Bismillah Assalamu Alaikum
Segala puji hanya milik Allah Rabb Pencipta alam semesta. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan ke hadirat nabi kita, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, keluarganya, para shahabatnya, dan semua yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari Kiamat.
Sesunguhnya mendalami ilmu agama termasuk di antara amal ibadah yang paling afdhal, dan dia merupakan tanda kebaikan pada seorang hamba. RasulullahShallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, niscaya Allah akan memahamkannya dalam urusan agama…”[1] Karena sesungguhnya dengan mendalami ilmu agama, seseorang dapat memperoleh ilmu bermanfaat yang dengannya dia menegakkan amalan yang shaleh yang sesuai dengan tuntuan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا
“Dia-lah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama; dan cukuplah Allah sebagai saksi.”(QS. Al-Fath: 28).
Petunjuk yang dimaksud di dalam ayat di atas adalah ilmu yang bermanfaat. Sedangkan agama yang haq adalah amalan yang shaleh. Karena sesungguhnya syariat Islam mencakup dua perkara: Ilmu dan amal. Ilmu yang syar’i pasti benar, dan amal yang syar’i pasti diterima.[2]
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga telah memerintahkan nabi-Nya, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, agar memohon tambahan ilmu. Allah Subhanahu wa Ta'ala befirman:
وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan Katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Thaahaa: 114)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata, “Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan Katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” Sangat jelas menunjukkan tentang keutamaan ilmu. Karena Allah Ta’ala tidak memerintahkan nabi-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallamuntuk meminta tambahan sesuatu apapun, kecuali ilmu.”[3]
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam juga telah menamakan majlis-majlis yang padanya diajarkan tentang ilmu yang bermanfaat dengan Riyaadh Al-Jannah (Yaitu taman-taman surga), juga mengabarkan bahwa para ulama adalah para pewaris nabi.
Tidak diragukan bahwa seseorang yang hendak mengerjakan suatu amalan haruslah mengetahui tatacaranya yang sesuai, agar amalan tersebut benar dan dikerjakan sesuai harapan yang dituju. Lalu bagaimana dengan orang yang hendak melaksanakan suatu amal ibadah untuk Rabbnya Azza wa Jalla, yang dengan ibadah itulah keselamatannya dari neraka dan masuknya dia ke dalam surga bergantung; bagaimana mungkin dia akan melaksanakan ibadah tersebut tanpa didasari ilmu?
Dari situlah orang-orang, dalam hal ilmu dan amal, berbeda menjadi tiga golongan:
Golongan pertama, orang-orang yang menggabungkan antara ilmu yang bermanfaat dan amalan yang shaleh. Mereka itulah orang-orang yang diberikan hidayah oleh AllahTa’ala untuk meniti jalan yang lurus.
Golongan kedua, orang-orang yang mempelajari ilmu yang bermanfaat namun mereka enggan mengamalkannya. Mereka itulah orang-orang yang dimurkai oleh Allah Ta’aladari kalangan orang-orang Yahudi dan yang mengikuti langkah mereka.
Golongan ketiga, orang-orang yang beramal tanpa didasari ilmu. Mereka itulah orang-orang yang sesat dari kalangan orang-orang Nasrani dan yang mengikuti jejak mereka.
Ketiga golongan tersebut di atas terangkum di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'aladi dalam surat Al-Fatihah yang selalu kita baca di setiap raka’at shalat kita:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Faatihah: 6-7).
Al-Imam Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Rahimahullah berkata, “Adapun firman Allah Ta’ala: “Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
Maka yang dimaksud dengan orang-orang yang dimurkai adalah orang-orang yang berilmu yang tidak mau mengamalkan ilmunya, dan orang-orang yang sesat adalah orang-orang yang beramal tanpa didasari ilmu. Yang pertama adalah sifat kentalnya orang-orang Yahudi, dan yang kedua adalah sifat kentalnya orang-orang Nasrani.
Kebanyakan orang, apabila melihat di dalam kitab tafsir bahwa orang-orang Yahudi dimurkai dan orang-orang Nasrani sesat, mereka mengira bahwa kedua sifat tersebut hanya dikhususkan kepada kedua golongan itu. Padahal mereka tahu bahwa AllahTa’ala mewajibkan mereka agar memanjatkan doa tersebut dan berlindung supaya dijauhkan dari jalannya orang-orang tersebut.
Maka bagaimana mungkin Allah Ta’ala mengajarkan doa itu kepadanya bahkan mewajibkan agar selalu dipanjatkan setiap shalat, jika memang dia tidak diharuskan berhati-hati dari kedua sifat tersebut?!”[4]
Beliau menjelaskan kepada kita hikmah dari kewajiban membaca surat tersebut di setiap raka’at shalat, baik yang fardhu (wajib) maupun yang nafilah (sunnah). Yaitu bahwa surat tersebut mengandung banyak faedah yang agung, di antaranya adalah doa tersebut: Agar Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk meniti jalan orang-orang yang menghiasi dirinya dengan ilmu yang bermanfaat dan amalan yang shaleh, yang dia merupakan jalan keselamatan di dunia dan akhirat; juga agar Allah Ta’alamenjauhkan kita dari jalan orang-orang yang binasa yang menyia-nyiakan amalan yang shaleh atau ilmu yang bermanfaat.
Selanjutnya, kita harus benar-benar mengetahui bahwa ilmu yang bermanfaat hanya bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah, yaitu dengan pemahaman, fikih, dan penelitian yang matang. Sambil kita memohon bantuan dari para ustadz, kitab-kitab tafsir, syarah-syarah hadits, kitab-kitab fikih, kitab-kitab nahwu dan bahasa Arab yang dengannya Al-Qur`an Al-Karim diturunkan. Karena sesungguhnya kitab-kitab tersebut adalah jalan untuk memahami Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Jadi, agar amal ibadah kita sah dan diterima di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, kita semua diwajibkan untuk mempelajari segala sesuatu yang dengannya agama kita dapat berdiri tegak; kita wajib mempelajari hukum-hukum shalat, hukum-hukum puasa, hukum-hukum zakat, dan hukum-hukum haji. Demikian juga kita harus mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan muamalah sesuai dengan kebutuhan kita, agar kita dapat mengambil apa yang telah Allah Ta’ala bolehkan dan menjauhi apa yang telah Allah Ta’alaharamkan. Semua itu telah terangkum di dalam kitab-kitab fikih para ulamaRahimahumullah.
Semua hukum-hukum ibadah dan hukum-hukum muamalah sangat perlu kita pelajari, dan itu telah Allah Ta’ala mudahkan jalannya selama tekat dan keinginan kita benar.
Maka semangatlah dalam membaca kitab-kitab yang bermanfaat dan rajutlah hubungan dengan para ulama, agar kamu dapat bertanya kepada mereka tentang perkara yang rumit dan sulit dimengerti, juga agar kamu dapat menimba ilmu berkenaan dengan hukum-hukum agama.
Kita juga harus selalu rajin menghadiri kajian-kajian dan majlis-majlis ilmu, baik yang diadakan di masjid-masjid maupun di tempat-tempat lainnya. Manfaatkan waktu-waktu senggang untuk mendengar acara-acara keagaaman dari radio-radio yang menyebarkan dakwah yang haq, seperti radio Da'i FM, Suara Qur`an, Rodja, dan lain sebagainya. Luangkan waktu untuk menelaah kitab-kitab, majalah-majalah, dan buletin-buletin ilmiyah yang mengulas tentang permasalahan-permasalahan agama, yang telah dipercaya sandaran dan landasannya.
Apabila semua jalan di atas telah ditempuh dengan sesungguhnya, niscaya AllahSubhanahu wa Ta'alaakan membantu kita dalam memaksimalkan ilmu dan bashirahkita.
Juga jangan pernah kita lupakan, bahwa ilmu yang bermanfaat akan selalu berkembang dan tumbuh jika dibarengi dengan amal perbuatan. Apabila kitab mengamalkan ilmu yang telah kita pelajari, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan tambahkan ilmu kita, sebagaimana disebutkan dalam suatu perkataan hikmah: “Barangsiapa yang mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya, niscaya Allah Ta’ala akan memberikan ilmu tentang sesuatu yang belum dia pelajari.” Itu dikuatkan oleh firman Alla Subhanahu wa Ta'ala:
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282).
Akhir kata, kita memohon kepada Allah Ta’ala agar melapangkan dada kita untuk menyambut ilmu yang bermanfaat dan memberikan taufik kepada kita agar menghiasinya dengan amalan yang shaleh. Allahumma Amin…[5]
Oleh: Ust. Umeir Suharlan, Lc