Friday, June 26, 2015

Tujuan Al-Qur`an Diturunkan

Tujuan Al-Qur`an Diturunkan

Bismillah Assalamu Alaikum



Al-Qur`an merupakan satu-satunya kitab suci yang paling terjaga keasliannya. Ia adalah kitab yang memberikan petunjuk kepada siapa saja yang menginginkannya. Ia membawa kebahagiaan yang sempurna bagi siapa saja yang mengharapkannya. Ia adalah kitab yang tidak habis keajaiban-keajaibannya. Ia memang layak disebut sebagai satu-satunya kitab yang paling sempurna.
Sejarah telah membuktikan, ketika umat Islam mengikuti petunjuk-petunjuknya dan mempraktikkannya secara total dalam kehidupan, maka dengan cepat mereka menjadi umat yang terbaik dan menjadi penguasa dunia. Namun, sejarah juga membuktikan, ketika umat Islam mulai meninggalkan ajaran-ajarannya, mereka mengalami kehinaan dan kemunduran, bahkan hingga saat ini.
Jika pada zaman dulu para sahabat tidak berpindah dari satu ayat ke ayat berikutnya hingga telah memahaminya, maka sekarang ini seringkali kita menyaksikan Al-Qur`an hanya dijadikan lantunan dan lagu-lagu yang indah dan dijadikan penghias acara-acara tertentu. Seolah-olah tujuan umat Islam hanyalah membaca Al-Qur`an, tanpa mentadaburi makna-maknanya. Meminjam istilah Syaikh Muhammad al-Ghazali, mereka belajar untuk membaca dan bukan membaca untuk belajar! Padahal Allah swt berfirman,
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.” (Shad: 29)

Sesuai dengan ayat ini, Al-Qur`an diturunkan agar ditadaburi maknanya dan agar diambil pelajaran-pelajarannya. Hal ini menuntut agar orang mukmin memahami makna-maknanya, tidak hanya sekadar membaca. Cara memahami makna-maknanya dapat melalui terjemahnya yang sudah terpercaya atau melalui tafsir-tafsir Al-Qur`an bagi yang sudah menguasai bahasa Arab.

Kendala lainnya, seruan untuk taklid terhadap ulama yang menyebabkan umat Islam jauh dari Al-Qur`an dan Sunnah. Hal ini diperparah dengan ta’ashub dengan pendapat-pendapat ulama. Akibatnya Al-Qur`an hanya menjadi hiasan dan tempat mencari berkah. Jika ada orang yang mengikuti dalil, baik dari Al-Qur`an maupun hadits, dianggapnya sebagai mujtahid! Sesungguhnya ada perbedaan antara ijtihad, ittiba’ dan taklid. Ijtihad itu tugas seorang mujtahid, yakni menggali hukum peristiwa baru melalui dalil-dalil syara’. Adapun ittiba’ itu mengikuti dalil dan ini tidak harus mujtahid. Sementara taklid adalah mengikuti pendapat tanpa mengetahui dalilnya.

Yang jelas, Allah memerintahkan kepada kita untuk mengikuti Al-Qur`an dan Sunnah dan kita wajib memenuhi itu sesuai dengan kemampuan kita. Janganlah kita ta’ashub kepada suatu mazhab, sesungguhnya ta’ashub itu terlarang. Mazhab lain pun jika memiliki dalil yang shahih, sementara mazhab yang kita ikuti memiliki dalil yang lemah dalam kasus tertentu, hendaknya kita mengikuti mazhab yang berdasarkan dalil yang shahih itu.

Untuk itu, marilah kita berusaha melaksanakan perintah Allah dalam ayat di atas, yaitu menghayati ayat-ayat Al-Qur`an dan mengambil pelajaran darinya. Hal itu karena Al-Qur`an dapat menjadi petunjuk, apabila kita dapat menghayati ayat-ayatnya dan mengambil pelajaran darinya. Mari kita baca terjemahnya jika kita tidak mampu memahaminya secara langsung, atau mengaji kepada orang yang ahli atau membuka langsung tafsir-tafsirnya. Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada kita semua. Amin.