Tulisan ini Abah ambil dari kitab yang berjudul Majmu’atur rasailil kubra li ibni Taimiyyah karya Fenomenal Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang semasa hidupnya beliau telah berjihad dengan pena nya membantah berbagai syubhat dan kesesatan diantaranya membongkar kebrutalan Syi’ah, dan beliau telah mengangkat pedangnya memimpin jihad beserta para rakyat dimasanya menghalau dan mengusir kaum Tartar yang didomplengi oleh Kaum Syi’ah pada masa itu .
Oleh karena itu para ulama baik ahli fiqh, aqidah dan tarikh Islam telah menyematkan gelar kepada beliau sebagai Syaikhul Islam (Guru Besar Islam) yang mana karena beliau telah berjihad disemua sisi sisi jihad dimasa hidupnya, yang tak banyak para ulama yang mempunyai sisi pribadi menarik seperti biografi beliau, maka pantaslah musuh – musuh beliau begitu banyak dari kalangan penebar syubhat, muqollid dan ahli bid’ah, karena hampir tiada syubhat yang datang kepada beliau maka beliau bongkar dengan ketajaman lidah dan pena beliau … -semoga Alloh merahmati beliau – …
Baiklah kita lihat bagaimana beliau berbicara tentang ziarah kubur, apakah benar beliau 4NT1??
Beliau berkata didalam Majmu’atur – nya :
Ziara kubur itu ada 2 macam.
Pertama ziarah secara syar’i dan kedua ziarah bid’ah.
Ziarah syar’i adalah ziarah yang dimaksudkan untuk mengucapkan salam kepada simayit dan mendoakannya. Ziarah semacam ini tidak berbeda dengan menshalati jenazahnya. Maka sunnahnya adalah mengucapkan salam kepada si mayit lalu mendoakannya, baik ia seorang Nabi ataupun bukan. sebagaimana perintah Nabi kepada para sahabatnya agar ketika berziarah kubur berdo’a :
Keselamatan semoga tercurah selalu untuk kalian, wahai para penghuni makam, kaum mu’minin dan muslimin, Kami Insya Alloh akan menyusul kalian. Semoga Alloh menyayangi orang-orang yang terdahulu dari kami dan kalian, serta orang – orang yang terkemudian, kami senantiasa memohon ‘afiat dari Alloh untuk kami dan kalian. Yaa Alloh janganlah Engkau tahan pahala mereka, dan janganlah Engkau fitnah kami sepeninggal mereka dan ampunilah dosa-dosa kami dan dosa-dosa mereka.
Demikian pula ketika ia berziarah kemakam Al-Baqi’ yang terdiri dari para sahabat, atau ketika berziarah kemakam para syuhada Uhud. Jadi tidak ada shalat sama sekali diatas makam mereka atau makam-makam yang lainnya.
Tak seorang pun Imam menganjurkan hal itu. Akan tetapi yang lebih utama adalah melakukan shalat di Masjid yang tidak ada makamnya baik seorang wali, Nabi atau pun orang shalih yang lainnya. Bahkan shalat yang didalam masjidnya dibangun diatas makam bisa dihukumi haram atau makruh (dibenci)
Adapun ziarah yang dianggap bid’ah adalah ziarah yang dimaksud oleh pelakunya untuk meminta terpenuhinya kebutuhan – kebutuhan mereka dari si mayat atau sengaja berdo’a disisi makam tersebut atau pun berdoa kepadanya (meminta kepada sipenghuni kubur-Abah).
Ziarah semacam ini sama sekali tidak termasuk kedalam sunnah dan tidak dianjurkan sama sekali bahkan oleh para ulama salaf sekalipun.
Imam Malik dan para Imam lainnya sangat tidak suka apabila ada yang berkata :
“Saya berziarah kemakam Nabi”
Ungkapan semacam ini tidak pernah diriwayatkan dari Nabi.
Adapun hadits yang berkenaan dengan hal tersebut termasuk kedalam hadits Dhoif (lemah) bahkan maudhu’ (palsu), misalnya :
“Barangsiapa berziarah ke makamku dan kemakam ayahku Ibrohim maka aku akan memohon jaminan syurga kepada Alloh baginya.”
Begitu pula hadits berikut ini :
“Barangsiapa berziarah kemakamku setelah aku meninggal, maka seakan-akan ia telah mengunjungiku pada waktu masih hidup. dan barangsiapa berziarah kepadaku setelah aku meninggal, maka ia berhak mendapatkan syafa’at.”
Dan masih banyak lagi hadits – hadits yang senada. Hadits – hadits itu sama sekali tidak terdapat didalam literatur ke-Islaman yang bisa dijadikan sebagai pegangan, tidak pula dari sebagian Imam atau 4 Imam ataupun yang lainnya. hanya Imam Al-Bazzar dan Daruquthni meriwayatkan sebagian hadits – hadits tersebut dengan sanad yang dhaif.
Biasanya Imam Daruquthni sendiri menyebutkan hadits – hadits dhoif semcam itu (dan yang lainnya) dengan maksud agar diketahui bahwa hadits tersebut dhoif. jadi mereka tetap menjelaskan bahwa hadits tersebut adalah dhoif. Jika hal itu dianggap bid’ah disisi makam Nabi yang merupakan makhluk termulia (oleh para Ulama), maka tentu akan jauh lebih dianggap sebagai bid’ah disisi makam selain makam Nabi.
__________________________________________________________
Selesai …
Nah apakah masih ngotot berkata bahwa salafiyyun, Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 4NT1 ziarah kubur?? :D