Wednesday, October 25, 2017

Adab Berinteraksi Dengan Wanita Di Internet

Adab Berinteraksi Dengan Wanita Di Internet
Bismillah Assalamu Alaikum

Apa hukum menjadi pengajar atau da’i yang mengajarkan pelajaran agama yang pesertanya terdiri dari lelaki dan wanita, melalui media tulisan di internet?

.
Berinteraksi, berkomunikasi verbal, berkomunikasi melalui tulisan ataupun verbal dan tulisan sekaligus, terhadap wanita ajnabiyah (non-mahram) itu merupakan bahaya yang besar dan nyata bagi agama dan kehormatan seorang lelaki, jika tidak dibarengi dengan aturan-aturan yang membuatnya aman dari fitnah serta jika dilakukan dengan sering dan terus-menerus. Terdapat dalam hadits:ِ
.
“tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku, fitnah (godaan) yang lebih besar bagi lelaki melainkan wanita” (HR. Bukhari no. 5096, Muslim no. 6740).
.
🔸Oleh karena itu, semua interaksi verbal atau tulisan antara lelaki dan wanita yang mengandung nada yang lembut, gaya bahasa yang gemulai, mendayu-dayu, juga yang penuh kekaguman, melucu, saling tertawa, interaksi yang terlalu akrab, canda ria, dan semacamnya yang menimbulkan bekas di hati dan dapat menimbulkan desiran-desiran syahwat, ini hukumnya terlarang dalam rangka menutup celah keburukan.
.
🔸Tidak termasuk di larangan ini, perkataan yang penuh wibawa dan adab serta perkataan yang ma’ruf. Bahkan nada yang lembut dan gaya bahasa yang gemulai tidak ragu lagi akan menyentuh hati dan memicu syahwat sehingga nantinya akan menimbulkan angan-angan serta munculnya syahwat, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Allah Ta’ala berfirman:
.
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik” (QS. Al Ahzab: 32).
.
Ketika banyak wanita yang tidak berpegang pada adab-adab ini dan tidak mengindahkan batasan-batasan syariat dalam pembicaraan mereka atau tulisan-tulisan mereka, maka yang lebih selamat bagi para lelaki adalah meninggalkan interaksi dengan para wanita tersebut kecuali pada keperluan-keperluan yang mendesak dengan tetap menjaga aturan-aturan agama dengan syarat aman dari fitnah, serta dalam keperluan yang dibolehkan syariat. Nabi ï·º bersabda:
.
“Berhati-hatilah terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa Bani Israil adalah dari wanita” (HR. Muslim no. 2742).