Sebagai seorang manusia adalah sebuah keharusan untuk mencari uang guna kelangsungan hidupnya, mereka harus membeli makanan dan minuman sehari-hari yang menjadi masalah apakah uang yang didapatkan dari jalan yang halal atau haram. Sebagian muslim tidak mempedulikan apa yang masuk dalam perutnya. Asal enak dan ekonomis, akhirnya disantap. Tidak tahu manakah yang halal, manakah yang haram. Padahal makanan, minuman dan hasil nafkah dari yang haram sangat berpengaruh sekali dalam kehidupan seorang muslim, bahkan untuk kehidupan akhiratnya setelah kematian. Baik pada terkabulnya do’a, amalan sholehnya dan kesehatan dirinya bisa dipengaruhi dari makanan yang ia konsumsi setiap harinya. Oleh karena itu, seorang muslim begitu urgent untuk mempelajari halal dan haramnya makanan. Dan yang kita bahas kali ini adalah seputar pengaruh makanan yang haram bagi diri kita. Moga bermanfaat.
Pertama: Makanan haram mempengaruhi do’a
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ ».
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: 'Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' Dan Allah juga berfirman: 'Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.'" Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku." Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do'anya?" (HR. Muslim no. 1015)
Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada Sa’ad,
أطب مطعمك تكن مستجاب الدعوة
“Perbaikilah makananmu, maka do’amu akan mustajab.” (HR. Thobroni dalam Ash Shoghir. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if jiddan sebagaimana dalam As Silsilah Adh Dho’ifah 1812)
Ada yang bertanya kepada Sa’ad bin Abi Waqqosh,
“Apa yang membuat do’amu mudah dikabulkan dibanding para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya?” “Saya tidaklah memasukkan satu suapan ke dalam mulutku melainkan saya mengetahui dari manakah datangnya dan dari mana akan keluar,” jawab Sa’ad.
Dari Wahb bin Munabbih, ia berkata,
من سرَّه أنْ يستجيب الله دعوته ، فليُطِب طُعمته
“Siapa yang bahagia do’anya dikabulkan oleh Allah, maka perbaikilah makanannya.”
Dari Sahl bin ‘Abdillah, ia berkata,
من أكل الحلال أربعين يوماً أُجيبَت دعوتُه
“Barangsiapa memakan makanan halal selama 40 hari, maka do’anya akan mudah dikabulkan.”
Yusuf bin Asbath berkata,
بلغنا أنَّ دعاءَ العبد يحبس عن السماوات بسوءِ المطعم .
“Telah sampai pada kami bahwa do’a seorang hamba tertahan di langit karena sebab makanan jelek (haram) yang ia konsumsi.”
Gemar melakukan ketaatan secara umum, sebenarnya adalah jalan mudah terkabulnya do’a. Sehingga tidak terbatas pada mengonsumsi makanan yang halal, namun segala ketaatan akan memudahkan terkabulnya do’a. Sebaliknya kemaksiatan menjadi sebab penghalang terkabulnya do’a.
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Melakukan ketaatan memudahkan terkabulnya do’a. Oleh karenanya pada kisah tiga orang yang masuk dan tertutup dalam suatu goa, batu besar yang menutupi mereka menjadi terbuka karena sebab amalan yang mereka sebut. Di mana mereka melakukan amalan tersebut ikhlas karena Allah Ta’ala. Mereka berdo’a pada Allah dengan menyebut amalan sholeh tersebut sehingga doa mereka pun terkabul.”
Wahb bin Munabbih berkata,
العملُ الصالحُ يبلغ الدعاء ، ثم تلا قوله تعالى : { إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُه }
“Amalan sholeh akan memudahkan tersampainya (terkabulnya) do’a. Lalu beliau membaca firman Allah Ta’ala, “Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir: 10)
Dari ‘Umar, ia berkata,
بالورع عما حرَّم الله يقبلُ الله الدعاء والتسبيحَ
“Dengan sikap waro’ (hati-hati) terhadap larangan Allah, Dia akan mudah mengabulkan do’a dan memperkanankan tasbih (dzikir subhanallah).”
Sebagian salaf berkata,
لا تستبطئ الإجابة ، وقد سددتَ طرقها بالمعاص
“Janganlah engkau memperlambat terkabulnya do’a dengan engkau menempuh jalan maksiat.” (Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, 1: 275-276)
Kedua: Rizki dan makanan halal mewariskan amalan sholeh
Rizki dan makanan yang halal adalah bekal dan sekaligus pengobar semangat untuk beramal shaleh. Buktinya adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
"Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thoyyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mu’minun: 51). Sa’id bin Jubair dan Adh Dhohak mengatakan bahwa yang dimaksud makanan yang thoyyib adalah makanan yang halal (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 10: 126).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta'ala pada ayat ini memerintahkan para rasul 'alaihimush sholaatu was salaam untuk memakan makanan yang halal dan beramal sholeh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal adalah pembangkit amal shaleh. Oleh karena itu, para Nabi benar-benar memperhatikan bagaimana memperoleh yang halal. Para Nabi mencontohkan pada kita kebaikan dengan perkataan, amalan, teladan dan nasehat. Semoga Allah memberi pada mereka balasan karena telah member contoh yang baik pada para hamba." (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 126).
Bila selama ini kita merasa malas dan berat untuk beramal? Alangkah baiknya bila kita mengoreksi kembali makanan dan minuman yang masuk ke perut kita. Jangan-jangan ada yang perlu ditinjau ulang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْخَيْرَ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ أَوَ خَيْرٌ هُوَ
"Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan. Namun benarkah harta benda itu kebaikan yang sejati?" (HR. Bukhari no. 2842 dan Muslim no. 1052)
Ketiga: Makanan halal bisa sebagai pencegah dan penawar berbagai penyakit
Allah Ta'ala berfirman,
وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
"Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang hanii’ (baik) lagi marii-a (baik akibatnya)." (QS. An Nisa': 4).
Al Qurthubi menukilkan dari sebagian ulama' tafsir bahwa maksud firman Allah Ta'ala “هَنِيئًا مَرِيئًا” adalah, "Hanii’ ialah yang baik lagi enak dimakan dan tidak memiliki efek negatif. Sedangkan marii-a ialah yang tidak menimbulkan efek samping pasca dimakan, mudah dicerna dan tidak menimbulkan peyakit atau gangguan." (Tafsir Al Qurthubi, 5:27). Tentu saja makanan yang haram menimbulkan efek samping ketika dikonsumsi. Oleh karenanya, jika kita sering mengidap berbagai macam penyakit, koreksilah makanan kita. Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.
Keempat: Di akhirat, neraka lebih pantas menyantap jasad yang tumbuh dari yang haram
Dari Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Siapa yang dagingnya tumbuh dari pekerjaan yang tidak halal, maka neraka pantas untuknya.” (HR. Ibnu Hibban 11: 315, Al Hakim dalam mustadroknya 4: 141. Hadits ini shahih kata Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 4519)
Lihatlah begitu bahayanya mengonsumsi makanan haram dan dampak dari pekerjaan yang tidak halal sehingga mempengaruhi do’a, kesehatan, amalan kebaikan, dan terakhir, mendapatkan siksaan di akhirat dari daging yang berasal dari yang haram.
[Allahummak-finaa bi halaalika ‘an haroomika, wa agh-ninaa bi fadh-lika ‘amman siwaak]
"Ya Allah, limpahkanlah kecukupan kepada kami dengan rizqi-Mu yang halal dari memakan harta yang Engkau haramkan, dan cukupkanlah kami dengan kemurahan-Mu dari mengharapkan uluran tangan selain-Mu.” (HR. Tirmidzi no. 3563 dan Ahmad 1: 153. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.[1]
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 17 Shafar 1433 H
Artikel Kajian Umum di Dammam, KSA, Jum’at 19 Shafar 1433 H
www.rumaysho.com
[1] Sebagian tulisan di atas adalah faedah dari tulisan Ustadz Dr. Muhammad Arifin Baderi di Majalah Pengusaha Muslim.