Saturday, March 28, 2015

Mencari-Cari Ketergelinciran Ulama

Mencari-Cari Ketergelinciran Ulama

Sejelek-jelek hamba Allāh subḥānahu wa ta’ālā adalah mereka yang memungut masalah-masalah ganjil untuk menipu para hamba Allāh subḥānahu wa ta’ālā.
(Ḥasan Al-Baṣri)

Disebutkan dalam sebuah kisah, Ismā’īl Al-Qāḍī raḥimahullāh pernah mendatangi khalifah Abbasiyyah ketika itu. Kemudian, disuguhkan kepada beliau sebuah kitab yang berisi keringanan dan ketergelinciran para ulama. Setelah membacanya, beliau berkomentar, “Penulis kitab ini adalah zindiq, karena orang yang membolehkan minuman memabukkan tidaklah membolehkan nikah mu’tah (nikah kontrak), dan orang yang membolehkan nikah mut’ah tidak membolehkan nyanyian. Tidak ada seorang ‘ālim (orang berilmu-ed) pun kecuali memiliki ketergelinciran. Barangsiapa memungut semua kesalahan ulama, niscaya akan hilang agamanya.”
Akhirnya, buku ini diperintah untuk dibakar.” (Adz-Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’)
—–
Ternyata, sikap memanfaatkan ketergelinciran ulama untuk bermudah-mudahan dalam beragama terjadi pula di zaman sekarang. Kita dapati ada orang membolehkan musik karena mengikuti pendapat Ibnu Hazm. Ada pula yang bertukar foto untuk ta’aruf antara laki-laki dan perempuan, dengan alasan ada ulama yang tidak mengharamkan fotografi. Ada juga yang menganggap boleh-boleh saja jika wanita menikah tanpa wali karena mengikuti pendapat Hanafiyyah. Demikian seterusnya, dikumpulkanlah segenap pendapat-pendapat ulama yang menguntungkan hawa nafsu semata. Padahal, sejak zaman dulu, para ulama sudah memberikan peringatan akan bahaya melakukan perbuatan seperti ini. Sulaimān At-Taimi raḥimahullāh berkata,
“Apabila Engkau mengambil setiap ketergelinciran ulama, telah berkumpul pada dirimu seluruh kejelekan.”
Perlu diperhatikan oleh setiap pemuda muslim bahwa sikap mencari-cari kesalahan ulama (dan memanfaatkan kesalahan tersebut untuk kepentingan hawa nafsunya) memiliki banyak dampak negatif. Imam Asy-Syāṭibi raḥimahullāh (dalam Al-Muwafaqāt) menyebutkannya sebagai berikut:
  1. Keluar dari agama, karena tidak mengikuti dalil, tetapi mengikuti perselisihan
  2. Meremehkan agama
  3. Mencampuradukkan pendapat sehingga keluar dari ijma’ ulama
  4. Meninggalkan sesuatu yang maklum menuju sesuatu yang bukan maklum
  5. Merusak undang-undang politik syar’i yang dibangun di atas keadilan sehingga aan mengakibatkan kerusakan.
Akhirnya, semoga setiap pemuda muslim punya rasa takut kepada Allah ta’ālā dan ingat bahwa kelak setiap perbuatan akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allāh, sehingga tidak menggampangkan diri untuk mencari-cari ketergelinciran dan keringanan ulama serta menyebarkan pendapat-pendapat ganjil, agar sesuai dengan hawa nafsunya.
Ibnul Qayyim raḥimahullāh (dalam Al-Wābiluṣ Ṣayyib) berkata,
“Termasuk tanda-tanda pengagungan perintah dan larangan adalah dengan tidak mencari-cari keringanan sehingga dia terjerumus pada batas yang menjadikannya tidak lurus di atas jalan yang lurus.”

(Kutipan perkataan salaf dalam artikel ini mengambil dari tulisan Ustaż Abū ’Ubaidah Yūsuf As-Sidawī, “Benang Tipis antara Kemudahan Islam dan Kemudahan Modern”, Majalah Al-Furqon, edisi 9 Rabi’uts-Tsani 1431).
—-
sumber ilustrasi gambar: http://ht.ly/dVJTQ