Syaikh Salim Bin Ied Al Hilaly dan Syaikh Ali Bin Hasan Bin Ali Bin Abdul Hamid
Keutamaannya
sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al Quran Al Karim
yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan
dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Ummat Islam yang
mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak
pula menancapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini (malam
Lailatul Qodar/Nuzul Qur’an, red), akan tetapi mereka bangun di malam
harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah.
Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur’aniyah dan hadits-hadits Nabawiyyah yang shahih yang menjelaskan tentang malam tersebut.
1. Keutamaan Malam Lailatul Qadar
Cukuplah
untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui
bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman (yang
artinya),
[1] Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. [2] Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? [3] Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. [4] Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. [5] Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. [QS Al Qadar: 1 - 5]
Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan nan penuh hikmah,
[3]Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. [4] Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, [5] (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, [6] sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS Ad Dukhoon: 3 - 6]
2. Waktunya
[3]Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. [4] Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, [5] (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, [6] sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS Ad Dukhoon: 3 - 6]
2. Waktunya
Diriwayatkan
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa malam tersebut terjadi
pada malam tanggal 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam bulan Ramadhan.
(Pendapat-pendapat yang ada dalam masalah ini berbeda-beda, Imam Al
Iraqi telah mengarang satu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr
bidzkri Lailatul Qadar, membawakan perkatan para ulama dalam masalah
ini, lihatlah).
Imam
Syafi’i berkata, "Menurut pemahamanku, wallahu a’lam, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan
kepada beliau, "Apakah kami mencarinya di malam hari?", beliau menjawab,
"Carilah di malam tersebut.". (Sebagaimana dinukil al Baghawi dalam
Syarhus Sunnah 6/388).
Pendapat
yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadr itu pada malam
terakhir bulan Ramadhan, berdasarkan hadits ‘Aisyah radiyallahu ‘anha,
dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda, (yang artinya)
"Carilah malam Lailatur Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan." (HR Bukhari 4/255 dan Muslim 1169)
Jika
seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari
tujuh hari terakhir, karena riwayat Ibnu Umar (dia berkata): Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya." (HR Bukhari 4/221 dan Muslim 1165).
Ini menafsirkan sabdanya (yang artinya), "Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, maka barangsiapa ingin mencarinya, carilah pada tujuh hari yang terakhir." (Lihat maraji’ diatas).
Telah
diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para
sahabat. Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada malam Lailatul
Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda, "Aku keluar
untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Laitul Qadar, tetapi
fulan dan fulan (dua orang) berdebat hingga diangkat tidak bisa lagi
diketahui kapan lailatul qadar terjadi), semoga ini lebih baik bagi
kalian, maka carilah pada malam 29, 27, 25 (dan dalam riwayat lain: tujuh, sembilan, lima)." (HR Bukhari 4/232).
Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan di malam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum, sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan daripada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah. Maka dengan ini, cocoklah hadits-hadits tersebut, tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisahkan.
Kesimpulannya, jika seseorang muslim mencari malam Lailatul Qadar, carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir, 21, 23, 25, 27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari ppada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25, 27 dan 29. Wallahu a’lam.
Paling benarnya pendapat lailatul qadr adalah pada tanggal ganjil 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan, yang menunjukkan hal ini adalah hadits Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah beri’tikaf pada 10 terakhir pada bulan Ramadhan dan berkata, "Selidikilah malam lailatul qadr pada tanggal ganjil 10 terakhir bulan Ramadhan."
3. Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar
Sesungguhnya
malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk
mendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan
(baginya). Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang
yang diharamkan (untuk mendapatkannya). Oleh karena itu, dianjurkan bagi
muslimin (agar) bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk
menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan
pahalaNya yang besar, jika (telah) berbuat demikian (maka) akan
diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari 4/217 dan
Muslim 759).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Barangsiapa
berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan
mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu." (HR Bukhari 4/217 dan Muslim 759)
Disunnahkan
untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari
sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, (dia) berkata, "Aku bertanya, Ya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apa pendapatmu jika aku tahu
kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan?"
Beliau menjawab, "Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii.
Ya Allah, Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta
ampunan, maka ampunilah aku." (HR Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850),
dari Aisyah, sanadnya shahih. Lihat syarahnya Bughyatul Insan fi
Wadhaifi Ramadhan, halaman 55-57, karya ibnu Rajab al Hanbali).
Saudaraku
-semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk
mentaatiNya - engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul
Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan sholat) pada
sepuluh malam hari terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi
wanita, perintahkan kepada istrimu dan keluargamu untuk itu dan
perbanyaklah amalan ketaatan.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, "Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya (menjauhi wanita yaitu istri-istrinya karena ibadah, menyingsingkan badan untuk mencari Lailatul Qadar), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya." (HR Bukhari 4/233 dan Muslim 1174).
Juga dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, (dia berkata), "Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir), yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya." (HR Muslim 1174).
4. Tanda-tandanya
Ketahuilah
hamba yang taat -mudah-mudahan Allah menguatkanmu dengan ruh dariNya
dan membantu dengan pertolonganNya- sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar
seorang muslim mengetahuinya.
Dari Ubay radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tanpa sinar menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi." (HR Muslim 762).
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda (yang artinya), "Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan, seperti syiqi jafnah." (HR Muslim 1170. Perkataannya "Syiqi Jafnah", syiq artinya setengah, jafnah artinya bejana. Al Qadli ‘Iyadh berkata, "Dalam hadits ini ada isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan.")
Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "(Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan." (HR Thayalisi (349), Ibnu Khuzaimah (3/231), Bazzar (1/486), sanadnya hasan).
Dikutip dari Sifat Puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Penerbit Pustaka Al-Mubarok (PMR)
penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H. Judul asli "Shifat shaum an Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii Ramadhan" Bab "Malam Lailatul Qadar" Penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid Penerbit Al Maktabah Al Islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H.
Edisi Indonesia