Sabar memang pahit seperti namanya
Tetapi, buahnya jauh lebih manis daripada madu…
Sahabat seakidah, para pemuda muslim yang dirahmati Allāh. Musibah dan bencana. Itulah peristiwa pahit yang tak jarang kita alami. Adakah musibah bisa membawa hidayah? Yang jelas, musibah yang menimpa kita adalah sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allāh tabaraka wa ta’ala. Sementara, tidak mungkin Allāh Yang Maha Bijaksana menzalimi hamba-hamba-Nya.
Ibnu Taimiyah raḥimahullāh berkata, “Segala bencana yang menimpa adalah keadilan dari-Nya. Adapun segala nikmat merupakan karunia dan kemurahan dari-Nya.” (lihat al-Hadiyah fi Mawa’izh al-Imam Ibni Taimiyah, hal. 21)
Musibah terkadang menimpa pada harta, nyawa, ataupun barang-barang yang kita butuhkan di dalam kehidupan. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
Sungguh Menakjubkan!“Benar-benar Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan, serta kekurangan harta, lenyapnya nyawa, dan sedikitnya buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila tertimpa musibah mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami ini adalah milik Allāh, dan kami juga akan kembali kepada-Nya’. Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan pujian dari Rabb mereka dan curahan rahmat. Dan mereka itulah orang-orang yang diberikan petunjuk.”(QS. al-Baqarah: 155-157)
Dari Shuhaib raḍiyallāhu ‘anhu, Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik untuknya. Dan hal itu tidak ada kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan maka dia pun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan untuknya. Apabila dia tertimpa kesulitan maka dia pun bersabar, maka hal itu juga sebuah kebaikan untuknya.” (H.R. Muslim no. 2999).Abu Ali ad-Daqqaq raḥimahullāh berkata,
“Hakikat sabar adalah tidak memprotes sesuatu yang sudah ditetapkan dalam takdir. Adapun menampakkan musibah yang menimpa selama bukan untuk berkeluh-kesah (karena merasa tidak puas terhadap takdir, pent) maka hal itu tidaklah meniadakan kesabaran.” (lihat Syarh Muslim [3/7])Musibah Membawa Hidayah
Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
‘Alqomah bin al-Aswad raḥimahullāh -salah seorang tabi’in senior- berkata tentang maksud ayat di atas,“Tidaklah menimpa suatu musibah melainkan dengan izin Allāh. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allāh maka Allāh akan berikan petunjuk ke dalam hatinya. Dan Allāh terhadap segala sesuatu Maha Mengetahui.”(QS. at-Taghabun: 11).
“Dia adalah seorang yang tertimpa musibah, maka dia menyadari bahwa hal itu datang dari Allāh, oleh sebab itu dia pun merasa ridha dan pasrah.” Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang tertimpa musibah kemudian bersabar maka Allāh akan anugerahkan petunjuk ke dalam hatinya (lihat al-Irsyād ilā Shahīh al-I’tiqād, hal. 345-346 dan I’anat al-Mustafid [2/110])Syaikh Shalih al-Fauzan menjelaskan,
“Di sinilah letak pendalilannya, bahwasanya Allāh menyebut kesabaran dalam menghadapi musibah dan ridha terhadap qadha’ dan qadar Allāh sebagai keimanan. “Allāh akan berikan petunjuk ke dalam hatinya.” Buah dari perasaan ridha kepada takdir Allāh, bersabar dan mengharapkan pahala Allāh adalah curahan hidayah ke dalam hatinya. Yaitu Allāh akan tanamkan (perkokoh) di dalam hatinya keimanan, bashirah (ilmu), dan cahaya. Inilah buah kesabaran dalam menghadapi qadha’ dan qadar Allāh.” (lihat I’anat al-Mustafid [2/111])Ayat di atas memberikan pelajaran kepada kita, bahwa:
- Segala macam musibah terjadi dengan ketetapan dan takdir dari Allāh
- Merasa ridha terhadap ketetapan takdir tersebut dan tetap bersabar dalam menghadapinya merupakan salah satu sifat keimanan; karena di dalam ayat tersebut Allāh menyebut sabar dengan keimanan
- Sikap sabar dalam menghadapi musibah akan membuahkan hidayah di dalam hati untuk menggapai kebaikan, kekuatan iman, dan keyakinan (lihat I’anat al-Mustafid [2/112])
Saudaraku, sabar dalam menghadapi takdir yang menyakitkan merupakan bagian dari keimanan dan kesempurnaan tauhid. Sebaliknya, ketidaksabaran dalam menghadapi musibah merupakan perkara yang merusak tauhid. Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib raḍiyallāhu’anhu pernah berkata,
“Sabar di dalam agama laksana kepala bagi tubuh. Sehingga, tidak ada iman pada diri orang yang tidak punya kesabaran sama sekali.” (lihat I’anat al-Mustafid [2/107 dan 109])Sabar adalah bekal untuk meraih kebaikan dan kesempurnaan. Tanpa kesabaran hidup tidak akan membahagiakan. Musibah mendera? Itulah saatnya menyalakan cahaya kesabaran di dalam hati kita…
Wa ṣallallāhu ’ala Nabiyyinā Muhammadin wa ‘alā ālihi wa sallam. Walḥamdu lillāhi Rabbil ‘ālamīn.
____* sumber ilustrasi gambar: http://ht.ly/e1Imx