Tuesday, June 16, 2015

Fatwa Puasa

,
Fatwa Puasa

Ada pendapat yang menyerukan penyatuan matla’ (tempat munculnya hilal) dengan matla’ penduduk Makkah, tujuannya untuk menyatukan umat Islam dalam memasuki bulan Ramadhan yang diberkahi dan lainnya, maka bagaimanakah pendapat syaikh tentang hal ini?

Jawaban beliau : 
Hal ini dari segi “ilmu falak” adalah mustahil, karena matla’-matla’ hilal sebagaimana dikatakan syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (semoga Allah merahmati beliau) berbeda sesuai dengan kesepakatan ahli ilmu dalam masalah ini, dan jika berbeda, maka dalil nash dan dalil “nadzari” (pengamatan terhadap alam) mengharuskan untuk menjadikan pada setiap negeri mempunyai hukum dalam menentukan hal ini.
Adapun dalil nash, Allah berfirman :

Barang siapa hadir (di negeri kalian) diantara kalian di hari itu hendaklah berpuasa (Al Baqarah : 185)

Andai saja manusia dipenghujung bumi tidak melihat hilal sedangkan penduduk Makkah menyaksikannya, maka bagaimanakah dihadapkan firman diatas kepada mereka yang tidak melihat hilal? Sedang Nabi bersabda :
“Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya”. (Bukhari dan Muslim)

Misalnya jika penduduk Makkah melihat hilal, maka bagaimana kita mengharuskan penduduk negeri Pakistan dan negeri-negeri timur lainnya untuk berpuasa, padahal kita mengetahui bahwa hilal belum muncul di ufuk mereka, dan Nabi memberi penjelasan untuk berpuasa dan berbuka adalah dengan melihat (hilal).

Adapun dalil “nadzari” adalah analogi yang benar yang tidak mungkin untuk ditentang, kita mengetahui bahwasanya fajar terbit dari arah timur bumi sebelum bagian barat bumi, maka jika fajar terbit pada bagian timur, apakah mengharuskan kita untuk menahan tidak makan dan minum sedangkan kita berada pada malam hari? Jawabnya : tidak. Dan jika matahari tenggelam di bagian timur, akan tetapi kita berada pada siang hari maka apakah boleh bagi kita untuk berbuka? Jawabnya : tidak. 

Jika demikian halnya maka hilal sebagaimana matahari, hilal menentukan bulan sedang matahari menentukan hari. Dan Yang berfirman : 

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma‘af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri‘tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (al-Baqarah : 187)

Dialah pula Yang berfirman :
“Karena itu barangsiapa diantara kalian hadir dibulan itu maka hendaklah berpuasa pada bulan itu”. (al-Baqarah : 185)

Dari dalil Nash dan dalil “nadzari” mengharuskan untuk menjadikan setiap tempat ada hukum khusus padanya dalam hal-hal yang berhubungan dengan puasa dan berbuka, dan hal itu diikat dengan tanda-tanda yang dapat dicapai oleh panca indera yang Allah tetapkan dalam kitab-Nya, dan yang telah Nabi-Nya jadikan dalam sunnah-sunnahnya yaitu terlihatnya bulan, matahari dan fajar.
Maraji':
Diterjemahkan dari “Fatawa Arkanul Islam” hal 145-147.

Ditulis Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin