Thursday, April 9, 2015

Panjangkan Sumbumu...!!!

 Panjangkan Sumbumu...!!!

Bismillah Assalamu Alaikum

Pernah nggak sih ngerasain punya temen yang gampang marah, tersinggung, ngambek, or semacamnya? Gimana rasanya?  Or jangan-jangan kita sendiri termasuk salah satunya? Well, tulisan kali ini sedikit mengupas tentang salah satu perasaan yang lekat dalam pribadi setiap manusia, yaitu marah?

Apa Itu Marah?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, marah berarti sangat tidak senang (karena dihina, tidak diperlakukan sepantasnya dsb). Sedangkan secara psikologi, marah lebih berupa sebuah perasaan dan bentuk perlawanan jiwa seseorang ketika mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai, tidak disukai, merasa tertekan, sehingga memunculkan bentuk penolakan dalam bentuk wajah, mimik, dan perilaku.

Memang, dalam setiap sendi kehidupan, ada begitu banyak hal yang bisa memicu kemarahan seseorang, meskipun harus diakui bentuknya relatif sesuai dengan persepsi serta kondisi kejiwaan masing-masing orang. Ada pemicu yang memang wajar jika seseorang menjadi marah. Tapi tak jarang pula hal-hal yang sebenarnya biasa saja justru bisa membuat seseorang tak hanya marah, namun juga ngamuk tak karuan.

Terlepas dari apakah hal-hal tersebut memang pantas mengundang emosi marah, yang jelas marah itu sendiri seolah mengendalikan kehidupan kita. Lihat saja, betapa banyak berita yang kita baca tentang seseorang yang mampu untuk saling bunuh hanya untuk masalah yang sepele seperti karena uang Rp 50 ribu. Belum lagi, setiap terbit kebijakan baru dari pemerintah, sikap yang diperlihatkan pertama-tama adalah mempertanyakan, mempermasalahkan, mengeluhkannya, bahkan tak jarang melakukan penolakan secara berlebihan

Hal yang sama pun terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Guru yang tidak adil, suami yang pulang malam, istri yang tidak mampu mengurus rumah tangga, anak yang nakal dan malas, anak buah yang lamban, atasan yang pilih kasih dan seterusnya. Itulah beberapa hal-hal yang mudah sekali memicu marah kita.

Beberapa hal di antaranya memang pantas mengundang marah, namun yang lainnya adalah produk pribadi kita yang mudah emosi, karena satu dan lain hal. Sehingga, disadari atau tidak kita sudah menjadi budak yang dikendalikan rasa marah.



Mengapa Kita Mudah Marah?

Menurut Charles Spielberger Ph.D, seorang psikolog spesialis dalam studi tentang kemarahan, kemarahan adalah keadaan emosional yang intensitasnya bervariasi dari iritasi ringan hingga kemarahan yang intens dan balas dendam. Seperti halnya emosi yang lain, rasa marah dibarengi perubahan-perubahan biologis dan fisiologis, seperti detak jantung, tekanan darah, dan hormonal.

Rasa marah bisa disebabkan baik oleh peristiwa eksternal maupun internal. kita bisa marah karena ulah atasan atau bawahan di kantor, atau karena suatu kejadian tertentu seperti kemacetan lalu lintas, namun bisa juga disebabkan problem yang ada dalam diri kita sendiri, masa lalu kita atau pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan lainnya yang terekam dalam ingatan, sehingga dapat memicu kemarahan pada suatu saat tertentu, tanpa peristiwa eksternal yang signifikan.

Mengapa orang tertentu bisa lebih pemarah dibanding orang lain? Menurut Jerry Deffenbacher Ph.D, seorang psikolog yang mengkhususkan diri dalam anger management, ada orang-orang tertentu yang terlahir mudah marah dibanding dengan orang-orang rata-rata lainnya. Ada bayi-bayi yang terlahir dengan mudah menangis terhadap absennya hal-hal yang diharapkannya, misalnya susu yang datang terlambat, menangis semalaman, dan hal itu telah terlihat semenjak usia dininya.

Faktor lain adalah sociocultural. Orang yang dibesarkan dalam lingkungan yang pemarah, belajar bahwa untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, atau menghindari apa yang tidak diinginkannya dengan cara marah. Penelitian menunjukkan bahwa latar belakang keluarga memainkan peranan penting dalam menumbuhkan rasa marah seseorang. Umumnya, orang yang mudah marah berasal dari keluarga yang destruktif, kacau dan kurang terampil dalam mengomunikasikan emosinya.

Ada pula orang-orang tertentu yang tidak memperlihatkan marahnya secara terbuka dan ekspresif namun cenderung menggerutu sendiri. Orang yang mudah marah juga tidak selalu melempar-lempar barang atau mengucapkan kata-kata mutiara (baca : sumpah serapah) kepada orang lain. Kadang kala mereka mengasingkan diri secara sosial, atau menjadi sakit secara fisik.

Pada umumnya orang yang mudah marah memiliki toleransi yang rendah terhadap frustrasi, merasa tidak pantas mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya dari orang lain, mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari orang lain. Misalnya terhadap kesalahan kecil yang diperbuatnya, atau akibat kesalahpahaman.

Cara yang biasa dan alami dilakukan untuk menyalurkan marah adalah dengan berperilaku agresif. Sayang, dengan menyalurkan seluruh atau sebagian amarah dengan cara itu, kontrol sosial berlaku bagi diri kita. Norma-norma sosial, hukum-hukum yang berlaku, dan akal sehat akan memberikan batasan-batasan yang boleh atau tidak.

Jangan buru-buru menyalahkan keadaan atau orang lain sebagai penyebab kemarahan kita. Sebab, faktor internal dalam diri kita ternyata memegang peranan penting dalam menentukan perilaku tersebut.

Jadi, apabila kondisinya memang parah, untuk apa menghindari marah? Apakah perlu marah itu dihindari? Adalah normal apabila seseorang marah sesekali. Bahkan, menyalurkan marah dan bukan memendamnya adalah perilaku yang sehat emosional dan sangat manusiawi. Apabila kemarahan tersebut tidak dapat dikendalikan lagi, bahkan bersifat destruktif baik bagi diri sendiri maupun orang lain, hal itu bisa menjadi sumber masalah, seperti masalah di kantor, di rumah, dan secara umum mempengaruhi kualitas hidup kita. Bahkan, hal itu dapat membuat kita merasa, bahwa kita berada di bawah pengaruh emosi yang tidak dapat diduga sebelumnya dan sangat kuat mendikte perilaku kita.

anda ingin solusi mengatasi kemarahan banyaklah berdzikir dan segera ambil wudhu bila marah anda sedang memuncak