بسم
الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
Kiamat, amma ba’du:
Allah Azza wa Jalla
berfirman,
وَالتِّينِ
وَالزَّيْتُونِ (1) وَطُورِ سِينِينَ (2)
وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ (3) لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ
فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ
سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ (6) فَمَا
يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ (7) أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ
الْحَاكِمِينَ (8)
"Demi
(buah) Tin dan (buah) Zaitun,--Dan demi bukit Sinai,--Dan demi kota (Mekah) ini
yang aman,--Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya--Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya
(neraka),--Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka
bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya.--Maka apa yang menyebabkan kamu
mendustakan (hari) pembalasan setelah (adanya keterangan-keterangan)
itu?--Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?" (QS. At Tiin: 1-8)
Kajian mufradat (kosa kata)
Firman Allah Ta'ala "Tin,"
menurut sebagian mufassir adalah tempat tinggal Nabi Nuh, yaitu Damaskus yang
banyak pohon Tin; sedangkan Zaitun adalah Baitul Maqdis yang banyak
tumbuh Zaitun. Ada pula yang menafsirkan, bahwa Tin adalah masjid Nabi
Nuh 'alaihis salam yang berada di atas bukit Judi. Menurut Mujahid, bahwa Tin
di ayat ini adalah buah Tin, sedangkan Zaitun adalah buah yang biasa
diperas. Menurut Abu Bakar Al Jaza'iri, bahwa Zaitun adalah buah yang
daripadanya dikeluarkan minyak.
Firman Allah Ta'ala "Thursinin"
maksudnya bukit Sinai, yaitu tempat Nabi Musa 'alaihis salam menerima wahyu
dari Allah Azza wa Jalla.
Adapun maksud firman Allah
Ta'ala "Kota yang aman" dalam ayat di atas adalah kota Mekkah,
sebagaimana yang dinyatakan Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Al Hasan, Ibrahim An
Nakha'i, Ibnu Zaid, dan Ka'ab Al Ahbar. Allah menyatakan bahwa kota Mekkah
adalah kota yang aman adalah karena ia adalah tanah haram tidak boleh terjadi
peperangan di sana. Oleh karena itu, siapa saja yang mendatanginya, maka ia
akan berada dalam keamanan.
Sebagian ulama berkata,
"Tempat yang tiga ini, pada masing-masingnya Allah mengutus seorang nabi
dan rasul yang termasuk rasul ulul 'azmi para pemilik syariat yang besar."
Tempat dimana banyak pohon
Tin dan Zaitun adalah Baitulmaqdis, yang di sana Allah Subhaanahu wa Ta'ala
mengutus Nabi Isa 'alaihis salam. Di bukit Sinai, Allah Azza wa Jalla berbicara
langsung dengan Nabi Musa 'alaihis salam dan mengangkatnya sebagai rasul,
sedangkan di kota yang aman (Mekkah), Allah mengutus Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam.
Dengan demikian, Allah Subhaanahu
wa Ta'ala bersumpah dengan tempat-tempat yang mulia ini, dari tempat yang
mulia, lalu ke tempat yang lebih mulia daripada sebelumnya, kemudian tempat
yang lebih mulia daripada keduanya.
Firman Allah Ta'ala "Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,"
maksudnya dalam rupa dan bentuk yang sebaik-baiknya, dengan perawakan yang
sempurna dan beranggotakan badan yang indah. Ayat ini dan setelahnya adalah jawabul
qasam (isi sumpahnya).
Firman Allah Ta'ala,
"Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya,"
maksudnya adalah neraka, sebagaimana yang dinyatakan oleh Mujahid, Abul
'Aliyah, Al Hasan, Ibnu Zaid, dan lain-lain. Maksud ayat ini adalah setelah
penciptaan yang bagus ini dan penampilan yang indah, lalu tempat kembali mereka
ke neraka jika mereka tidak taat kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya. Oleh
karena itulah, pada ayat setelahnya Allah berfirman, "Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala
yang tidak putus-putusnya."
Dengan demikian ayat di
atas seperti firman Allah Ta'ala di surat Al 'Ashr ayat 1-3.
Menurut Ibnu Abbas, maksud
firman Allah Ta'ala, "Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang
serendah-rendahnya," adalah Dia mengembalikan mereka kepada usia yang
paling buruk (pikun). Abu Bakar Al Jaza'iriy juga berpendapat demikian, ia
berkata, "Yakni kembali kepada usia yang paling buruk sehingga ia pun
pikun, dan keadaannya menjadi tidak tahu lagi yang sebelumnya tahu."
Meskipun demikian, menurut
Ikrimah, orang yang menghimpun Al Qur'an (menghapalnya), maka tidak akan
dikembalikan kepada usia yang paling buruk.
Menurut Al Jaza'iriy
ketika menafsirkan ayat di atas, bahwa apa yang dilakukan oleh orang-orang yang
beriman, berupa menjalankan kewajiban dan amalan sunat, semua ketataan dan
berbagai bentuk ibadah, maka tidak akan putus pahalanya meskipun mereka telah
tua dan tidak sanggup lagi melakukannya secara maksimal ketika telah tua dan
pikun, berbeda dengan orang kafir dan fasik, maka mereka tidak memiliki amal
yang berlanjut, kecuali mereka yang mencontohkan keburukan, maka dosanya tidak
akan berhenti ketika orang-orang mengikutinya.
Firman Allah Ta'ala,
"Maka apa yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan setelah
(adanya keterangan-keterangan) itu?" kata "kamu" di sini
adalah anak cucu Adam (manusia). Sedangkan kata "Ad Diin" adalah hari
pembalasan di akhirat. Yakni engkau tahu, bahwa engkau diciptakan sebelumnya,
maka yang menciptakan kamu sebelumnya, tentu mampu mengulangi lagi penciptaan
lagi setelahnya. Oleh karena itu, atas dasar apa kamu mendustakan hari
pembalasan?
Firman Allah Ta'ala,
"Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?" Maksudnya bukankah
Allah hakim yang seadil-adilnya yang tidak pernah berbuat zalim, dimana di
antara keadilan-Nya Dia mengadakan hari pembalasan, yang di sana orang-orang
yang terzalimi dibela-Nya.
Kajian umum tafsir surat At Tiin
Abu Bakr Al Jaza'iriy
dalam Aisarut Tafasir berpendapat, bahwa isi sumpah Allah Azza wa Jalla
mengandung bukti kekuasaan, ilmu, dan rahmat-Nya, dimana hal ini menghendaki
untuk beriman kepada Allah, mentauhidkan-Nya, dan beriman kepada pertemuan
dengan-Nya. Inilah yang diingkari oleh penduduk Mekkah ketika itu.
Keadaan manusia yang
dicipta dengan bentuk dan rupa yang sebaik-baiknya menunjukan kekuasaan Allah
Azza wa Jalla dan ilmu-Nya, dan bahwa Dia mampu membangkitkan manusia yang
telah mati.
Hal ini juga menghendaki
manusia untuk mensyukuri nikmat yang besar ini. Meskipun begitu, manusia tidak
mensyukuri nikmat ini; dia tidak beriman kepada Allah dan tidak mau mengikuti
Rasul-Nya, tidak mentauhidkan-Nya dan tidak beriman kepada kebangkitan sehingga
Allah Subhaanahu wa Ta'ala mengembalikan dia kepada keadaan yang paling rendah
yang sebelumnya mulia.
Kemuliaan manusia di atas makhluk yang lain
Di samping keadaan manusia
yang diciptakan Allah dalam bentuk dan rupa yang sebaik-baiknya, Allah Azza wa
Jalla juga memuliakan dan melebihkan manusia di atas makhluk lainnya, Dia
berfirman,
وَلَقَدْ
كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم
مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا
تَفْضِيلاً
"Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak cucu Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan." (QS.
Al Israa': 70)
Bayangkan, semua yang ada
di bumi, baik hewan maupun tumbuhan, Allah berikan untuk manusia, Dia
berfirman,
هُوَ الَّذِي
خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً
"Dialah
Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu." (QS. Al Baqarah: 29)
Nikmat-nikmat Allah terus
mengalir kepada manusia siang dan malam, di setiap waktu dan setiap saat dari
mulai ia lahir ke dunia hingga meninggalkannya. Kalau seandainya manusia mau
menghitung nikmat-nikmat yang Allah berikan, maka mereka tidak akan sanggup
menghitungnya. Allah berfirman,
وَآتَاكُم مِّن
كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ
الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
"Dan
Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan
kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, kamu tidaklah dapat menjumlahkannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat
Allah)." (QS.
Ibrahim: 34)
Belum lagi dengan nikmat
hidayah yang Dia turunkan agar mereka tidak tersesat. Sungguh banyak nikmat
yang Allah berikan kepada manusia.
Bahkan, Allah memuliakan
manusia sampai pada saat mereka meninggal dunia, Dia berfirman,
ثُمَّ أَمَاتَهُ
فَأَقْبَرَهُ
"Kemudian
Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur," (QS. Abasa: 21)
Coba perhatikan,
makhluk-makhluk yang lain, banyak yang ketika mati dibiarkan begitu saja tidak
dimasukkan ke dalam kubur.
Namun sangat disayangkan sekali,
banyak manusia yang tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang begitu
banyak ini; perintah-perintah Allah ditinggalkan, sedangkan
larangan-larangan-Nya malah dikerjakan. Maka termasuk keadilan Allah, jika
kemudian Dia mengembalikan manusia yang tidak bersyukur itu kepada ke tempat
yang paling rendah (neraka), wal 'iyadz billah.
Siapakah orang yang paling mulia?
Sebagian manusia mengira,
bahwa orang yang mulia adalah orang yang kaya raya, orang yang memiliki pangkat
dan kedudukan, orang yang terkenal, dan sebagainya, padahal di sisi Allah,
orang yang mulia di sisi-Nya adalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya. Allah
Azza wa Jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Wahai
manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah adalah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al Hujurat: 13)
Kesimpulan surat At Tiin
1.
Manfaat
buah Tin dan Zaitun, dan anjuran menanam dua pohon ini serta memperhatikannya.
2.
Keutamaan
Syam dan Mekkah. Syam meliputi Suriah, Yordania, Palestina, dan Libanon.
3.
Karunia
Allah kepada manusia dengan menjadikannya dalam bentuk dan rupa yang
sebaik-baiknya.
4.
Karunia
Allah kepada seorang muslim, yaitu ketika Dia memanjangkan usianya, lalu ia
menjadi tua dan pikun, maka amal yang biasa dikerjakan di masa mudanya tetap
dicatat oleh-Nya.
Hal ini sejalan dengan
yang disebutkan dalam hadits,
«إِذَا مَرِضَ
العَبْدُ، أَوْ سَافَرَ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا»
"Apabila seorang hamba sakit atau bersafar, maka akan
dicatat amal yang biasa dikerjakan ketika mukim dan sehat." (HR. Bukhari)
5.
Martabat
manusia tetap eksis ketika beriman dan beramal saleh atau bertakwa.
6.
Anjuran
mengucapkan "Balaa wa anaa 'ala dzaalika minasy syahidin"
setelah membaca surat At Tiin. (Namun hadits yang menjelaskan perintah
mengucapkan hal ini didhaifkan oleh Al Albani, lihat Sunan Abi Dawud
1/234 Maktabah 'Ashriyyah, Shaida Beirut).
Wa
shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Maktabah Syamilah versi 3.45, Al Mishbahul Munir fi
Tahdzib Tafsir Ibnu Katsir (Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri), Aisarut
Tafasir (Abu Bakar Al Jaza'iri), Tafsir Juz 'Amma (Musa'id Ath
Thayyar), dll.