Bismillah Assalamu Alaikum
PADA Perang Uhud, Rasulullah Saw kehilangan banyak para sahabatnya yang memiliki banyak hafalan Al-Quran. Mereka gugur sebagai syuhada di medan jihad itu. Menjelang perang berikutnya, Rasulullah Saw memerintahkan agar tidak semua umat Islam menjadi prajurit tempur di medan laga, namun harus ada sebagian yang khusus mendalami ilmu, tafaqquh fid-din, termasuk menghafal Al-Quran. Instruksi Rasulullah Saw itu berlandaskan wahyu:
“Tidak sepatutnya bagi mu’minin itu pergi semuanya . Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (Q.S. Al-Taubah/9 :122)
Demikian pula pada masa kekhilafahan Abu Bakar As-Shiddiq r.a, tepatnya pada perang Yamamah, dimana sekitar tujuh puluh sahabat Rasulullah Saw, para penghafal Al-Quran gugur menjadi syuhada. Kemudian Umar bin Khattab r.a berinisiatif dan kemudian berdiskusi dengan para sahabat seperti Abu Bakar r.a kemudian Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib serta menunjuk sahabat Zaid bin Tsabit sebagai juru tulis wahyu untuk mengumpulkan Al-Quran dalam bentuk mushaf. Singkatnya, dengan mengumpulkan para penghafal Al-Quran dan dengan seleksi yang ketat akhirnya Al-Quran tahap demi tahap berhasil dikumpulkan dalam bentuk mushaf terutama di masa kekhilafahan Utsman bin Affan r.a
Kilasan sejarah Islam di atas hanyalah salah satu bukti, betapa para “penjaga ilmu Islam”, termasuk di dalamnya penghafal Al-Quran –karena Al-Quran merupakan sumber utama ajaran Islam– menempati posisi mulia. Allah Swt memang menjamin, Dialah yang menjaga Al-Quran sebagaimana Dia pula yang menurunkannya sebagai pedoman hidup hamba-hamba-Nya. Namun, Allah juga memilih orang-orang khusus sebagai “khalifah”-Nya dalam menjaga kemurnian dan kemuliaan Kalam-Nya, yakni para penghafal Al-Quran (Huffazh).
Penghafal Al-Quran merupakan orang-orang terpilih di antara hamba-hamba Allah Swt. Mereka ibarat pasukan elite dan khas, sebagai “pasukan khusus pengawal Al-Quran”, dan tentu saja dengan imbahan kemuliaan, keberkahan, atau pahala yang “elite” dan “khas” pula.
Allah menjamin tidak akan ada yang mampu memalsukan Al-Quran, bahkan satu ayat pun, sebagaimana tidak akan ada manusia dan jin yang mampu membuatnya. Jaminan Allah itu diberikan karena akan selalu hadir para penghafal Al-Quran dari zaman ke zaman. Kesalahan sedikit pun, disengaja ataupun tidak disengaja, akan langsung diketahui dan dikoreksi.
Menghafal Al-Quran itu mudah, tidak susah. Allah Swt sendiri yang menegaskannya, berkali-kali. Jadi, siapa pun, dalam usia berapa pun, dapat dengan mudah menjadi seorang penghafal Al-Quran (Hafizh), asalkan mampu memenuhi syarat dan menjalani proses, tahapan demi tahapan. Wallahu a’lam.