Pertanyaan
Di beberapa kesempatan ketika rukuk dalam shalat saya keliru mengucapkan dzikir. Saya keliru mengucapkan subhana rabbiy al-a’la sehingga menggantikan ucapan subhana rabbiy al-’azhim. Kekeliruan serupa juga terkadang terjadi ketika saya sujud dan saya baru menyadarinya setelah mengucapkan dzikir tersebut. Apakah saya berkewajiban melakukan sujud sahwi? Jika wajib, kapankah sujud itu dilakukan, sebelum atau sesudah salam?
Jawaban
Segala puji bagi Allah
Pertama yang ingin kami sampaikan adalah seorang yang mengucapkan subhana rabbiy al-a’la ketika rukuk atau mengucapkan subhana rabbiy al-’azhim ketika sujud memiliki dua kondisi.
Kondisi pertama
Orang tersebut segera mengetahui bahwa dia keliru dalam mengucapkan dzikir kemudian mengucapkan subhana rabbiy al-’azhim sebelum bangkit dari rukuk atau segera mengucapkan subhana rabbiy al-a’la sebelum bangkit dari sujud. Pada kondisi ini, orang tersebut tidaklah wajib melakukan sujud sahwi, karena dia tidaklah meninggalkan suatu kewajiban. Akan tetapi, dia sekedar dianjurkan melakukan sujud sahwi karena mengucapkan dzikir tidak pada tempatnya.
Kondisi kedua
Orang tersebut mengetahui kekeliruannya setelah bangkit dari rukuk atau sujud. Maka, dalam kondisi demikian dia wajib melaksanakan sujud sahwi karena dia telah meninggalkan suatu kewajiban. Dan dalam kondisi ini sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Sebelumnya telah disebutkan perihal berbagai faktor penghalang untuk melaksanakan sujud sahwi pada soal-jawab nomor 7743.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan,
إذا أتى بقول مشروع في غير موضعه، فإنه يسن له أن يسجد للسهو، كما لو قال: “سبحان ربي الأعلى” في الركوع، ثم ذكر فقال: “سبحان ربي العظيم” فهنا أتى قول مشروع وهو “سبحان ربي الأعلى”، لكن “سبحان ربي الأعلى” مشروع في السجود، فإذا أتى به في الركوع قلنا: إنك أتيت بقول مشروع في غير موضعه، فالسجود في حقك سنة
“Apabila seorang mengucapkan dzikir shalat tidak pada tempatnya, maka dia disunnahkan (dianjurkan) untuk melakukan sujud sahwi. Contohnya seperti seorang yang mengucapkan subhana rabbiy al-a’la ketika rukuka kemudian (sebelum bangkit dari rukuk) dia teringat akan kekeliruannya dan mengucapkan subhana rabbiy al-’azhim. Pada kasus ini, orang tersebut mengucapkan dzikir yang masyru’, yaitu subhana rabbiy al-a’la padahal dzikir tersebut seharusnya diucapkan ketika sujud. Maka apabila seseorang mengucapkannya ketika rukuk, kami katakan bahwa anda telah mengucapkan dzikir shalat tidak pada tempatnya, dan anda disunnahkan melakukan sujud sahwi.” [Asy-Syarh al-Mumti' 3/359].
Asy-Syaikh Ib Jibrin rahimahullah mengatakan,
أما إذا أتى بقول مشروع في غير محله سهواً فإنها لا تبطل..، فإذا قرأ وهو جالس أو تشهد وهو قائم، .. أو قال: سبحان ربي الأعلى وهو راكع، أو سبحان ربي العظيم وهو ساجد، أي أنه أتى بسنة في غير محلها مع أنها مشروعة، فإنه يسن له السجود ولا يجب؛ لأن هذا من جملة أذكار الصلاة، وهي لا تبطل بتعمده
“Adapun jika seseorang mengucapkan dzikir tidak pada tempatnya karena lupa, maka hal ini tidaklah membatalkan shalat. Dengan demikian, apabila seseorang membaca surat sementara dia lagi duduk , mengucapkan tasyahhud ketika dia sedang berdiri, mengatakan subhana rabbiy al-a’la ketika rukuk atau mengucapkan subhana rabbiy al-’azhimketika sujud, maksudnya dia mengerjakan sesuatu yang disyari’atkan namun dilakukan tidak pada tempatnya. Maka dalam kondisi demikian, dia disunnahkan melakukan sujud sahwi. Dalam kondisi ini, sujud sahwi bukanlah suatu kewajiban karena apa yang diucapkannya itu masih termasuk dzikir shalat dan jika diucapkan tidak pada tempatnya meski dengan sengaja hal itu tidaklah membatalkan shalat [Syarh Akhshar al-Mukhtasharat].
Kedua, apabila orang yang melaksanakan shalat berposisi sebagai makmum dan melakukan apa yang telah disebutkan di atas, maka di akhir shalat dia (disunnahkan) melakukan sujud sahwi jika dia masbuk. Jika dia mengikuti imam dari awal shalat (dan melakukan hal di atas), maka dia tetap salam bersama imam dan tidak ada kewajiban sujud sahwi atasnya.
Asy-Syaikh Ibnu’Utsaimin rahimahullah mengatakan,
إذا سها المأموم في صلاته، ولم يكن مسبوقا، أي أدرك جميع الركعات مع إمامه، كما لو نسي أن يقول: سبحان ربي العظيم في الركوع، فإنه لا سجود عليه؛ لأن الإمام يتحمله عنه، لكن لو فرض أن المأموم سها سهوا تبطل معه إحدى الركعات كما لو ترك قراءة الفاتحة نسياناً، فهنا لابد أن يقوم إذا سلم الإمام ويأتي بالركعة التي بطلت من أجل السهو، ثم يتشهد ويسلم ويسجد بعد السلام .
أما إذا سها المأموم في صلاته، وكان مسبوقاً، فإنه يسجد للسهو، سواء كان سهوه في حال كونه مع الإمام، أو بعد القيام لقضاء ما فاته؛ لأنه إذا سجد لم يحصل منه مخالفة لإمامه حيث إن الإمام قد انتهى من صلاته
“Apabila makmum lupa dalam shalatnya dan dia tidak masbuk, maksudnya dia mendapati seluruh raka’at bersama imam kemudian dia lupa mengucapkan subhana rabbiy al-’azhim ketika rukuk, maka tidak ada kewaji ban sujud sahwi atasnya karena imam yang akan menanggungnya. Akan tetapi, jika makmum lupa mengerjakan sesuatu yang apabila tidak dikerjakan akan membatalkan salah satu raka’at seperti dia lupa membaca surat al-Fatihah, maka dalam kondisi ini dia wajib berdiri kembali ketika imam telah salam untuk menyempurnakan raka’at yang telah batal tadi kemudian dia bertasyahhud dan sujud setelah salam.
Adapun jika makmum lupa dalam shalatnya dan dia dalam kondisi masbuk, maka dia melakukan sujud sahwi, baik lupanya itu terjadi ketika dirinya shalat bersama imam atau terjadi ketika dia berdiri menyempurnakan shalat. (Dia boleh melakukannya) karena jika dia melakukan sujud sahwi dirinya tidak dianggap menyelisihi imam karena imam telah selesai melaksanakan shalatnya. [Lihat Risalah fi Ahkam Sujud as-Sahwi karya Asy-Syaikh Ibnu'Utsaimin rahimahullah dan lihat pula soal-jawab nomor 35909].
Walllahu a’lam.
sumber : http://islamqa.com/ar/ref/170072