Thursday, January 29, 2015

Apakah Tauhid itu?


Pada tulisan bulan yang lalu, kami telah menjelaskan urgensi tauhid, maka hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala kami berharap, semoga apa yang kita ketahui tentang urgensi tauhid, adalah tidak sebatas pengetahuan. Akan tetapi, benar-benar tertanam dalam hati, sehingga berbuah menjadi tenaga besar yang mendorong diri kita untuk lebih mengetahui masalah tauhid plus mengamalkannya dalam kehidupan.

Secara bahasa, kata tauhid berasal dari kata wahhada yuwahhidu yang artinya mengesakan. Adapun secara istilah, adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam rububiyyah-Nya, dalam uluhiyyah-Nya dan dalam asma’ wa shifat-Nya.

Dari definisi di atas, maka tauhid itu terbagi menjadi tiga bagian:

Pertama: Tauhid Rububiyyah.
Yang dimaksud dengan tauhid rububiyyah, adalah beriman akan adanya Allah Subhanahu wa Ta'ala dan meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Esa dalam segala perbuatan yang khusus bagi-Nya. Yang dimaksud dengan perbuatan Allah Subhanahu wa Ta'ala, adalah seperti menciptakan, mengatur, memberi rizki dan sebagainya. Artinya, kita meyakini hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatur, hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menciptakan dan hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala yang memberikan rizki. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang artinya):
"Segala puji bagi Allah, Rabb (Tuhan) semesta alam." (QS. Al Fatihah [2]: 2)
Syaikh As Sa'dy berkata dalam tafsirnya: "Dialah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Esa dalam penciptaan, mengatur dan memberi nikmat, Dialah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang sempurna kekayaan-Nya, sementara yang lain sangat membutuhkan-Nya dalam semua sisinya."
Syaikh Muhammad dalam kitabnya Kasyfusy Syubuhat menjelaskan, bahwa kaum musyrikin yang diperangi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, adalah menetapkan tauhid rububiyyah, akan tetapi hal itu tidak mengeluarkan mereka dari kesyirikan dalam ibadah. Demikianlah, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan dalam firman-Nya (yang artinya):
"Katakanlah: "Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah: "Mangapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?" (QS. Yunus [10]: 31)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang artinya):
"Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)." (QS. Yusuf [12]: 106)
Maknanya, tidaklah kebanyakan dari mereka menetapkan Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai Rabb, pemberi rizki dan pengatur, kecuali menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ibadah.
Inilah makna yang diungkapkan oleh ahli tafsir dari kalangan shahabat dan tabi’in, seperti Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid dan yang lainnya. Bisa Anda lihat dalam kitab tafsir Ath Thabary.
Diantara kaidah yang berlaku terkait dengan tauhid di atas, adalah tauhid rububiyyah – semestinya – menumbuhkan tauhid uluhiyyah. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala mencela orang-orang musyrik yang menetapkan tauhid rububiyyah, sementara mereka menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ibadah.
Kedua: Tauhid Uluhiyyah.
Yang dimaksud dengan tauhid uluhiyyah, adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ibadah. Artinya, hanya kepada-Nya kita beribadah dengan beragam bentuknya.
Beberapa point penting terkait dengan tauhid uluhiyyah:
1. Karena tauhid inilah Allah Subhanahu wa Ta'ala mencipatakan jin dan manusia. Hal itu sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta'ala firmankan dalam Al Qur’an surat Adz Dzariyat ayat 56.
2. Tauhid uluhiyyah terkandung di dalamnya tauhid rububiyyah dan tauhid asma was shifat. Karena, orang yang beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka hal itu menunjukkan bahwa dia beriman akan rububiyyah Allah Subhanahu wa Ta'ala, demikian pula nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
3. Karena tauhid inilah Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus para rasul. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang artinya):
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu", ...." (QS. An Nahl [16]: 36)
Imam Ash Shan'ani berkata: "Ketahuilah, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus para nabi dari awal sampai akhir, mereka semua mengajak semua hamba untuk mengesakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ibadah, bukan untuk menetapkan, bahwa Dialah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah menciptakan mereka dan perkara lainnya, karena mereka telah menetapkan hal itu."
4. Inilah makna dari kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallaah, jadi maksud kalimat tauhid, adalah tidak ada Ilah (Tuhan) yang berhak diibadahi kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Ketiga: Tauhid Asma' was Shifat.
Yang dimaksud dengan tauhid asma’ was shifat, adalah menetapkan nama dan sifat yang Allah Subhanahu wa Ta'ala tetapkan dalam Al Qur'an, juga ditetapkan oleh Rasul-Nya dalam sunnahnya.
Hal itu, karena nama dan sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala merupakan perkara ghaib, yang tidak diketahui oleh manusia kecuali berdasarkan berita dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya.
Ahlus Sunnah wal Jama'ah memiliki tiga kaidah pokok dalam masalah ini:
1. Konsep mereka dalam menetapkan nama dan sifat-Nya.
Caranya adalah dengan menetapkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala tetapkan dalam kitab-Nya, atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya tanpa tahrifta'thiltakyif dan tamtsil. Mereka menetapkan semua sifat yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya dengan meyakini, bahwa semua sifat itu hakiki sesuai dengan keagungan-Nya, merekapun meyakini bahwa setiap nama mengandung sifat. Jadi, tidak benar menetapkan bahwa sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala hanya 13 atau 20.
2. Konsep mereka dalam menafikan.
Mereka menafikan (meniadakan) apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala nafikan juga yang dinafikan oleh Rasul-Nya, juga dengan menetapkan sifat kebalikannya. Misalnya ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala menafikan sifat Azh Zhulmu (berlaku zhalim), maka kitapun mesti menetapkan sifat Al 'Adlu (berlaku adil) dan seterusnya.
3. Konsep mereka tentang sifat yang tidak ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala atau Rasul-Nya, akan tetapi dipertentangkan oleh manusia. Misalnya sifat jisim untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Caranya adalah tidak menetapkan atau menafikan lafazhnya, adapun maknanya, maka mesti dilihat terlebih dahulu, jika makna yang dimaksud adalah haq, maka mereka menerimanya. Adapun jika maknanya bathil, maka mereka menolaknya.
Diantara perkara yang mesti diperhatikan dalam masalah ini:
a. Semua sifat yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya berlaku secara hakiki bukan majaz (kiasan saja). Dan Al Hafizh Ibnu Abdil Barr Al Andalusi menukil adanya ijma’ (kesepakatan) seluruh Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam masalah ini.
b. Semua nama mengandung sifat.
Imam Asy Syafi'i pernah berkata: "Jika Anda mendengar seseorang berkata, bahwa nama tidak seperti yang dinamai (tidak mengandung sifat), maka saksikanlah bahwa dia seorang zindiq!"
Jadi, semua nama Allah Subhanahu wa Ta'ala mengandung sifat di dalamnya. Demikianlah yang dimaksud dari perkataan Imam Asy Syafi'i di atas. Misalnya, diantara nama Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Ar Rahman, maka di dalamnya terkandung sifat Rahmah dan seterusnya.

Penutup
Ini hanyalah tulisan ringkas yang membahas tentang macam-macam tauhid, ia merupakan masalah yang sebenarnya tidak cukup dituliskan dalam satu buku apalagi hanya buletin, hal itu karena beragamnya masalah yang masih mesti diketahui oleh setiap muslim. Sehingga, dia tidak terjerumus dalam kesyirikan. Apalagi, fenomena di lapangan yang semakin marak dengan bentuk kesyirikan juga kekufuran.
Semoga pada kesempatan berikutnya, kita bisa membahas lebih rinci dan luas. Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala kita memohon taufik dan hidayah-Nya.
Akan tetapi, usaha kita untuk mencari dan terus mencari ilmu sangat dituntut, janganlah hanya mencukupkan diri dengan apa yang ada di buletin ini. Melainkan, dengan mendatangi majelis ilmu, karena – insya Allah – hal itu akan lebih jelas.
Al Ustadz Abu Sumayyah Beni Sarbeni, Lc.
Sumber Rujukan:
  1.  Tafsir As Sa'dy karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa'dy.
  2.  Al Qaulul Mufid fi Syarhi Kitabit Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin.
  3.  Tahdzib Tashilil Aqidah Al Islamiyyah karya Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al Jibrin.
  4.  Aqa’idul Imam Al Arba'ah fit Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdirrahman Al Khumais.
  5. Kasyfusy Syubuhat karya Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.

Dinukil dari buletin annajiyah Edisi 06 Bulan Dzulhijjah Tahun I 1430 H