Al Ustadz Muhammad Ali Ishmah
Diriwayatkan dari Abu Ruqayah Tamim bin Aus Ad Daary Radhiyallahu ‘Anhu sesungguhnya Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, "Agama itu nasehat." Kami bertanya, "Untuk siapa?" Beliau menjawab, "Untuk Allah, KitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin dan umumnya mereka" (HR. Bukhari, Muslim dan yang lainnya). Hadits ini diriwayatkan dari segolongan para shahabat, di antaranya Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Tamim Ad Daary dan Ibnu Umar radliyallahu ‘anhum (lihat Al Irwa’ No. 26)
Definisi Nasehat
Nasehat kadang-kadang bermakna khulush (bersih, murni dan yang lainnya). Bisa juga artinya menjahit (lihat Lisanul Arab, 2/615). Ibnu Katsir berkata dalam An Nihayah: "Nasehat adalah sebuah kata yang mengungkapkan tentang kalimat yang berisi keinginan agar yang dinasehati mendapat kebaikan." Abu Amr bin Ash Shalah berkata: "Nasehat adalah sebuah kalimat yang ringkas yang mengandung usaha si penasehat dengan memberi berbagai segi kebaikan secara kehendak dan perbuatan kepada yang dinasehati."
Nasehat Untuk Allah
Nadhim Sulthan berkata dalam Al Qawa’id hal. 91-96: "Nasehat untuk Allah adalah dengan beriman yang jujur kepadaNya. Dengan apa-apa yang dikabarkan dan diceritakan di dalam kitabNya dan juga yang melalui RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam. Juga dengan ikhlas beribadah kepadaNya semata dan tidak beribadah kepada selainNya, mematuhi apa saja yang telah diperintahkanNya, menjauhi apa yang dilarangNya, mencintai apa yang Dia cintai, membenci yang Dia benci, berwala’ kepada hamba-hambaNya yang beriman dan sebaliknya memusuhi serta menjauhi musuh-musuhNya."
Barangsiapa
yang telah berhasil menunaikan itu berarti dia telah membersihkan
dirinya dari karat-karat dan kotoran-kotoran yang rendah dan dia telah
melakukan nasehat bagi Allah. Makna nasehat di sini adalah ikhlas kepada Allah dan yang menguatkannya adalah firman Allah (yang artinya):
"Tidak
dosa (lantaran tidak pergi jihad) atas orang-orang yang lemah, atas
orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa
yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah
dan RasulNya" (QS. At Taubah: 91).
Makna nasehat pada ayat ini adalah mengikhlaskan ucapan dan perbuatan.
Imam Al Qurthubi menyatakan dalam tafsirnya terhadap ayat ini bahwa para ulama berkata: "Nasehat
bagi Allah adalah memurnikan keyakinan dalam ketunggalanNya dan juga
memberi sifat kepadaNya sifat-sifat keilahan, mensucikanNya dari segala
kekurangan serta mencintai yang dicintaiNya dan menjauhi yang
dibenciNya" (Tafsir Al Qurthubi 8/227)
Nasehat Untuk KitabNya
Yaitu beriman dengan kitabNya menurut cara yang dicontohkan para salaful ummah. Keyakinan para salaf tentang Al Qur’an adalah meyakini bahwa Al Qur’an adalah kalamullah, dan bukan makhluk. Al Imam Abu Utsman Ash Shabuni mengatakan dalam risalah Aqidatus Salaf Ashabil Hadits: "Para ahlul hadits bersaksi dan meyakini bahwa Al Qur’an adalah kalamullah, kitab dan wahyuNya bukan makhluk. Barangsiapa yang mengatakan Al Qur’an adalah makhluk dengan keyakinan, maka dia dianggap kafir oleh para ahlul hadits." Al Qur’an adalah kalamullah dan wahyuNya yang dibawa oleh Jibril kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berbahasa Arab untuk kaum yang mengetahui sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira, sebagaimana firman Allah (yang artinya):
Nasehat Untuk KitabNya
Yaitu beriman dengan kitabNya menurut cara yang dicontohkan para salaful ummah. Keyakinan para salaf tentang Al Qur’an adalah meyakini bahwa Al Qur’an adalah kalamullah, dan bukan makhluk. Al Imam Abu Utsman Ash Shabuni mengatakan dalam risalah Aqidatus Salaf Ashabil Hadits: "Para ahlul hadits bersaksi dan meyakini bahwa Al Qur’an adalah kalamullah, kitab dan wahyuNya bukan makhluk. Barangsiapa yang mengatakan Al Qur’an adalah makhluk dengan keyakinan, maka dia dianggap kafir oleh para ahlul hadits." Al Qur’an adalah kalamullah dan wahyuNya yang dibawa oleh Jibril kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berbahasa Arab untuk kaum yang mengetahui sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira, sebagaimana firman Allah (yang artinya):
"Dan
sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta
alam. Dia dibawa oleh Ar Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan
dengan bahasa Arab yang jelas." (Asy Syu’ara: 192-195)
Al
Qur’an adalah wahyu yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam kepada umatnya, sebagaimana beliau diperintahkan oleh
Allah dalam ayat:
"Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu." (Al Maidah: 67).
Dan
Al Qur’an adalah kalamullah sebagaimana hadits dari Jabir yang
menceritakan Nabi menawarkan dirinya kepada orang yang pulang haji:
"Adakah seorang yang akan membawaku kepada kaumnya, sebab orang Quraisy telah melarangku untuk menyampaikan kalam Rabbku." (HR. Bukhari dalam Khalqul Af’alil Ibad 86, 205).
Itulah Al Qur’an, dia bukan makhluk. Barangsiapa yang mengira dia makhluk, maka dia dianggap kafir menurut para ahlul hadits.
Imam Al Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya Al Jami’ li Ahkamil Qur’an, ketika menafsirkan makna ‘nasehat bagi kitab Allah’ adalah dengan:
a. Membacanya
Membaca Al Qur’an memiliki banyak keutamaan. Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berkaitan dengan hal ini di antaranya adalah:
a. Membacanya
Membaca Al Qur’an memiliki banyak keutamaan. Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berkaitan dengan hal ini di antaranya adalah:
"Bacalah Al Qur’an oleh kalian, karena dia akan datang di hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi para pembacanya." (HR. Muslim dalam Kitabul Musafirin No.252/804)
b.Memahaminya
Kebanyakan kaum muslimin membaca Al Qur’an dengan indah, tetapi tidak memahami arti dan tafsir yang benar tentangnya. Demikian juga orang-orang yang menghafal Al Qur’an tetapi tidak memahaminya dan hanya sebatas menghafal huruf-hurufnya saja.
b.Memahaminya
Kebanyakan kaum muslimin membaca Al Qur’an dengan indah, tetapi tidak memahami arti dan tafsir yang benar tentangnya. Demikian juga orang-orang yang menghafal Al Qur’an tetapi tidak memahaminya dan hanya sebatas menghafal huruf-hurufnya saja.
Al
Imam Ath Thurthusi dalam Al Hawadits hal. 96, yang ditahqiq oleh Syaikh
Ali Hasan, menyatakan: "Termasuk kebid’ahan yang dilakukan oleh
orang-orang tentang Al Qur’an adalah sekedar menghafal huruf-hurufnya
tanpa memahaminya." Imam Malik meriwayatkan dalam Muwatha’nya 1/205
menyatakan: "Abdullah bin Umar berhenti pada surat Al Baqarah selama
delapan tahun. Para ulama berkata bahwa maknanya adalah beliau
mempelajari faraidlnya, hukumnya, halal haramnya, janji, ancamannya dan
lain-lain."
Diriwayatkan
dari Malik dalam Al Utaibah, beliau berkata: "Pernah ditulis surat
kepada Umar bin Al Khathab dari Irak yang mengabarkan kepadanya bahwa
beberapa orang telah menghafal Al Qur’an. Maka Umar memberikan imbalan
pada mereka dengan mengatakan: Berikan kepada mereka harta." Kemudian
bertambah banyaklah orang yang menghafal Al Qur’an. Satu tahun setelah
itu ditulis surat kepada Umar bahwa ada 700 orang yang telah menghafal
Al Qur’an. Kemudian Umar membalas: "Aku khawatir kalau mereka bersegera
dalam Al Qur’an tanpa memahaminya." Imam Malik berkata: "Maknanya adalah
beliau khawatir kalau mereka menakwilkannya dengan tidak benar."
Beginilah
keadaan para pembaca Al Qur’an di masa ini. Kamu dapati mereka sanggup
meriwayatkan Al Qur’an dengan 100 jenis riwayat, mengatur hurufnya
dengan rapi, padahal dia sangat jahil terhadap hukum-hukumnya. Kalau
engkau menanyakan kepadanya permasalahan sebenarnya tentang niat dalam
wudlu, tempatnya, membawakannya, membatalkannya dan dalam
memisah-misahkannya terhadap anggota-anggota wudlu, dia tidak bisa
menjawab padahal dia membaca dan menghafal ayat:
"Wahai orang-orang yang beriman, bila kalian hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku." (Al Maidah: 6).
Bahkan
kalau engkau bertanya kepadanya apakah perintah Allah dalam ayat ini
menunjukkan wajib atau nadb atau istihbab atau waqf atau mubah, belum
tentu ia dapat menjawab secara rinci.
Imam
Malik pernah ditanya tentang anak berumur 7 tahun yang telah menghafal
Al Qur’an, maka beliau menjawab: "Menurutku hal itu tidak patut." Sisi
pengingkaran beliau dalam hal ini adalah karena para shahabat membenci
cepat-cepat menghafal Al Qur’an tanpa memahami maknanya. Al Hasan
berkata: "Sesungguhnya Al Qur’an ini telah dibaca oleh para hamba dan
anak-anak. Tapi mereka tidak tahu tafsirnya dan tidak memulai dari
awalnya padahal Allah telah berfirman:
"Ini
adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai pikiran" (Shad : 29)
Tadabur terhadap ayat-ayat-Nya adalah mengikutinya dengan Ilmu. Demi Allah, bukan dengan menghapal huruf-hurufnya dan menyia-nyiakannya hukum-hukumnya, sampai salah seorang mereka ada yang berkata :’Demi Allah, aku telah membaca Al-Qur’an semuanya dan tidak satupun tertinggal dari hurufnya.’ Padahal dia-demi Allah- telah meninggalkannya. Tidak terlihat Al-Qur’an pada Akhlak dan amalnya. Diantaranya lagi ada yang berkata :’ Demi Allah aku bisa membaca Al-Qur’an dengan satu nafas.’ Meraka bukanlah qurra’ dan bukan pula ulama yang wara’. Kapan para qurra’ mengatakan demikian? Semoga Allah tidak memperbanyak orang-orang seperti mereka.”
Al-Hasan berkata lagi :" Orang yang membaca Al-Qur’an ada tiga jenis :
Pertama, Dia membaca Al-Qur’an dia jadikan Al-Qur’an sebagai barang dagangan dan dengannya dia mengharap harta manusia dari satu negeri ke negeri yang lain
Pertama, Dia membaca Al-Qur’an dia jadikan Al-Qur’an sebagai barang dagangan dan dengannya dia mengharap harta manusia dari satu negeri ke negeri yang lain
Kedua,
Ada yang membaca Al-Qur’an dengan indah, tetapi mereka menyia-nyiakan
hukum-Nya. Meraka mengalirkan harta banyak harta yang dimiliki para
penguasa dan memfitnah para penduduk negerinya. Alangkah banyak yang
demikian. Semoga Allah tidak memperbanyak orang-orang yang demikian.
Ketiga,
Ada yang membaca Al-Qur’an, dia memulai dengan yang mengandung obat
yang dia ketahui dari Al-Qur’an. Kemudian dia gunakan untuk mengobati
hatinya. Meleleh air matanya. Dia bergadang tidak tidur, sedih, khusyu’.
Karena mereka, Allah menurunkan hujan, memusnahkan musuh-musuh, menolak
bala. Demi Allah, pemikul Al-Qur’an seperti ini sangat sedikit di
kalangan manusia." (Masih dalam Tafsir Al-Qurthubi).
Beliau
melanjutkan:" Allah telah berfirman tentang orang-orang yang menghafal
kitab-kitab yang turun dari langit yang mereka tidak mengerti
hukum-hukumnya, halal dan haramnya dengan ucapan-Nya : "Di antara
mereka ada orang-orang yang ummi, mereka tidak mengetahui tentang
Al-Kitab kecuali membaca (amani) dan mereka hanya menduga-duga" (Al-Baqarah : 78).
Meraka menghafal Al-Qur’an tetapi tidak mengetahui apa yang telah diturunkan oleh Allah di dalamnya tentang hikmah-hikmah ddan pelajaran. Maka Allah mensifati mereka bahwa mereka hanya sekedar amani. Amani dalam konteks ini berarti tilawah (membaca).
Sufyan pernah berkata : "Tidak ada di dalam kitabullah ayat yang paling berat bagiku kecuali: Katakanlah :" Wahai ahli kitab, kalian tidak dipandang beragama sedikitpun sampai kalian menegakkan ajaran Taurat dan Injil (Al-Maidah : 68). Menegakkan artinya, memahami dan mengamalkannya." (Selesai ucapan Thurthusyi).
c. Membelanya
Selanjutnya Imam Qurthubi mengatakan :"Seseorang tidak akan bisa membela Al-Qur’an, kecuali kalau dia memahami isinya". (Selesai Ucapan Imam Qurthubi). Baik dari segi bahasa (nahwu, sharaf dan lain-lain) atau tafsirnya. Bagi orang yang lemah dalam hal-hal tersebut biasanya ketika diterpa badai syubhat dari ahlul bid’ah, dia akan tenggelam.
Membela
Al-Qur’an bisa dalam banyak hal. Yaitu dalam semua perkara yang telah
diterangkan Allah dalam Al-Qur’an. Yang terpenting adalah dalam hal-hal
yang berkaitan dengan perkara I’tiqad dan hukum." (Sumber yang sama).
d. Mengajarkannya
Pada point berikutnya beliau berkata :"Mengajarkan Al-Qur’an mengandungkeutamaan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya)
d. Mengajarkannya
Pada point berikutnya beliau berkata :"Mengajarkan Al-Qur’an mengandungkeutamaan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya)
"Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya" (HR. Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi)".
e. Memuliakannya
Memuliakan Al-Qur’an ketika membacanya berarti kita harus beradab ketika itu, seperti dalam keadaan wudlu, tidak bersandar dan tidak duduk seperti orang yang sombong. Memuliakan Al-Qur’an bukan hanya seperti yang dipahami oleh orang-orang awam yaitu dengan meletakkannya di tempat yang bersih, melainkan dibaca dan diamalkan setelah dipahami. Bahkan kadang-kadang ada rumah kaum muslimin yang tidak memiliki Al-Qur’an. Kalaupun punya, diletakan dalam lemari dan disimpan tanpa pernah disentuh.
f. Berakhlaq dengannya
Manusia yang telah mengamalkan Al-Qur’an adalah Rasulullah shalallau’alaihi wa sallam. Bila kita ingin mengamalkan Al-Qur’an dan berakhlak dengannya maka hendaknya kita melihat Akhlak beliau. Hal itu pernah diucapkan oleh Aisyah radliyallahu’anha – Ibu kaum muslimin.
e. Memuliakannya
Memuliakan Al-Qur’an ketika membacanya berarti kita harus beradab ketika itu, seperti dalam keadaan wudlu, tidak bersandar dan tidak duduk seperti orang yang sombong. Memuliakan Al-Qur’an bukan hanya seperti yang dipahami oleh orang-orang awam yaitu dengan meletakkannya di tempat yang bersih, melainkan dibaca dan diamalkan setelah dipahami. Bahkan kadang-kadang ada rumah kaum muslimin yang tidak memiliki Al-Qur’an. Kalaupun punya, diletakan dalam lemari dan disimpan tanpa pernah disentuh.
f. Berakhlaq dengannya
Manusia yang telah mengamalkan Al-Qur’an adalah Rasulullah shalallau’alaihi wa sallam. Bila kita ingin mengamalkan Al-Qur’an dan berakhlak dengannya maka hendaknya kita melihat Akhlak beliau. Hal itu pernah diucapkan oleh Aisyah radliyallahu’anha – Ibu kaum muslimin.
"Akhlak Nabi shalallahu’alaihi wa sallam adalah Al Qur’an" (HR. Muslim no. 746).
Nasehat Bagi Rasul-Nya
Imam Al-Qurthubi dalam tafsir itu juga menyatakan bahwa maksud nasehat kepada Rasulullah shalallhu’alaihi wa sallam adalah :
Nasehat Bagi Rasul-Nya
Imam Al-Qurthubi dalam tafsir itu juga menyatakan bahwa maksud nasehat kepada Rasulullah shalallhu’alaihi wa sallam adalah :
- Membenarkan kenabiannya.
- Iltizam taat kepadannya dalam larangan dan perintah.
- Mencintai orang yang mencitainya dan membenci orang yang membencinya.
- Menghormatinya.
- Mencintai beliau dan keluarganya.
- Mengagungkan beliau.
- Mengagungkan sunnah beliau.
- Menghidupkan sunnahnya setelah wafatnya dengan: Membahasnya, Memahaminya, Membelanya, Menyebarkannya, Berdakwah kepadanya.
- Berakhlak dengan akhlak beliau yang mulia (8/227).
Nasehat Bagi Para Pemimpin Kaum Muslimin
Maksudnya adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Al-Fath I/167 : "Membantu mereka pada perkara yang mereka pikul, mengiatkan mereka ketika lupa atau lalai, menutup kesalahan mereka ketika bersalah, menyatukan suara untuk mereka, mengembalikan hati-hati yang lari kepada mereka dan nasehat terbesar bagi mereka adalah menyelamatkan mereka dari kedhaliman dengan cara yang baik.
Termasuk pemimpin kaum muslimin adalah para imam mujtahidin. Nasehat
untuk mereka adalah dengan menyebarkan iilmu mereka dan menyebarkan
kebaikan-kebaikan mereka serta berbaik sangka kepada mereka. " (Fathul
Bari).
Menurut
Imam Qurthubi : "Maksudnya tidak memberontak kepada mereka, membimbing
mereka kepada kebenaran, mengiatkan mereka tentang perkara kaum muslimin
yang mereka lalaikan, tetap taat kepada mereka dan menunaikan hak
mereka yang wajib." (Tafsir Al-Qurthubi, 8/227).
Sedangkan
Al-Hafidh Ibnu Rajab berkata :"Maksudnya mencintai kebaikan,
kecerdasan dan keadilanmereka, mencintai agar ummat ini bersatu di bawah
kepemimpinan mereka, benci kalau terpecahnya ummat ini di bawah
kepemimpinan mereka, beragama dengan taat kepada mereka dalam perkara
taat kepada Allah, membenci orang-orang memiliki pendapat memberontak
kepada mereka, mencintai kemulaan mereka dalam taat kepada Allah."
(Iqadhul Himam).
Nasehat Bagi Kaum Muslimin
Imam Quthubi berkata: "Maksudnya tidak memusuhi mereka, membimbing mereka, mencintai orang shalih diantara mereka, mendoakan kebaikan untuk mereka dan menginginkan agar mereka mendapat kebaikan."
Nasehat Bagi Kaum Muslimin
Imam Quthubi berkata: "Maksudnya tidak memusuhi mereka, membimbing mereka, mencintai orang shalih diantara mereka, mendoakan kebaikan untuk mereka dan menginginkan agar mereka mendapat kebaikan."
Ibnu Hajar berkata: "Maksudnya menyayagi mereka, berusaha pada hal-hal
yang bermanfaat bagi mereka, mengerjakan yang bermanfaat bagi mereka,
menhan gangguan terhadap mereka, mencintai bagi mereka apa yang
dicintainya bagi dirinya dan membenci bagi mereka apa yang dibencinya
bagi dirinya."
Imam An-Nawawi berkata: "Maksudnya membimbing mereka menuju kebaikan di
dunia dan akhirat mereka, tidak mengganggu mereka, mengajarkan kepada
mereka yang tidak mereka ketahui tentang agama mereka, membantu mereka
untuk itu denganucapan dan amalan, menutup aurat mereka, menolak bahaya
terhadap mereka, mengusahakan agar mereka mendapat kebaikan, menyuruh
mereka kepda yang ma’ruf, mencegah mereka dari yang mungkar dengan kasih
sayang dan ikhlas, menyayangi mereka, menghormati yang tua dari mereka,
menyayangi yang muda, selalu menasehati mereka, tidak menipu mereka,
tidak dengki kepada mereka, mencintai bagi mereka apa yang dicintai bagi
dirinya dari kebaikan, membenci bagi mereka apa yang dibenci bagi
dirinya dari kejahatan dan kejelekan, membela harta dan kehormatan
mereka serta yang selain itu dengan ucapan dan tindakan, menganjurkan
mereka untuk berakhlak dengan seluruh apa yang telah kita sebutkan tadi,
memberi semangat agar mereka melakukan amalan-amalan taat." (syarah
shahih Muslim, 1/239).
Wallahu a’lam bish-shawab.