بسم
الله الرحمن الرحيم
Ada sebuah keluarga saleh yang sampai disebut
namanya dalam Al Qur'an. Itulah keluarga Imran.
Imran dan istrinya ingin sekali mempunyai anak.
Keduanya pun berdoa kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala agar Dia mengaruniakan
kepada keduanya keturunan yang saleh, maka Allah mengabulkan permohonannya,
sehingga istri Imran pun mengandung, dan ia bernadzar agar anaknya yang masih
di perut itu setelah lahirnya menjadi anak yang berkhidmat (memberikan pelayanan)
di Masjid Al Aqsha dan mengurusnya. Tetapi ketika anaknya yang lahir itu
ternyata wanita, maka istri Imran berkata,
"Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya
seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu;
dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah
menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya serta anak-anak
keturunannya dari setan yang terkutuk." (Terj. QS. Ali Imran: 36)
Selanjutnya, istri Imran membawa Maryam ke
Masjidil Aqsha agar dibesarkan di sana serta dibina di atas takwa, akhlak yang
mulia dan beribadah kepada Allah Ta'ala dari sejak kecil.
Lalu Nabi Zakariya maju untuk mengurusnya dan
mendidiknya. Ketika itu, Nabi Zakariya adalah seorang tukang kayu yang makan
dari hasil pekerjaannya itu, akan tetapi orang-orang tidak setuju terhadapnya,
bahkan masing-masing orang menginginkan untuk mengurus Maryam, masing-masing
mereka merasa lebih berhak untuk mengurusnya, maka bangkitlah salah seorang
Ahli ibadah untuk melerai perselisihan ini, ia berkata, "Saya menyarankan
kepada kalian untuk pergi bersama-sama ke sungai lalu melempar pena-pena
kalian ke dalamnya, pena yang berjalan
melawan arus itulah yang pemiliknya berhak mengurus Maryam dan memperoleh
keutamaan mengurusnya."
Orang-orang pun sepakat dengan usulan ini dan
mereka pun pergi ke sungai serta melempar pena-penanya, maka pena-pena itu
hilang terbawa arus selain milik Nabi Zakariya. Pena miliknya saja yang
berjalan melawan arus, dan ternyata Nabi Zakariya yang berhak mengurus Maryam.
Mulailah Nabi Zakariya mengurus Maryam, ia pun
memberikan tempat khusus baginya di masjid untuk membesarkannya, demikian pula
memberikan mihrab khusus baginya untuk ia beribadah di masjid. Maryam pun
beribadah dalam masjid itu dalam waktu yang lama dan tidak meninggalkan tempat
itu kecuali sedikit.
Nabi Zakariya sering mengunjunginya untuk
mengurusnya, dan setiap kali Nabi Zakariya masuk menjenguknya, maka Beliau
menemukan ada makanan di dekat Maryam, ia mendapatkan di sana buah-buahan dan
aneka macam makanan yang tidak ada di waktu itu, maka Nabi Zakariya heran
terhadapnya dan bertanya kepada Maryam, "Wahai Maryam, dari makanan
makanan ini?" Maryam menjawab, "Makanan itu dari sisi Allah.
Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa
hisab." (lihat QS. Ali Imran: 37)[1]
Ketika itu, Nabi Zakariya telah berusia tua dan
tidak memiliki keturunan, akan tetapi ketika ia melihat bahwa Allah memberikan
kepada Maryam berbagai makanan yang tidak ada di waktu itu, maka ia pun mengetahui,
bahwa Allah Mahakuasa mengaruniakan kepadanya seorang anak meskipun istrinya
sebagai seorang yang mandul dan dirinya sudah tua. Nabi Zakariyya pun berpaling
dari Maryam dan menghadap kepada Allah Ta'ala untuk berdoa, ia berkata, "Ya
Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya
Engkau Maha Mendengar doa." (Lihat Ali Imran: 38)
Maka pada suatu hari, saat Nabi Zakariyya
beribadah dan bertasbih di mihrabnya, turunlah malaikat kepada Beliau
memberitahukan tentang pengabulan Allah terhadap doanya, dan bahwa Allah akan
mengaruniakan kepadanya seorang anak yang bernama Yahya, dan ia akan menjadi
Nabi yang saleh. Maka Nabi Zakariya merasa heran terhadap berita itu, yakni
bagaimana ia dapat memperoleh anak sedangkan usianya telah tua dan istrinya
seorang yang mandul? Maka malaikat memberitahukan,
Allah berfirman, "Hal itu adalah mudah
bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di
waktu itu) belum ada sama sekali." (Lihat Maryam: 9)
Selanjutnya Nabi Zakariya meminta kepada Allah
suatu tanda yang menunjukkan bahwa istrinya akan hamil, maka Allah memberikan
tanda itu, yaitu dengan menjadikan lisannya tidak dapat berbicara selama tiga
hari padahal Beliau dalam keadaan sehat, dan dalam keadaan itu ia diperintahkan
banyak berdzikr dan beribadah kepada Allah di waktu pagi dan petang (Lihat Ali
Imran: 41). Allah Subhaanahu wa Ta'ala juga menerangkan kepadanya, bahwa
apabila ia ingin berbicara dengan kaumnya, maka ia berbicara dengan isyarat,
dan Allah menyuruhnya untuk memerintahkan kaumnya bertasbih di waktu pagi dan
petang (lihat Maryam: 11).
Selang beberapa waktu, lahirlah Nabi Yahya
'alaihis salam setelah ditunggu-tunggu dan dirindukan kehadirannya, dan dengan
adanya Yahya, Allah menyejukkan pandangan Nabi Zakariyya dan membuatnya
bergembira. Maka Nabi Zakariyya bersimpuh di hadapan Allah dalam mihrabnya
melakukan shalat dan bersujud kepada Allah Azza wa Jalla serta bersyukur
kepada-Nya atas nikmat itu. Peristiwa ini mengingatkan kepada kita agar kita
tidak berputus asa dari karunia Allah dan rahmat-Nya, dan bahwa Allah mampu
mengadakan sesuatu tanpa sebab, serta mengingatkan kepada kita agar bersyukur
kepada Allah Ta'ala ketika mendapatkan nikmat.
Disebutkan, bahwa Nabi Zakariya wafat karena
dibunuh oleh Bani Israil, namun ada pula yang menyatakan bahwa Beliau wafat tidak
dibunuh, wallahu a'lam.
Allah memuji Nabi Zakariya dengan firman-Nya,
"Dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang
shaleh." (Terj. QS. Al An'aam: 85)
Wallahu a'lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa
Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Al Qur'anul Karim, Mausu'ah Al Usrah Al Muslimah (www.islam.aljayyash.net), Shahih
Qashashil Anbiya' (Ibnu Katsir, Takhrij Salim Al Hilali), dll.