Abu Rasyid Ash-Shinkuaniy
Kedudukan dan Pentingnya Shalat
Rukun
Islam yang paling utama setelah persaksian dengan dua kalimat syahadat
adalah mendirikan shalat. Bahkan shalat adalah amalan yang pertama kali
akan dihisab di hari kiamat nanti. Apabila baik shalatnya, niscaya akan
baik pula seluruh amalan yang lainnya akan tetapi sebaliknya apabila
shalatnya rusak/jelek, niscaya akan rusak pula amalan yang lainnya.
Untuk
itu sangatlah wajib bagi kita untuk memperhatikan permasalahan shalat,
di mulai dari rukun-rukunnya, syarat wajibnya, thaharahnya dan lainnya
yang berkaitannya dengan shalat.
Pentingnya Meluruskan Shaf & Ancaman Keras bagi yang Tidak Meluruskannya
Pentingnya Meluruskan Shaf & Ancaman Keras bagi yang Tidak Meluruskannya
Dan
di antara hal yang berkaitan dengan shalat yang harus diperhatikan
dengan serius dan tidak boleh diremehkan adalah permasalahan lurus dan
rapatnya shaf (barisan dalam shalat).
Mengapa
demikian? Karena ancamannya pun tidak sembarangan, yakni ancaman bagi
yang tidak meluruskan shaf. Dijelaskan di dalam hadits yang dikeluarkan
oleh Al-Imam Al-Bukhariy dan Al-Imam Muslim dari shahabat Abu Abdillah
An-Nu’man bin Basyir, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Benar-benar
kalian luruskan shaf-shaf kalian atau (kalau tidak), maka sungguh Allah
akan memalingkan antar wajah-wajah kalian (menjadikan wajah-wajah kalian
berselisih)." (HR. Al-Bukhariy no.717 dan Muslim 436))
Dalam satu riwayat milik Al-Imam Muslim disebutkan, "Bahwasanya Rasulullah biasa meluruskan shaf-shaf kami seakan-akan beliau sedang meluruskan anak panah sehingga apabila beliau melihat bahwasanya kami telah memahami hal itu, yakni wajibnya meluruskan shaf (maka beliaupun memulai shalatnya, pent). Kemudian pada suatu hari beliau keluar, lalu berdiri sampai hampir-hampir beliau bertakbir untuk shalat, tiba-tiba beliau melihat seseorang yang menonjol sedikit dadanya, maka beliaupun bersabda, "Wahai hamba-hamba Allah, benar-benar kalian luruskan shaf-shaf kalian atau (kalau tidak) maka Allah sungguh akan memalingkan antar wajah-wajah kalian."
Lihatlah wahai saudaraku, kaum muslimin, sabda beliau yang mulia, yang mana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah Allah terangkan sifatnya kepada orang-orang beriman (yang artinya), "Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan, kebaikan dan keselamatan) bagi kalian, dan amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang yang beriman." (At-Taubah:128)
Tidaklah
beliau bersabda demikian kecuali karena menginginkan kebaikan bagi
ummatnya, kaum muslimin. Tidak ada satu kebaikan pun yang akan
mendekatkan ke jannah kecuali telah beliau tunjukkan kepada ummatnya
agar melakukannya dan tidak ada satu kejelekan pun yang akan
mengantarkan ke neraka kecuali telah beliau larang ummatnya agar
menjauhinya.
Di dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menekankan agar meluruskan shaf di dalam shalat dengan sabdanya (yang artinya), "Benar-benar kalian luruskan shaf-shaf kalian atau (kalau tidak), maka sungguh Allah akan palingkan antar wajah-wajah kalian."
"Benar-benar kalian luruskan shaf-shaf kalian" dalam
kalimat ini terdapat tiga penekanan dan penguat yaitu: sumpah yang
diperkirakan, lam taukid dan nun taukid. Demikian juga kalimat
setelahnya, "atau sungguh Allah akan palingkan antar wajah-wajah kalian", mengandung
tiga penekanan dan penguat: sumpah, lam taukid dan nun taukid, yakni
jika kalian tidak meluruskan shaf, maka sungguh Allah subhanahu wa
ta’ala akan memalingkan antar wajah-wajah kalian.
Makna Berpaling/Berselisihnya Wajah
Makna Berpaling/Berselisihnya Wajah
Para
ulama berbeda pendapat tentang makna "berpalingnya atau berselisihnya
wajah". Sebagian mereka berpendapat, bahwasanya maknanya adalah sungguh
Allah subhanahu wa ta’ala akan memalingkan antar wajah-wajah mereka
dengan memalingkan sesuatu yang dapat dirasakan panca indera, yaitu
dengan memutar leher, sehingga wajahnya berada dibelakangnya, dan Allah
subhanahu wa ta’ala Maha Mampu atas segala sesuatu.
Dialah
Allah ‘Azza Wa Jalla yang telah menjadikan sebagian keturunan Nabi Adam
(yaitu Bani Israil) menjadi kera, di mana Allah subhanahu wa ta’ala
berkata kepada mereka (yang artinya): "Jadilah kalian kera yang hina" (Al-Baqarah:65) maka jadilah mereka kera.
Maka Allah subhanahu wa ta’ala mampu untuk memutar leher manusia sehingga wajahnya berada di punggungnya, dan ini adalah siksaan yang dapat dirasakan panca indera.
Adapun
ulama yang lain berpendapat, bahwa yang dimaksudkan perselisihan di
sini adalah perselisihan maknawiyyah, yakni berselisihnya hati, karena
hati itu mempunyai arah, maka apabila hati itu bersepakat terhadap satu
arah, satu pandangan, satu aqidah dan satu manhaj, maka akan didapatkan
kebaikan yang banyak. Akan tetapi sebaliknya apabila hati berselisih
maka ummat pun akan berpecah belah.
Sehingga
yang dimaksud perselisihan dalam hadits ini adalah perselisihan hati,
dan inilah tafsiran yang paling shahih/benar, karena terdapat dalam
sebagian lafazh hadits, "atau sungguh Allah akan palingkan antar hati-hati kalian."
Dengan alasan inilah, maka yang dimaksud dengan sabda beliau,
"atau sungguh Allah akan palingkan antar wajah-wajah kalian", yakni
cara pandang kalian, yang hal ini terjadi dengan berselisihnya hati.
Wajibnya Meluruskan Shaf
Wajibnya Meluruskan Shaf
Bagaimanapun
juga, di dalam hadits ini terdapat dalil akan wajibnya meluruskan shaf,
dan bahwasanya wajib atas para makmum untuk
meluruskan
shaf-shaf mereka, dan kalau mereka tidak meluruskan shafnya, maka
sungguh mereka telah mempersiapkan diri-diri mereka untuk mendapatkan
siksaan dari Allah subhanahu wa ta’ala, wal’iyaadzu billaah.
Pendapat
ini yaitu wajibnya meluruskan shaf adalah pendapat yang benar, sehingga
wajib atas imam-imam shalat agar memperhatikan shaf, apabila didapatkan
padanya kebengkokan atau ada yang sedikit maju atau mundur, maka para
imam tersebut harus memperingatkan mereka agar meluruskan shafnya.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kadang-kadang berjalan di antara
shaf-shaf untuk meluruskannya dengan tangannya yang mulia dari shaf yang
pertama sampai terakhirnya.
Ketika
manusia semakin banyak di masa khilafah ‘Umar Ibnul Khaththab, ‘Umar
pun memerintahkan seseorang untuk meluruskan shaf apabila telah
dikumandangkan iqamah. Apabila orang yang ditugaskan tersebut telah
datang dan mengatakan, "Shaf telah lurus" maka ‘Umar pun bertakbir untuk
memulai shalat.
Demikian
juga hal ini dilakukan oleh ‘Utsman bin ‘Affan, beliau menugaskan
seseorang untuk meluruskan shaf-shaf manusia, maka apabila orang
tersebut datang dan mengatakan, "Shaf telah lurus", beliaupun bertakbir
untuk memulai shalat.
Semuanya
ini menunjukkan atas perhatian yang tinggi dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan Khulafa`ur Rasyidin dalam masalah meluruskan shaf.
Sebagian Kaum Muslimin Susah Diatur
Sebagian Kaum Muslimin Susah Diatur
Akan
tetapi, sungguh amat disesalkan, sekarang engkau akan dapati para
makmum tidak mempedulikan masalah meluruskan shaf, yang satu agak maju
ke depan, yang satu lagi agak mundur ke belakang, tidak peduli akan
lurusnya shaf.
Kadang-kadang
mereka lurus pada raka’at pertama, kemudian ketika sujud muncullah
kesenjangan, yang satu agak maju dan yang lain agak ke belakang, dan
mereka tidak meluruskan shaf pada raka’at kedua, bahkan mereka tetap
seperti itu tidak meluruskan shaf di raka’at kedua dan seterusnya, ini
adalah kesalahan.
Yang
lebih mengherankan dari semuanya itu adalah ketika ada seseorang yang
paham akan wajibnya meluruskan shaf, dia bertindak sebagai imam, maka
diapun melaksanakan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
yaitu memeriksa para makmum dan memerintahkan mereka untuk meluruskan
shaf, maka engkau akan dapati sebagian makmum tersebut enggan, tidak mau
lurus dan rapat. Bahkan ada yang menonjol maju ke depan atau mundur ke
belakang, ataupun kaki-kaki mereka tidak rapat antara satu dengan
lainnya. Dalam keadaan mereka sudah mengetahui hadits di atas. Wallaahul
Musta’aan.
Semoga
Allah Tabaraka Wa Ta’ala menunjuki semua kaum muslimin agar menjadi
orang-orang yang taat kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam, di mana sifat orang-orang mukmin yang baik adalah
sami’naa wa atha’naa (kami mendengar dan kami taat), bukan sami’naa wa
‘ashainaa (kami mendengar dan kami melanggarnya).Yang jelas wajib bagi
imam maupun para makmum untuk meluruskan dan merapatkan shaf.
Bila Hanya Ada Imam & Seorang Makmum
Bila Hanya Ada Imam & Seorang Makmum
Kalau
ada yang bertanya, "Apabila di sana hanya ada imam dengan seorang
makmum saja, apakah imam maju sedikit ke depan ataukah sejajar dengan
makmum?"
Jawabannya
adalah hendaklah imam sejajar dengan makmum, imam berada di sebelah
kiri sedangkan makmum di sebelah kanan imam, karena apabila hanya ada
imam dan seorang makmum saja, maka berarti shaf cuma ada satu, yang
tidak mungkin makmum sendirian di belakang imam, bahkan yang benar
adalah mereka berdua berada dalam satu shaf yaitu sang imam sejajar
dengan makmum. Dengan berada dalam satu shaf akan terjadi kelurusan
dalam shaf.
Dalilnya
adalah ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam,
datanglah Ibnu ‘Abbas berdiri di sebelah kiri beliau, maka beliau pun
menarik Ibnu ‘Abbas dan menjadikannya tepat di sebelah kanan beliau. (Muttafaqun ‘alaihi)
Hal
ini berbeda dengan apa yang dikatakan oleh sebagian ulama, "Bahwasanya
hendaklah imam maju sedikit ke depan", karena pendapat ini tidak ada
dalilnya, bahkan justru dalil menyelisihi pendapat ini, yaitu hendaklah
antara imam dan makmum sejajar apabila mereka hanya berdua.
Jangan Ada yang Menonjol Dadanya!
Jangan Ada yang Menonjol Dadanya!
Kemudian dalam riwayat yang lain disebutkan,
"Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa meluruskan
shaf-shaf kami (para shahabat) seakan-akan meluruskan anak panah." Maka jadilah shaf mereka benar-benar lurus dengan sempurna, sehingga tidak ada yang maju ataupun mundur walaupun sedikit.
Beliau
biasa meluruskan shaf seperti meluruskan anak panah, sehingga apabila
beliau melihat bahwasanya para shahabatnya telah memahaminya, yakni
mereka telah paham dan tahu bahwasanya shaf harus lurus, beliaupun
memulai shalatnya. Kemudian pada suatu hari beliau keluar untuk
melaksanakan shalat, tiba-tiba beliau melihat seseorang yang menonjol
dadanya, maka beliaupun besabda, "Wahai hamba-hamba Allah,
benar-benar kalian luruskan shaf-shaf kalian atau (kalau tidak) maka
sungguh Allah akan palingkan antar wajah-wajah kalian."
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), "Benar-benar kalian luruskan shaf-shaf kalian" sebabnya adalah semata-mata hanya karena beliau melihat seseorang menonjol dadanya, yaitu dada orang tersebut menonjol sedikit.
Bagaimana
kalau beliau melihat shaf-shaf yang ada sekarang? Yang satu ke depan,
yang satu lagi ke belakang, shaf mereka bengkok, tidak lurus dan tidak
rapat? Bisa kita bayangkan apa yang akan diucapkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat keadaan seperti itu?
Imam Shalat Hendaklah Memeriksa Shaf
Imam Shalat Hendaklah Memeriksa Shaf
Hadits
ini menunjukkan kepada kita bahwasanya di antara petunjuk Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bahwa beliau senantiasa memeriksa
shaf, meluruskan dan merapatkan shaf. Kalau masih ada yang belum lurus
atau belum rapat maka beliaupun meluruskannya bahkan mengancam
-sebagaimana kisah di atas- kepada orang yang maju sedikit dari shafnya
dengan ancaman ini, "Benar-benar kalian luruskan shaf-shaf kalian atau
(kalau tidak) maka sungguh Allah akan memalingkan antar wajah-wajah
kalian."
Petunjuk ini harus diteladani oleh para imam shalat agar memeriksa, mengatur dan meluruskan shaf para makmum.
Kesimpulannya
adalah wajib atas kita untuk menerangkan masalah ini kepada imam-imam
masjid dan demikian juga kepada para makmum agar mereka memperhatikan
perkara yang sangat berbahaya ini sehingga mereka benar-benar meluruskan
dan merapatkan shafnya di dalam shalat.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala selalu membimbing kita kepada apa yang dicintai dan diridhai-Nya. Wallaahu A’lam.
Disadur dari Syarh Riyaadhush Shaalihiin hal.453-454 cetakan Maktabah Ash-Shafaa dengan beberapa tambahan dan perubahan
Sumber: Al Wala’ Wal Bara’
Sumber: Al Wala’ Wal Bara’
Edisi ke-25 Tahun ke-3 / 20 Mei 2005 M / 11 Rabi’uts Tsani 1426 H