Dr. Anas Karzun
Ketika
seorang penuntut ilmu telah mendalam dalam mencari ilmu dan telah
terbuka baginya pintu-pintu ilmu, maka dia (tetap) butuh akan tambahan
ilmu, berlomba-lomba mencarinya, dan bersemangat dalam memperbanyak
ilmu.
Sungguh Allah telah
memerintahkan Rasul-Nya yang mulia Sholallahu ‘Alaihi Wasallam agar
berdoa meminta tambahan ilmu. Allah berfirman (yang artinya), "Dan katakanlah, "Ya Tuhanku tambahkanlah kepadaku ilmu (yaitu ilmu syar’i)"."(Thaha:114)
Dan
Rasul Sholallahu ‘Alaihi Wasallam menganjurkan umatnya agar
memperbanyak ilmu dan bersemangat mencari tambahan ilmu walaupun umurnya
telah tua sampai pemiliknya masuk ke jannah (maksudnya: mencari ilmu itu sampai meninggal dunia dan tempatnya seorang mu’min di akhirat adalah surga).
Al
Imam At Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Sa’id Radhiyallahu ‘Anhu, dari
Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda (yang artinya), "Seorang mu’min tidak akan kenyang dari kebaikan yang dia dengar sampai tempat berakhirnya adalah jannah."(Hadits Riwayat Tirmidzi no 2686, dan beliau berkata: hadits hasan gharib)
Maka
Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam menjadikan kegairahan/keinginan dalam
ilmudan cinta padanya termasuk konsekuensi-konsekuensi iman dan termasik
di antara sifat-sifat orang beriman. Dan beliau mengabarkan bahwa hal
ini (gairah terhadap ilmu dan cinta padanya) akan ada pada seorang
mu’min sampai dia masuk jannah.(Miftaahu Daaris Sa’aadah karya Ibnul Qayyim 1/74)
Al
Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah (dalam Miftaahu Daaris Sa’aadah 1/74)
meriwayatkan beberapa atsar yang menerangkan semangat Salafush Shalih
dalam mencari ilmu, diantaranya:
Dari Al Imam Ahmad Bin Hanbal Rahimahullah, beliau berkata, "Sesungguhnya aku mencari ilmu sampai aku dimasukkan ke dalam kubur"
Al
Hasan ditanya tentang seorang yang berumur 80 tahun, "Apakah dia masih
layak mencari ilmu?" Beliau menjawab, "Jika ia masih layak hidup (maka
dia layak mencari ilmu)."
Dikatakan kepada Ibnu
Bustham, "Betapa semangatnya engkau dalam mencari hadits." Maka beliau
berkata, "Tidakkah engkau suka kalau aku termasuk ke dalam deretan
keluarga Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam?"
Apabila
keadaan hikmah itu seperti barang yang hilang dari seorang mu’min. Maka
wajib baginya untuk mencarinya. Dan hikmah adalah ilmu, maka jika
seorang mu’min kehilangan ilmu, dia seperti keadaan orang yang
kehilangan harta yang berharga. Maka jika ia menemukannya, hatinya akan
mantap dan jiwanya akan bergembira.(Miftaahu Daaris Sa’aadah).
Di
antara wasiat Luqman Al Hakim kepada anaknya, "Wahai anakku, duduklah
bersama ulama dan mendekatlah kepada mereka dengan kedua lututmu, karena
sesungguhnya Allah akan menghidupkan hati-hati (manusia) dengan cahaya
hikmah sebagaimana Allah menghidupkan bumi yang mati (kering) dengan
hujan yang deras." (Diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam Al Muwatha’,
Bab Maa Jaa’a fii Thalabil ‘Ilmi. Lihat Tanwiirul Hawaalik Syarh
Muwatha’ Al Imam Malik 3/161)
Ketika Muadz bin
Jabal Radhiyallahu ‘Anhu didatangi kematian, beliau berkata, "Selamat
datang kematian, selamat datang tamu yang datang dengan suatu hajat. Ya
Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak suka untuk tetap
berada di dunia dalam rangka melintasi sungai-sungai dan menanam
pepohonan. Akan tetapi aku suka tinggal di dunia untuk merasakan
kepayahan di malam yang panjang, merasakan haus di bawah terik matahari
pada hari yang sangat panas, dan mendekati ulama dengan
kendaraan-kendaraan di dalam majelis dzikir (majelis ilmu -Red)" (Jaami’
Bayanil ‘Ilmi karya Ibnu Abdil Barr 1/51). Yakni majelis ilmu.
Berkata
Sa’id bin Jubair Rahimahullah, "Seseorang tetap dikatakan ‘alim selama
dia tetap belajar. Maka apabila dia meninggalkan belajar dan merasa
cukup dengan ilmu yang ada padanya, maka dia adalah orang yang paling
bodoh." (Tadzkiratus Saami’ wal Mutakallim karya Ibnu Jamaa’ah hal.
183).
Dan demikianlah, yang akan menguatkan
seorang penuntut ilmu yaitu dengan menjadikan semangat yang pertama kali
adalah mencari ilmu, meminta tambahan ilmu, selalu bersungguh-sungguh
dan rajin mencarinya, bersemangat untuk menghadiri majelis-majelis para
ulama’ dan mentelaah kitab-kitab ilmu serta menguasainya.
Al
Imam An Nawawi Rahimahullah berkata, "Selayaknya seseorang untuk
senantiasa bersungguh-sungguh dalam menyibukkan diri dengan ilmu baik
dengan cara membaca, dibacakan, ataupun membacakan kepada orang lain,
menelaah, memberikan catatan-catatan, membahas, mudzakarah (mempelajari
dan Muroja’ah/mengulang pelajaran), dan menulisnya. Dan janganlah dia
merasa sombong sehingga tdak mau belajar kepada orang yang di bawahnya
dari sisi umur, nasab, atau kemahsyuran. Bahkan hendaknya ia bersemangat
untuk mendapatkan faidah dari orang yang memilikinya."(Al Majmuu’ 1/29)
Beliau
juga berkata, "Dan termasuk diantara adab-adab seorang penuntut ilmu
yang ditekankan adalah hendaklah dia bersemangat dalam belajar,
menekuninya di seluruh waktu-waktu yang memungkinkan baginya, dan
janganlah merasa cukup dengan ilmu yang sedikit dalam keadaan dia mampu
untuk mencari yang banyak, namun jangan memaksakan diri mencari apa-apa
yang dia tidak tidak mampu agar tidak menjadikannya di bosan dan
menghilangkan ilmu yang telah dia dapatkan. Dan hal ini berbeda-beda
sesuai dengan perbedaan manusia dan keadaannya." (At Tibyaan fii Aadaabi
Hamalatl Qur’aan hal. 41)
Demikianlah yang
selayaknya dimiliki oelh seorang penuntut ilmu yaitu senantiasa
bersemangat dan rajin. Karena dikatakan (dalam sebuah syair): Sesuai dengan usaha yang engkau berikan, maka engkau akan mendapatkan apa yang engkau angan-angankan (Ta’liimul Muta’allim Thariiq At Ta’allum karya Az Zarnuji hal 88)
Dan
hendaklah dia mempunyai semangat dalam mencari ilmu, memperbanyak
menelaah ilmu yang bermacam-macam, dan janganlah mencukupkan dengan
sebagiannya saja. Terlebih khusus jika ilmu tersebut mempunyai hubungan dengan
ilmu syar’i, seperti ilmu bahasa Arab.
Dinukil dari kitab Aadaabu Thaalibil ‘ilmi halaman 73-76
Sumber: Bulletin Dakwah Islam Al Wala’ Wal Bara’ edisi 11 Maret 2005
Sumber: Bulletin Dakwah Islam Al Wala’ Wal Bara’ edisi 11 Maret 2005