Dengan Menyebut nama Allah, Segala puji bagi Allah Robbul ‘Alamiin. Sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Amma ba’du.
Ketahuilah! Semoga Allah merahmati kita semua
bahwa jalan menuju ridho Allah memiliki musuh-musuh yang pandai bersilat lidah,
berilmu dan memiliki argumen. Oleh karena itu kita wajib mempelajari agama Allah
yang bisa menjadi senjata bagi kita untuk memerangi syaitan-syaitan ini, yang
pemimpin dan pendahulu mereka (baca: iblis) berkata kepada Robb-mu ‘azza wa
jalla:
لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ
ثُمَّ لاَتِيَنَّهُم مِّنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ
أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَآئِلِهِمْ وَلاَتَجِدُ أَكْثَرَهُمْ
شَاكِرِينَ
“Saya benar-benar akan (menghalang-halangi)
mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari
depan dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau akan
mendapati mereka kebanyakan tidak bersyukur (ta’at).”
(QS. Al A’raaf: 16-17)
Ketahuilah, sesungguhnya tentara Allah akan
senantiasa menang dalam argumen dan perdebatan sebagaimana mereka menang dengan
pedang dan senjata. Seorang muwahhid (orang yang bertauhid) yang menempuh jalan
(Allah) namun tanpa senjata (ilmu untuk membela
diri) amatlah mengkhawatirkan.
Allah ta’ala telah memberi nikmat kepada kita
dengan menurunkan kitab-Nya yang Dia jadikan:
تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً
وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Sebagai penjelas atas segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi kaum muslimin.” (QS. An Nahl: 89)
Tidak ada seorang pun pembawa kebatilan datang
dengan membawakan hujjah (demi membela kebatilannya) melainkan di dalam Al Quran
terdapat dalil yang membantahnya dan menjelaskan kebatilannya, sebagaimana
firman Allah ta’ala,
وَلاَيَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلاَّجِئْنَاكَ
بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
“Tidaklah orang-orang kafir itu datang
kepadamu (membawa) sesuatu yang (ganjil), melainkan Kami datangkan kepadamu
sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.”
(QS. Al Furqon: 33)
Termasuk ahlul bathil adalah ahlul bid’ah dan
para quburiyyin yang sesat mereka tinggalkan kewajiban ikhlas dalam beribadah
kepada Allah dan menyekutukan Allah dengan selain-Nya yaitu para nabi dan wali.
Mereka memiliki dalih-dalih. Untuk menjawabnya dapat ditempuh dua metode, secara
global dan rinci.
Jawaban Global
Allah ta’ala berfirman,
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ
مِنْهُ ءَايَاتُُ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتُُ
فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغُُ فَيَتَّبِعُونَ مَاتَشَابَهَ مِنْهُ
ابْتِغَآءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِ وَمَايَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ
اللهُ
“Dialah yang menurunkan Al Quran kepadamu. Di
antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok Al Quran dan
yang lain (ayat-ayat) mutasyabihaat. Adapun orang-orang yang di dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutsyabihaat
untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya. Padahal tidak ada yang
mengetahui takwilnya melainkan Allah.” (QS. Ali Imron:
7)
(Ayat muhkamat adalah Ayat yang jelas dan tegas
maksudnya dapat dipahami dengan mudah. Sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat
yang pengertiannya hanya diketahui oleh Allah. Termasuk pengertian ayat
mutasyaabih adalah ayat yang sukar untuk dipahami walaupun tidak menutup
kemungkinan ada yang dapat memahami karena ilmunya lebih mumpuni
-pent).
Dalam hadits shohih dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إذا رأيتم الذين يتبعون ما تشابه منه فألئك
الذين سمى الله فاحذرهم
“Jika engkau melihat ada orang yang mengikuti
ayat-ayat mutasyaabih dari Al Quran, maka mereka itulah yang disebutkan Allah
(dalam ayat itu), maka jauhilah mereka.” (HR. Bukhari
4547 dan Muslim 2665)
Nabi kita shallallahu
‘alaihi wa sallam memperingatkan kita agar menjauhi
orang yang mengikuti ayat mutasyabih dari Al Quran atau sunnah kemudian
membungkus kebatilannya dengan hal itu. Mereka inilah yang Allah sebutkan dalam
firman-Nya:
“Adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada
zaigh (condong kepada kesesatan).”
Sebab peringatan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
kekhawatiran beliau andai mereka menyesatkan kita dari jalan Allah disebabkan
mengikuti ayat mutasyaabih, maka beliau memperingatkan kita untuk menjauhi
mereka dan menjauhi jalan mereka.
Jawaban Rinci
1. Syubhat Pertama
“Kami tidaklah menyekutukan Allah. Kami
bersaksi bahwasanya tidak ada yang dapat menciptakan, memberi rezeki, memberi
manfaat dan menimpakan bahaya melainkan Allah semata tidak ada sekutu baginya.
Kami juga bersaksi bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dapat
memberi manfaat dan mencegah bahaya bagi dirinya. Akan tetapi kami ini adalah
orang yang bergelimang dosa, dan orang-orang shalih ini memiliki kedudukan di
sisi Allah, maka kami memohon ampunan Allah dengan perantara mereka.”
Jawaban:
Sesungguhnya orang-orang yang diperangi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam darahnya boleh ditumpahkan dan wanita-wanitanya boleh diperbudak,
mengakui hal tersebut. Mereka mengakui bahwa berhala-berhala mereka tidak dapat
mengatur sesuatu pun. Tetapi mereka hanya menginginkan jah (kedudukan) dan
syafaat mereka. Ternyata tauhid ini tidak berguna sedikit pun bagi
mereka.
Dan Allah ‘azza wa jalla mengatakan dalam
kitab-Nya:
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ
إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun
sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada sesembahan
yang hak melainkan Aku, maka sembahlah Aku (semata).”
(QS. Al Anbiyaa’: 25)
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ
إِلاَّلِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia
kecuali untuk beribadah kepada-Ku (semata).” (QS. Adz
Dzaariyaat: 56)
شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لآَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ
وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُوا الْعِلْمِ قَآئِمًا بِالْقِسْطِ لآَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ
الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada
sesembahan yang hak selain Dia. Dan para malaikat, orang-orang yang berilmu
(juga menyatakan yang demikian itu) dengan keadilan. Tidak ada sesembahan yang
hak melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imron: 18)
وَإِلاَهُكُمْ إِلَهُُ وَاحِدُُ لآَّإِلَهَ
إِلاَّ هُوَ الرَّحَمَنُ الرَّحِيمُ
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak
ada sesembahan yang hak melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al Baqoroh: 163)
فَإِيَّايَ فَاعْبُدُونَ
“Maka sembahlah aku semata.” (QS. Al Ankabut: 56)
Masih terdapat berbagai ayat lain yang
menunjukkan kewajiban mengesakan Allah ‘azza wa jalla dalam ibadah dan tidak
beribadah kepada seorang pun selain-Nya.
2. Syubhat Kedua
“Ayat-ayat yang telah disebutkan itu
diturunkan kepada mereka yang beribadah/menyembah patung/berhala. Sedangkan
orang-orang yang kami maksudkan adalah para wali bukan
patung/berhala.”
Jawaban:
Seorang yang beribadah kepada selain Allah maka
dia telah menjadikan sesembahannya tersebut watsan (berhala). Maka apakah
perbedaan antara orang yang beribadah kepada patung-patung dengan yang beribadah
kepada para nabi dan wali?!
Di antara orang-orang kafir terdapat orang yang
berdoa kepada patung untuk mendapatkan syafaat, dan di antara mereka juga ada
yang beribadah kepada para wali.
Dalil bahwa mereka beribadah/berdoa kepada wali
adalah perkataan mereka,
ُأوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ
إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka
sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka.” (QS. Al
Isra: 57)
Begitu pula mereka menyembah para nabi
sebagaimana kaum Nashara beribadah terhadap Al Masih Ibn Maryam. Dalilnya adalah
firman Allah ta’ala,
وَإِذْ قَالَ اللهُ يَاعِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ
ءَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّىَ إِلاَهَيْنِ مِن دُونِ اللهِ
قَالَ سُبْحَانَكَ مَايَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَالَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِن كُنتُ
قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلآَأَعْلَمُ مَا فِي
نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai
‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku dan
ibuku sebagai sesembahan selain Allah?’ ‘Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau,
tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku
pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa
yang ada dalam diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada dalam diri Engkau.
Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghoib.’” (QS. Al Maaidah: 116)
Demikian pula mereka menyembah para malaikat,
sebagaimana firman Allah ta’ala,
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ يَقُولُ
لِلْمَلاَئِكَةِ أَهَؤُلآءِ إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ
“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah
mengumpulkan mereka semua, kemudian Allah berfirman kepada malaikat: Apakah
mereka ini dahulu menyembah kamu?” (QS. As Saba’:
40)
Berdasarkan keterangan di atas tersingkaplah
kerancuan mereka yang beranggapan bahwa kaum musyrikin berdoa kepada
patung-patung sedangkan mereka berdoa kepada para wali dan orang shalih dari dua
sisi:
Sisi pertama: Anggapan mereka sama sekali tidak
benar, karena di antara kaum musyrikin pun ada yang berdoa/beribadah kepada para
wali dan orang shalih.
Sisi kedua: Sekiranya kita menganggap kaum
musyrikin tidak menyembah melainkan kepada patung semata, maka tidak ada bedanya
antara mereka yang menyembah para wali dan orang shalih dengan para musyrikin
karena mereka semua menyembah kepada sesuatu yang sama sekali tidak dapat
mendatangkan manfaat sama sekali.
Dari sini kita mengetahui bahwa Allah
mengkafirkan orang yang memiliki keyakinan yang aneh-aneh tentang patung atau
dengan orang shalih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerangi mereka karena kesyirikan ini, dan
sesembahan mereka yaitu para wali Allah dan orang shalih tidak mampu memberi
manfaat kepada mereka (Yakni memberi mereka pertolongan saat mereka diperangi
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam).
3. Syubhat Ketiga
“Kaum kuffar menghendaki dari patung-patung
itu untuk mendatangkan manfaat dan menolak mudhorot dari mereka. Sedangkan kami
tidak mengharapkan yang demikian itu kecuali kepada Allah dan orang-orang shalih
pun tidak memiliki kekuasaan dalam hal ini sedikit pun. Dan kami tidak
beri’tiqod kepada mereka, akan tetapi kami mendekatkan diri kepada Allah ‘azza
wa jalla dengan perantaraan mereka agar mereka menjadi pemberi syafaat bagi
kami.”
Jawaban:
Ucapan ini sama persis dengan ucapan
orang-orang kafir ketika Allah ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَآءَ
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى اللهِ زُلْفَى
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung
selain Allah (berkata): Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.”
(QS. Az Zumar: 3)
هَاؤُلآءِ شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللهِ
“Mereka inilah pemberi-pemberi syafaat bagi
kami di sisi Allah.” (QS. Yunus: 18)
4. Syubhat Keempat
“Kami tidak menyembah melainkan kepada Allah
semata, sedangkan iltija’ (berlindung) kepada orang shalih dan berdoa kepada
mereka bukanlah termasuk ibadah.”
Jawaban:
Ketahuilah bahwa Allah mewajibkanmu untuk
memaksudkan ibadah hanya kepada-Nya semata dan ini merupakan hak Allah yang
menjadi kewajiban manusia, Allah ta’ala berfirman:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً
إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdoalah kepada Robb-mu dengan merendahkan
diri dan dengan suara yang lirih. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas.” (QS. Al A’raaf: 55)
Doa adalah ibadah. Apabila doa termasuk ibadah
maka sesungguhnya berdoa kepada selain Allah adalah syirik kepada Allah
‘azza wa jalla. Yang berhak untuk diseru, disembah dan disandarkan harapan
adalah Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya.
Jika kita telah mengetahui bahwa doa adalah
ibadah, dan kita berdoa kepada-Nya siang dan malam dengan penuh harap dan takut
kemudian kita berdoa kepada nabi atau selainnya agar memenuhi hajat kita, maka
sungguh kita telah menyekutukan Allah dengan selain-Nya dalam ibadah.
Allah ta’ala berfirman,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka tegakkanlah shalat dan
berkurbanlah!” (QS. Al Kautsar: 2)
Apabila kita menaati Allah dan berkurban
untuk-Nya, maka ini adalah ibadah kepada Allah. Sehingga jika kita berkurban
kepada makhluk, baik itu nabi, jin atau yang lainnya maka sungguh kita telah
menyekutukan Allah dengan selain-Nya dalam masalah ibadah.
Kaum musyrikin yang Al Quran diturunkan di
tengah-tengah mereka, menyembah para malaikat, orang-orang shalih dan Latta.
Sedangkan bentuk peribadatan mereka kepada sesembahan mereka hanyalah dalam
bentuk doa, sembelihan, iltija’ (meminta perlindungan) dan semacamnya (dari perkara ibadah).
Sedangkan mereka sendiri mengakui bahwa mereka adalah hamba Allah dan di bawah
kuasa-Nya serta Allahlah yang mengatur segala urusan. Akan tetapi, mereka berdoa
dan berlindung kepada sesembahan selain Allah karena kedudukan orang shalih
tersebut di sisi Allah dan mengharapkan syafaat mereka. Ini adalah sangat
jelas.
5. Syubhat Kelima
Perkataan mereka terhadap ahli
tauhid:
“Kalian mengingkari syafaat Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam.”
Jawaban:
Kami tidak mengingkari syafaat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan kami tidak berlepas diri darinya, bahkan Beliau shallallahu ”alaihi wa sallam adalah
syaafi’ (pemberi syafa’at),
musyaffa’ (yang diizinkan
memberi syafa’at oleh Allah) dan aku berharap bisa mendapatkan syafaat Beliau.
Akan tetapi seluruh bentuk syafaat adalah milik Allah, sebagaimana firman Allah
ta’ala,
قُلِ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا
“Katakanlah! Hanya kepunyaan Allahlah syafaat
itu semuanya.” (QS. Az Zumar: 44)
Syafaat itu tidak akan diberikan melainkan
setelah diizinkan oleh Allah ta’ala, sebagaimana firman Allah ta’ala,
مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ
بِإِذْنِهِ
“Siapakah yang dapat memberikan syafa’at di
sisi Allah tanpa izin-Nya?” (QS. Al Baqarah:
255)
Nabi tidak bisa memberi syafaat kepada
seseorang melainkan setelah Allah mengizinkannya, sebagaimana firman Allah
ta’ala,
وَلاَيَشْفَعُونَ إِلاَّ لِمَنِ
ارْتَضَى
“Dan mereka tidak dapat memberi syafaat
melainkan kepada orang yang diridhoi Allah.” (QS. Al
Anbiyaa’: 28)
Sedangkan Allah hanya ridho terhadap tauhid,
firman ‘azza wa jalla,
يَبْتَغِ غَيْرَ اْلأِسْلاَمِ دِينًا فَلَن
يُقْبَلَ مِنْهُ
“(Barang siapa) yang mencari agama selain
agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya.” (QS. Ali Imron: 85)
Apabila seluruh bentuk syafaat itu milik Allah,
dan tidak akan diberikan melainkan setelah (ada) izin dari-Nya, bahkan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan selain beliau tidak dapat memberi syafaat kepada seorang pun hingga Allah
mengizinkan mereka, padahal Allah tidak akan mengizinkannya kecuali untuk orang
yang bertauhid. Oleh karena itu mohonlah syafaat kepada Allah dan panjatkan doa,
“Ya Allah janganlah Engkau halangi aku untuk
mendapatkan syafaat beliau, Ya Allah berikanlah syafaat beliau
kepadaku” atau kalimat semisal dengannya.
-bersambung insya Allah-
***
Diterjemahkan dari artikel 13 Syubhati lil
Quburiyyin wal Jawabi ‘alaiha oleh Abdullah ibn Humaid Al Falasi sebagai
ringkasan dari kitab Kasyfusy-Syubuhat karya Al Imam Muhammad ibn Abdil Wahhab
rahimahullah
****
Penerjemah: Abu Muhammad M Ikhwan Nur
Muslim
Murojaah: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
Murojaah: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id