ketaatan itu bernilai ibadah bagi manusia. Karena Allah yang memerintahkannya. Dan setiap yang Allah perintahkan, statusnya ibadah. Baik perintah itu terkait hubungan hamba dengan pencipta-Nya, atau hubungan hamba dengan makhluk yang lain.
Sumber: http://www.ibnothaimeen.com/all/khotab/article_206.shtml

Tidak Ada Dalilnya, Apa Harus Ditaati?

Benar, lampu merah, rambu lalu lintas, marka jalan, dst. tidak ada dalilnya secara khusus. Kita tidak pernah membaca ada ayat ataupun hadis yang menyebutkan aturan lalu lintas. Namun jangan jadikan pemahaman ini sebagai alasan untuk tidak taat aturan. Orang yang beralasan demikian, justru menampakkan dirinya tidak paham syariat.
Sebatas penampilan surban putih, baju putih, bukan menandakan dia ulama atau orang yang paham syariat. Untuk itu, jika anda melihat ada pengendara motor yang tidak memakai helm di kawasan tertib lantas, agar bisa mengenakan surban dan beralasan itu sunah, partikan bahwa dia tidak memahami syariat.
Penjelasannya:
Pertama, jika mentaati aturan pemerintah harus dalam masalah yang ada dalilnya, lalu untuk apa ada ayat atau hadis khusus yang menyuruh umat untuk taat kepada ulil amri? Bukankah semua orang harus taat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik ada perintah dari ulil amri maupun tidak?
Dari sini kita bisa memahami, perintah untuk taat kepada ulil amri, berlaku dalam masalah yang tidak ada dalil dari al-Quran dan sunah.
Kedua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita untuk memenuhi setiap perjanjian dan kesepakatan. Bahkan ini menjadi ciri seorang muslim yang baik. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حراما
”Setiap muslim harus memenuhi setiap aturan yang mereka sepakati. Kecuali kesepakatan dalam rangka menghalal yang hram atau mengharamkan yang halal.” (HR. Abu Daud 3594, Turmudzi 1352, dan dishahihkan al-Albani).
Aturan lalu lintas, termasuk aturan yang kita sepakati. Yang telah dibahas oleh mereka yang paham hukum, mewakili masyarakat umum.
Ketiga, jika kita cermati hadis di atas perintah untuk taat kepada ulil amri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan syarat, perintah itu harus ada dalilnya. Beliau hanya memberi catatan, ’selama tidak dalam masalah maksiat. Jika diperintahkan dalam masalah maksiat, tidak boleh ditaati.’
Dan kita tahu, aturan lalu lintas, bukan termasuk maksiat kepada Allah.

Semua Bisa Jadi Pahala

Memahami keterangan di atas, sebagai mukmin kita selayaknya bersyukur. Ternyata yang kita alami, tidak ada yang disia-siakan oleh Allah. Semua bisa menjadi sumber pahala. Ketika anda berhenti di lampu merah, atau anda memakai helm, atau anda tidak melanggar marka, atau anda mengikuti rambu lalu lintas, yakini bahwa anda melakukan semua itu, dalam rangka mengamalkan perintah Allah dan Rasul-Nya yang menyuruh kita untuk taat kepada aturan pemerintah dalam hal yang bukan maksiat. Dengan demikian, anda dianggap sedang melakukan ibadah kepada Allah.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)


Read more https://konsultasisyariah.com/22308-taat-lalu-lintas-termasuk-ibadah.html