بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Nuh ‘alaihis salam
Dahulu ada beberapa orang saleh bernama Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq
dan Nasr yang dicintai oleh masyarakat[1]. Ketika mereka wafat, maka
masyarakat merasa sedih karena kehilangan mereka, saat itulah setan memanfaatkan
kesedihan itu dengan membisikkan mereka agar membuatkan patung-patung dengan
nama-nama mereka untuk mengenang mereka. Akhirnya, masyarakat pun melakukannya.
Waktu pun berlalu, namun patung-patung itu belum disembah sampai
mereka yang membuat patung-patung itu meninggal dan datanglah anak cucu mereka
yang kemudian disesatkan oleh setan. Setan menjadikan mereka menganggap bahwa
patung-patung itu adalah sesembahan mereka. Mereka pun menyembah patung-patung
itu dan mulai saat itu tersebarlah kesyirkkan di tengah-tengah mereka, maka
Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengangkat seorang laki-laki di kalangan mereka
sebagai nabi dan Rasul-Nya, yaitu Nuh ‘alaihis salam. Allah Subhaanahu wa
Ta'aala memilihnya di antara sekian makhluk-Nya, Dia mewahyukan kepadanya agar
mengajak kaumnya menyembah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala saja dan
meninggalkan sesembahan-sesembahan selain-Nya. Mulailah Nabi Nuh ‘alaihis salam
berdakwah, ia berkata kepada mereka:
"Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang
berhak disembah bagimu selain Dia. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah
Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (Terj. Al A’raaf: 59)
Maka di antara kaumnya ada yang mengikuti ajakannya, mereka
terdiri dari kaum fakir dan dhu’afa (lemah). Adapun orang-orang kaya dan kuat,
maka mereka menolak dakwahnya, sebagaimana istrinya dan salah satu anaknya juga
menolak dakwahnya. Mereka yang menolak dakwahnya menentangnya dan berkata
kepadanya,
"Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia
(biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu,
melainkan orang-orang yang hina dina di antara Kami yang lekas percaya saja,
dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan
kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.” (Terj. Huud: 27)
Nabi Nuh ‘alaihis salam tidak berputusa asa terhadap sikap kaumnya
yang menolak dakwahnya, ia terus mengajak mereka di malam dan siang hari,
menasihati mereka secara rahasia dan terang-terangan, menjelaskan kepada mereka
dengan lembut hakikat dakwah yang dibawanya, tetapi mereka tetap saja kafir
kepadanya, tetap saja sombong dan melampaui batas, dan terus membantah Nabi Nuh
‘alaihis salam dan keadaan itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Mereka
juga menyakitinya, menghinanya, dan memerangi dakwahnya. Pernah suatu ketika,
sebagian orang-orang kaya mendatangi Nabi Nuh ‘alaihis salam dan meminta
kepadanya untuk mengusir orang-orang fakir yang beriman kepadanya agar orang-orang
kaya ridha dan mau duduk bersamanya sehingga bisa beriman kepadanya, namun Nabi
Nuh ‘alaihis salam menjawab,
“Wahai kaumku! Aku tidak meminta harta benda kepada kamu (sebagai
upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan
mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu
dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu sebagai suatu kaum yang tidak
mengetahui--Dan (Nuh berkata), "Wahai kaumku! Siapakah yang akan
menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah kamu
mengambil pelajaran?” (Terj. Huud: 29-30)
Maka kaumnya pun marah dan menuduhnya telah sesat, dan mereka
berkata, “Sesungguhnya kami melihatmu berada dalam kesesatan yang nyata.”
(Terj. Al A’raaf: 60)
Nuh balik menjawab, “Wahai kaumku! Tidak ada padaku kesesatan
sedikit pun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam"-- "Aku
sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku, aku memberi nasehat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak
kamu ketahui.” (Terj. Al A’raaf: 61-62)
Nabi Nuh ‘alaihis salam tetap bersabar mendakwahi kaumnya, hari
demi hari dilaluinya, bulan demi bulan dilaluinya dan tahun demi tahun dilaluinya,
tetapi yang mau mengikuti seruannya hanya beberapa orang saja. Bahkan ketika
Nuh mendatangi sebagian mereka, mengajak mereka agar menyembah Allah dan
beriman kepada-Nya, mereka taruh anak jarinya ke telinga mereka agar tidak
mendengar kata-kata Beliau, dan ketika Beliau pergi kepada yang lain sambil
menyebutkan kepada mereka nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada mereka serta
menceritakan tentang penghisaban pada hari Kiamat, mereka taruh baju mereka di
wajah mereka agar tidak melihat Beliau, dan hal ini berlangsung terus hingga
akhirnya orang-orang kafir berkata kepada Nabi Nuh ‘alaihis salam,
“Wahai Nuh! Sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan
kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap Kami, maka datangkanlah kepada
kami azab yang kamu ancamkan kepada Kami, jika kamu termasuk orang-orang yang
benar.” (Terj. Nuh: 32)
Nuh menjawab, "Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab
itu kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan
diri.--Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi
nasihat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu, Dia adalah Tuhanmu,
dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan". (Terj. Nuh: 33-34)
Maka Nabi Nuh pun bersedih karena kaumnya tidak mau memenuhi
ajakannya, bahkan sampai meminta agar disegerakan azab untuk mereka. Meskipun
begitu, Nabi Nuh ‘alaihis salam tidak berputus asa, dia tetap berharap kiranya
ada di antara mereka yang mau beriman. Hari demi hari berganti, bulan demi
bulan berganti dan tahun pun berganti dengan tahun berikutnya, tetapi ajakan
Beliau tidak membawa hasil, Beliau berdakwah kepada kaumnya dalam waktu yang
cukup lama, yaitu 950 tahun sebagaimana yang difirmankan Allah,
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia
tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun..” (Terj. Al ‘Ankabut: 14)
Namun sedikit sekali yang mau beriman kepadanya. Hingga akhirnya,
Beliau mengadu kepada Allah seperti yang disebutkan dalam surah Nuh:
"Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah
menyeru kaumku malam dan siang,--Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka
lari .--Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka agar Engkau mengampuni mereka, mereka
memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupi bajunya dan mereka tetap (di atas sikapnya) dan
menyombongkan diri dengan sangat.--Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru
mereka dengan cara terang-terangan
,--Kemudian sesungguhnya aku seru
mereka dengan terang-terangan dan dengan
diam-diam,--Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,--Niscaya Dia akan mengirimkan hujan
kepadamu dengan lebat,--Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan
untukmu kebun-kebun dan mengadakan
untukmu sungai-sungai.” (Terj. Nuh: 5-12)
--Nabi Nuh berkata, "Ya Tuhanku,
janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di
atas bumi.--Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka
akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak
yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. (terj. Nuh : 26-27)
Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan kepada Nabi Nuh
untuk membuat kapal, dan mengajarkan kepadanya bagaimana membuatnya dengan
baik. Mulailah Nabi Nuh ‘alaihis salam membuat kapal dengan dibantu orang-orang
yang beriman kepadanya. Setiap kali, orang-orang kafir melewati Nuh dan pengikutnya,
mereka menghina dan mengejeknya karena melihat Beliau membuat kapal besar di
gurun sahara yang tidak ada sungai dan laut. Penghinaan mereka bertambah,
ketika mereka tahu bahwa maksud Nabi Nuh ‘alaihis salam membuatnya adalah untuk
menyelamatkan dirinya dan pengikutnya dari azab yang akan Allah timpakan kepada
mereka.
Akhirnya, pembuatan kapal pun selesai, Nabi Nuh mengetahui bahwa
banjir besar akan tiba, maka ia meminta kepada setiap mukmin dan mukminah untuk
menaiki kapal tersebut, ia juga mengangkut setiap hewan, burung, dan hewan
lainnya sepasang.
Hingga ketika Nabi Nuh ‘alaihis salam bersama pengikutnya telah
berada di atas kapal, datanglah banjir besar. Langit mengucurkan hujannya
dengan deras, mata air di bumi pun mulai memancarkan airnya dengan kuat, Nuh
pun berkata, “Dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.
Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Terj. Huud: 41)
Kapal pun mulai berlabuh dan mengapung di atas air. Ketika itu,
Nabi Nuh melihat anaknya yang kafir, ia memanggilnya dan berkata, "Wahai anakku! Naiklah
bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang
kafir." (Terj. Huud : 42)
Tetapi
anaknya menolak ajakannya dan berkata, "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat
memeliharaku dari banjir besar!"
Nuh berkata, "Tidak ada yang melindungi pada hari
ini dari azab Allah selain Allah Yang
Maha Penyayang."
Gelombang pun menjadi penghalang antara keduanya; maka anak
itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (Terj. Huud : 43)
Kaum Nabi Nuh yang kafir saat melihat air membanjiri rumah mereka
dan mengalir dengan derasnya, maka mereka merasa akan binasa, mereka pun segera
mencari tempat-tempat tinggi untuk menyelamatkan diri, tetapi sayang sekali,
ternyata banjir itu telah mencapai puncak gunung. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
membinasakan orang-orang kafir dan menyelamatkan Nabi Nuh dan para pengikutnya.
Nuh dan pengikutnya pun bersyukur kepada Allah atas keselamatan yang
diberikan-Nya.
Setelah kaum yang kafir itu tenggelam, maka
diwahyukan kepada langit dan bumi,
“Wahai
bumi telanlah airmu, dan wahai langit
berhentilah," maka air pun surut, kapal itu pun berlabuh di atas
bukit Judi."
(Terj. Huud : 44)
Selanjutnya,
Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan Nuh dan para pengikutnya turun dari
kapal, Dia berfirman,
“Wahai
Nuh! Turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami atasmu
dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu." (Terj. Huud: 48)
Ketika diketahui oleh Nuh ‘alaihissalam
anaknya termasuk orang-orang yang ditenggelamkan, Nuh ‘alaihissalam berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku
termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan
Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya." (Terj. Huud : 45)
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
"Wahai Nuh! Sesungguhnya dia
bukanlah termasuk keluargamu, sesungguhnya
perbuatannya tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku
sesuatu yang kamu tidak mengetahui nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan
kepadamu agar kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan." (terj. Huud : 46)
Nuh pun berkata, “Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu
yang aku tidak mengetahuinya. Dan sekiranya Engkau tidak memberikan ampun
kepadaku, serta menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk
orang-orang yang merugi." (terj. Huud : 47)
Setelah Nabi Nuh dan para pengikutnya
turun dan melepaskan hewan-hewan yang diangkutnya, maka mulailah Beliau dan
para pengikutnya menjalani hidup yang baru, Beliau berdakwah kepada kaum mukmin
dan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama, Beliau banyak melakukan
dzikrullah, shalat dan berpuasa hingga Beliau wafat dan menghadap Allah ‘Azza
wa Jalla.
Wallahu a’lam, wa shallallahu
‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man waalaah.
Marwan bin Musa
Maraaji’: Mausu’ah Al
Usrah Al Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net), Qashashul Anbiya’, dll.
[1] Imam Bukhari meriwayatkan dari hadits Ibnu Juraij dari
‘Atha’ dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Ta’ala, “Dan
mereka berkata, "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr.” Ia (Ibnu Abbas) berkata, “Ini adalah
nama-nama orang Saleh dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, setan
membisikkan kepada kaum mereka untuk mendirikan berhala pada majelis mereka dan
menamakannya dengan nama-nama mereka. Maka mereka pun melakukan hal itu, dan
saat itu berhala-berhala itu belum disembah hingga mereka wafat, dan ilmu telah
tiada, maka berhala-berhala itu pun disembah."