Pada saat menelang shubuh di waktu sahur pada bulan Ramadhan, kita biasanya mendengar ada peringatan imsak yang didengungkan, baik lewat corong masjid-masjid, radio, maupun televisi. Kebiasaan tersebut sudah begitu membudaya di masyarakat kita. Bahkan seakan-akan sudah merupakan syari’at bahwa kita tidak boleh makan dan minum setelah peringatan imsak dikumandangkan. Namun betulkah hal itu?
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hal itu, dibawah ini kami nukilkan beberapa fatwa para Ulama tentang Imsak. Apakah benar ia merupakan syariat dalam agama ini ataukah bukan. (Red)
FATWA SYAIKH MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL ALBANI TENTANG DIPERBOLEHKANNYA MAKAN DAN MINUM HINGGA ADZAN SHUBUH
“Jika salah seorang di antara kamu mendengar adzan sedangkan ia masih memegang piring (makan) maka janganlah ia meletakkannya sehingga ia menyelesaikan hajatnya (makannya).” (Hadits riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, Hakim dan dishahihkan olehnya dan oleh Adz Dzahabi)
Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud 1/549, Ibnu Jarir dalam At Tafsir 3/526/3015, Abu Muhammad Al Jauhari dalam Al Fawa’id Al Muntaqah 1/2, Hakim 1/426, Baihaqi 4/218, Ahmad 2/423 dan 510. Diriwayatkan dari beberapa jalan dari Hammad bin Salamah dari Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda … .” Kemudian ia (Abu Hurairah) menyebutkan hadits di atas.
Hakim berkata : “Hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim.” Pernyataan ini disepakati oleh Dzahabi. Padahal dalam hadits ini ada (sanad) yang perlu dikoreksi. Karena Muhammad bin ‘Amr hanya dipakai oleh Imam Muslim jika ia bersamaan dengan yang lain (dengan hadits shahih yang lain yang semakna, pent.) maka yang benar hadits ini HASAN.
Ya, memang Ibnu ‘Amr tidak bersendirian karena Hammad bin Salamah juga berkata: “Diriwayatkan dari Amar bin Abi Amar dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam seperti itu, hanya ada tambahan: "Dan dulu muadzin mengumandangkan adzan jika telah terbit fajar." (Hadits riwayat Imam Ahmad 2/510, Ibnu Jarir, dan Al Baihaqi)
Aku (Syaikh Al Albani) berkata: “Isnad hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim. Di samping itu hadits ini mempunyai syawahid (hadits-hadits lain yang memperkuat) yaitu:
“Jika salah seorang di antara kamu mendengar adzan sedangkan ia masih memegang piring (makan) maka janganlah ia meletakkannya sehingga ia menyelesaikan hajatnya (makannya).” (Hadits riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, Hakim dan dishahihkan olehnya dan oleh Adz Dzahabi)
Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud 1/549, Ibnu Jarir dalam At Tafsir 3/526/3015, Abu Muhammad Al Jauhari dalam Al Fawa’id Al Muntaqah 1/2, Hakim 1/426, Baihaqi 4/218, Ahmad 2/423 dan 510. Diriwayatkan dari beberapa jalan dari Hammad bin Salamah dari Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda … .” Kemudian ia (Abu Hurairah) menyebutkan hadits di atas.
Hakim berkata : “Hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim.” Pernyataan ini disepakati oleh Dzahabi. Padahal dalam hadits ini ada (sanad) yang perlu dikoreksi. Karena Muhammad bin ‘Amr hanya dipakai oleh Imam Muslim jika ia bersamaan dengan yang lain (dengan hadits shahih yang lain yang semakna, pent.) maka yang benar hadits ini HASAN.
Ya, memang Ibnu ‘Amr tidak bersendirian karena Hammad bin Salamah juga berkata: “Diriwayatkan dari Amar bin Abi Amar dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam seperti itu, hanya ada tambahan: "Dan dulu muadzin mengumandangkan adzan jika telah terbit fajar." (Hadits riwayat Imam Ahmad 2/510, Ibnu Jarir, dan Al Baihaqi)
Aku (Syaikh Al Albani) berkata: “Isnad hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim. Di samping itu hadits ini mempunyai syawahid (hadits-hadits lain yang memperkuat) yaitu:
(1) Hadits mursal yang diriwayatkan oleh Hammad juga tetapi dari jalan Yunus dari Hasan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, kemudian menyebutkan hadits tersebut di atas. (Dikeluarkan oleh Ahmad 2/423 dengan disertai riwayat yang pertama)
(2) Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al Husain bin Waqid dari Abu Umamah ia berkata: Pada
waktu iqamat dikumandangkan, Umar masih memegang gelas. Ia (Umar)
bertanya : “Apakah saya masih boleh minum, ya Rasulullah?” Beliau
menjawab : “Ya (boleh).” Kemudian Umar minum. (Hadits riwayat Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya). Isnad hadits ini hasan.
(3) Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair ia berkata: Aku
bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan
ia masih memegang gelas untuk minum kemudian mendengar adzan. Jabir
menjawab : Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan beliau bersabda : “Hendaklah ia
minum.” (Dikeluarkan oleh Ahmad 3/348, beliau berkata : Telah
meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami
Ibnu Lahi’ah).
Aku
(Syaikh Al Albani) berkata: Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai)
jika untuk penguat (menguatkan hadits yang lain, pent.). Al Walid bin
Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah. (Dikeluarkan oleh Abu Al
Husain Al Kilabi dalam Nuskhah Abu Al Abas Thahir bin Muhammad).
Perawi-perawinya
tsiqat (terpercaya), perawi-perawi Imam Muslim kecuali Ibnu Lahi’ah
karena jelek hapalannya. Al Haitsami berkata dalam Al Majma’ (3/153) :
“Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan.”
(4) Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata: “Aku
pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam untuk adzan shalat
shubuh padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta gelas
untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar
untuk shalat.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir 3018 dan 3019, Ahmad
6/12, dan perawi-perawinya tsiqat, perawi-perawi Bukhari Muslim).
Seandainya tidak ada Ibnu Lahi’ah yaitu As Syabi’i [dia bercampur
hapalannya serta suka melakukan tadlis] akan tetapi hadits ini menjadi
kuat dengan adanya riwayat Ja’far bin Barqan dari Syadad budak ‘Ayadh
bin ‘Amir dari Bilal, haditsnya sama dengan yang di atas. (Dikeluarkan
oleh Imam Ahmad 6/13)
(5) Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan pada kami Taubah Al ‘Ambari bahwa dia mendengar Anas bin Malik berkata : Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda (yang artinya): Lihatlah siapa
yang berada di masjid, panggilah dia! Kemudian aku masuk masjid, disana
aku dapati Abu Bakar dan Umar. Kemudian aku memanggil mereka lalu aku
bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau. Kemudian beliau
makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam shalat bersama mereka, shalat shubuh.
(Dikeluarkan oleh Al Bazzar nomor 993 dalam Kasyful Astar dan ia
berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali
hadits ini dan satu hadits yang lain dan tidak meriwayatkan dua hadits
itu darinya (Anas) kecuali Muthi’)
Al Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam Az Zawaid halaman 106 : “Isnad hadits ini hasan.”
Aku
(Syaikh Al Albani) berkata : Imam Al Haitsami berkata seperti itu juga
(seperti perkataan Al Hafidh Ibnu Hajar, pent.) dalam Al Majma’ 3/152.
(6)
Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al A’ma dari
Tamim bin ‘Ayyadl dari Ibnu Umar ia berkata : “‘Alqamah bin Alatsah
pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kemudian
datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal!
‘Alqamah sedang makan sahur.” (Dikeluarkan oleh At Thayalisi nomor 885
dan At Thabrani dalam Al Kabir sebagaimana dalam Al Majma’ 3/153 dan ia
berkata : “Qais bin Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats
Tsauri padahal padanya (Qais) ada pembicaraan (masih diragukan tentang
dia)).
Adapun dalil-dalil dari atsar (perbuatan shahabat, pent.) yang membahas tentang hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Syuhaib bin Gharqadah Al Bariqi dari Hibban bin Harits ia berkata : “Kami pernah makan sahur bersama Ali bin Abi Thalib radliyallahu ‘anhu maka tatkala kami telah selesai makan sahur, ia (Ali) menyuruh muadzin untuk iqamat.” (Dikeluarkan oleh At Thahawi dalam Syarah Al Ma’ani 1/106 dan Al Mulhis dalam Al Fawaid Al Munthaqah 8/11/1)
Perawi-perawinya tsiqat kecuali Hibban, Ibnu Abi Hatim 1/2/269 membawakan riwayat ini dan ia tidak menyebutkan jarh dan ta’dil-nya sedangkan Ibnu Hibban menulisnya dalam Ats Tsiqat.
Diterjemahkan dari Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah hadits nomor 1394,
Syaikh Nashiruddin Al Albani