Sunday, May 3, 2015

Keutamaan Para Sahabat Nabi

Keutamaan Para Sahabat Nabi

Sahabat seakidah, para pemuda muslim yang dirahmati Allāh. Sebagaimana kita yakini bersama, bahwa umat terbaik setelah Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah para sahabatnya. Inilah yang wajib untuk kita tanamkan di dalam hati kita; yaitu penghormatan, kecintaan dan pemuliaan kepada mereka. Orang-orang yang berjasa besar terhadap umat ini dengan menyampaikan risalah Islam dari tangan Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam kepada segenap umat manusia.
Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
“Orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama dari kalangan Muhajirindan Anshar, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allāh meridhai mereka, dan mereka pun meridhai-Nya. Allāh sediakan untuk mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah: 100)
Dari Abu Hurairah raḍiyallāhu’anhu, suatu ketika Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat,
“Siapakah di antara kalian yang hari ini berpuasa?”.
Abu Bakar raḍiyallāhu’anhu menjawab, “Saya.”
Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah memberi makan orang miskin?”.
Abu Bakar raḍiyallāhu’anhu menjawab, “Saya.”
Beliau kembali bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengunjungi orang sakit?”
Abu Bakar raḍiyallāhu’anhu kembali menjawab, “Saya.”
Maka Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah itu semua terkumpul pada diri seseorang melainkan dia pasti masuk surga.” (HR. Muslim no. 1028)
Dari Anas bin Malik raḍiyallāhu’anhu, suatu ketika Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersama Abu Bakar, Umar, dan Utsman naik di atas gunung Uhud, tiba-tiba gunung itu bergetar (terjadi gempa). Beliau pun bersabda,
“Tenanglah wahai Uhud. Sesungguhnya yang di atasmu ini adalah seorang Nabi, seorang yang Shiddiq/jujur, dan dua orang yang akan mati Syahid.” (HR. Bukhari no. 3675)
Dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari bapaknya, dia berkata,
“Suatu saat datang seorang perempuan menemui Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Maka, beliau memerintahkannya untuk kembali lagi menemuinya. Perempuan itu berkata, “Bagaimana jika nanti saya datang dan tidak bertemu dengan anda -seolah-olah perempuan itu bermaksud kematiannya-?”. Maka beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kamu tidak menemuiku, temuilah Abu Bakar.” (HR. Bukhari no. 3659)
Abdullah bin ‘Umar raḍiyallāhu’anhu’anhumā berkata,
“Dahulu di masa Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam masih hidup kami memilih-milih siapakah orang yang terbaik. Maka menurut kami yang terbaik di antara mereka adalah Abu Bakar, kemudian ‘Umar, kemudian ‘Utsman bin ‘Affan. Semoga Allāh meridhai mereka semuanya.” (HR. Bukhari no. 3655)
Dari Abu Sa’id al-Khudri raḍiyallāhu’anhu, Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian mencela para Sahabatku! Seandainya salah seorang diantara kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud, niscaya hal itu tidak akan bisa menandingi kualitas infak mereka yang hanya satu mud/genggaman dua telapak tangan, bahkan setengahnya pun tidak.” (HR. Bukhari no. 3673dan Muslim no. 2541)
Dari Abu Musa al-Asy’ari raḍiyallāhu’anhu, Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bintang-bintang adalah penjaga bagi langit. Apabila bintang-bintang itu lenyap maka akan menimpa langit apa yang dijanjikan atasnya (kehancuran). Aku adalah penjaga bagi para Sahabatku. Apabila aku pergi maka akan menimpa mereka apa yang dijanjikan atas mereka. Para Sahabatku juga menjadi penjaga bagi umatku. Apabila para Sahabatku telah pergi maka akan menimpa umatku apa yang dijanjikan atas mereka.” (HR. Muslim no. 2531)
Putra Ali bin Abi Thalib raḍiyallāhu’anhu yang bernama Muhammad bin al-Hanafiyah pernah bertanya kepada ayahnya,
“Aku bertanya kepada ayahku: Siapakah orang yang terbaik setelah Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam?”
Beliau menjawab, “Abu Bakar.”
Aku bertanya lagi, “Lalu siapa?”
Beliau menjawab, “’Umar.” Dan aku khawatir jika beliau mengatakan bahwa ‘Utsman adalah sesudahnya. Maka, aku katakan, “Lalu anda?”
Beliau menjawab, “Aku ini hanyalah seorang lelaki biasa di antara kaum muslimin.” (HR. Bukhari no. 3671)
Umar bin Khaththab raḍiyallāhu’anhu pernah berkata,
Seandainya ditimbang iman Abu Bakar dengan iman seluruh penduduk bumi, niscaya lebih berat iman Abu Bakar.” (lihat as-Sunnah, sanadnya hasan, lihat as-Sunnah li Abdillah ibni Ahmad ibni Hanbal, Jilid 1 hal. 378)
Ibnu ‘Umar raḍiyallāhu’anhuma berkata,
“Janganlah kalian mencela para sahabat Muhammad. Sungguh kebersamaan dan duduknya mereka -bersama Nabi- itu walaupun hanya sesaat jauh lebih baik daripada amalan salah seorang dari kalian seumur hidupnya.” (lihat al-Ibanah li Maa li ash-Shahabah minal Manzilah wa al-Makanah, hal. 180)
Imam asy-Syafi’i raḥimahullāh pernah mengatakan,
“Orang yang paling utama setelah Rasul ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Bakar, kemudian ‘Umar, kemudian ‘Utsman, kemudian ‘Ali. Semoga Allāh meridhai mereka.” (lihat al-Ibanah li Maa li ash-Shahabah minal Manzilah wa al-Makanah, hal. 112)
Imam Ahmad bin Hanbal raḥimahullāh berkata,
“Termasuk Sunnah adalah menyebut-nyebut kebaikan seluruh para Sahabat Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, menahan diri dari perselisihan yang timbul diantara mereka. Barangsiapa yang mencela para Sahabat Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam atau salah seorang diantara mereka maka dia adalah seorang tukang bid’ah pengikut paham Rafidhah/Syi’ah. Mencintai mereka -para Sahabat- adalah Sunnah. Mendoakan kebaikan untuk mereka adalah ibadah. Meneladani mereka adalah sarana -beragama- dan mengambil atsar/riwayat mereka adalah sebuah keutamaan.” (lihat Qathful Jana ad-Daani, hal. 162)
Imam Abu Zur’ah ar-Razi raḥimahullāh mengatakan,
Apabila kamu melihat ada seseorang yang menjelek-jelekkan salah seorang Sahabat Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam maka ketahuilah bahwa dia adalah seorang zindik. Hal itu dikarenakan menurut kita Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam telah membawa kebenaran. Demikian pula, al-Qur`ān yang beliau sampaikan adalah benar. Dan sesungguhnya yang menyampaikan kepada kita al-Qur’an dan Sunnah-Sunnah ini adalah para Sahabat Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Dan sesungguhnya mereka -para pencela Sahabat- hanyalah bermaksud untuk menjatuhkan kedudukan para saksi kita demi membatalkan al-Kitab dan as-Sunnah. Maka mereka itu lebih pantas untuk dicela, dan mereka itu adalah orang-orang zindik.” (lihat Qathful Jana ad-Daani Syarh Muqaddimah Ibnu Abi Zaid al-Qairuwani, hal. 161).

artikel: www.pemudamuslim.com