Seorang thullabul 'ilmi (penuntut ilmu) wajib menghormati guru (ustadz) yang telah mengajarnya, wajib beradab dengan akhlak yang mulia, dan juga harus berterima kasih kepada guru yang telah mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepadanya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Tidak termasuk golongan kami; orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak seorang ulama." [1]
Syaikh al-'Allamah 'Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di rahimahullah berkata, "Seorang penuntut ilmu harus memperbaiki adabnya terhadap gurunya, memuji Allah yang telah memudahkan baginya dengan memberikan kepadanya orang yang mengajarkannya dari kebodohan, menghidupkannya dari kematian (hati)nya, membangunkannya dari tidurnya, serta mempergunakan setiap kesempatan untuk menimba ilmu darinya. Hendaklah ia memperbanyak do'a bagi gurunya, baik ketika ada maupun ketika tidak ada. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Barangsiapa telah berbuat kebaikan padamu, maka balaslah kebaikannya itu. Jika engkau tidak mendapati apa yang dapat membalas kebaikannya itu, maka berdo'alah untuknya hingga engkau menganggap bahwa engkau benar-benar telah membalas kebaikannya." [2]
Adakah kebaikan yang lebih agung daripada kebaikan ilmu? Padahal setiap kebaikan akan terputus kecuali kebaikan ilmu, nasihat, dan bimbingan.
Setiap masalah yang dimanfaatkan oleh setiap manusia dan orang yang mengambil ilmu darinya, maka manfaatnya akan diperoleh oleh orang yang mengajarkannya dan juga penuntut ilmu, serta orang lain. Sebab, hal itu adalah kebaikan yang senantiasa mengalir kepada pemiliknya."
Berikut ini adalah adab-adab penuntut ilmu terhadap syaikh, ustadz, maupun guru. Mari kita perhatikan baik-baik dan mengamalkan nasihat yang bermanfaat ini.
Pertama
Sebelum menuntut ilmu, hendaklah seorang pelajar melihat dan ber-istikharah kepada Allah tentang orang yang akan dijadikannya sebagai guru, yaitu orang yang kelak akan diteladani akhlak dan adabnya. Jika memungkinkan, hendaklah ia belajar kepada seorang yang sempurna keahliannya, terwujud rasa simpati dalam dirinya, nampak kehormatannya, dikenal sikap 'iffah (menjaga kehormatan)nya, dan telah terkenal hafalannya karena yang demikian itu lebih baik dalam proses belajar dan lebih baik dalam mendatangkan pemahaman. [3]
Kedua
Menghormatinya dan memuliakan kedudukannya, baik ketika ada maupun ketika tidak ada. Yang demikian itu karena mulianya kedudukannya di sisi Allah Ta'ala dan dia termasuk pewaris Nabi Muhammadshallallahu 'alaihi wa sallam.
Ketiga
Memulai mengucapkan salam, meminta izin ketika akan duduk atau pergi dari majelis ilmu karena ada keperluan.
Keempat
Hendaklah ia duduk di majelis ilmu dengan cara duduk seorang pelajar, dengan penuh adab, dan tidak duduk sambil bersandar (menyender ke dinding) atau dengan membelakanginya.
Kelima
Berbaik sangka apabila guru memberikan hukuman kepadanya, dan hendaklah ia mengetahui bahwa hal itu dilakukan untuk suatu kebaikan, bukan karena balas dendam. Seorang penuntut ilmu harus sabar menghadapi gurunya yang sedang marah. Janganlah ia meninggalkan gurunya karena dengan begitu ia telah kehilangan kebaikan yang banyak dari warisan para Nabi 'alaihimush shalaatu was salam berupa ilmu yang bermanfaat.
Imam Ibnu Jama'ah rahimahullah mengatakan, "Sebagian ulama salaf berkata, 'Siapa yang tidak sabar terhadap kehinaan dalam belajar, maka sisa umurnya ada pada kebutaan dan kebodohan. Dan siapa yang sabar terhadap hal itu, maka urusannya akan menjangkau kemuliaan dunia dan akhirat.'" [4]
Imam as-Syafi'i rahimahullah berkata dalam sya'irnya,
Bersabarlah atas pahitnya perilaku kasar sang guru,
karena melekatnya ilmu dengan menyertainya.
Siapa yang belum merasakan kehinaan belajar sesaat,
ia akan mereguk hinanya kebodohan sepanjang hayat.
Siapa yang tidak belajar di masa mudanya,
bertakbirlah empat kali atas kematiannya.
Hidupnya seorang pemuda -demi Allah-
adalah dengan ilmu dan ketakwaan.
Sebab, jika keduanya tidak ada padanya,
maka tiada lagi jati dirinya. [5]
Keenam
Tidak boleh sombong atau malu untuk bertanya kepada gurunya; dan hendaklah ia beradab yang baik ketika berbicara dengan gurunya.
Ketujuh
Mengikuti akhlak baik, perilaku yang terpuji, dan amal shalih gurunya. Tidak ada larangan untukmenasihatinya apabila ia melakukan kesalahan dan hendaklah dilakukan dengan penuh adab (lemah lembut) dan tidak melampaui batas.
Kedelapan
Mendatangi majelis ilmu lebih awal dari gurunya.
Imam Ibnu Jama'ah rahimahullah mengatakan, "Hendaklah seorang penuntut ilmu datang lebih awal ke tempat belajar daripada gurunya, tidak terlambat hingga gurunya dan para jama'ah yang hadir telah duduk. Hendaklah beradab ketika menghadiri pelajaran, yaitu menghadirinya dengan penampilan yang paling baik dan bersih. Dan hendaklah ia menahan diri dari tidur, mengantuk, tertawa, dan selainnya." [6]
Kesembilan
Seorang penuntut ilmu harus berusaha memperhatikan apa yang disampaikan guru, berusaha untukmemahami dan mengamalkan nasihatnya, berbuat baik kepada guru dan berusaha untuk membalas kebaikannya. Juga jangan menyusahkan guru, bahkan kita wajib membantu dengan lisan, tenaga, harta, dan apa yang ada pada kita, dan kita tawarkan bantuan tersebut dengan ikhlas. Jangan membicarakan aib guru, bahkan wajib
untuk menutup aibnya serta mendo'akan agar gurunya istiqamah di jalan yang benar.
_______________________________
Footnotes:
[1] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (V/323) dan al-Hakim. Lihat Shahih al-Jami'ish Shaghir (no. 5443)
[2] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/98-99), Abu Dawud (no. 1672), an-Nasa'i (V/82), al-Bukhari dalam Adabul Mufrad (no. 216), Ibnu Hibban (no. 3400 - at-Ta'liqatul Hisan), al-Hakim (I/412, II/13) dan ath-Thayalisi (no. 2007), dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma. Lihat Silsilah ash-Shahihah (no. 254)
[3] Lihat Tadzkiratus Saami' (hal. 113)
[4] Tadzkiratus Saami' (hal. 140)
[5] Diiwan Imam asy-Syafi'i (hal 164-165)
[6] Tadzkiratus Saami' (hal. 300-302) secara ringkas.
[6] Tadzkiratus Saami' (hal. 300-302) secara ringkas.
*********************************************************
Disarikan dari buku:
Panduan Menuntut Ilmu karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas