Sesungguhnya para ulama dari sejak zaman dahulu hingga sekarang memiliki perhatian yang sangat besar terhadap perkara aqidah. Bahkan, mereka mendahulukannya -dalam belajar maupun mengajar- di atas semua cabang ilmu syari’at. Hal ini memiliki banyak sebab, diantaranya adalah:
Sebab Pertama
Aqidah adalah pokok Islam dan asas agama. Tidak diterima amal serta tidak akan menjadi baik ucapan kecuali dengannya. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang kufur kepada keimanan maka sungguh terhapus amalannya.”
(QS. al-Ma’idah: 5).
Allāh ta’ālā juga berfirman (yang artinya),
“Sungguh jika kamu berbuat syirik maka pastilah akan terhapus seluruh amalmu.”
(QS. az-Zumar: 65)
Sebab Kedua
Aqidah ini merupakan fitrah yang Allāh anugerahkan kepada umat manusia. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
“Hadapkanlah wajahmu untuk agama yang hanif. Itulah fitrah yang Allāh berikan kepada manusia, tidak ada yang mengganti ciptaan Allāh.”
(QS. ar-Rum: 30).
Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Semua bayi terlahir dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanya yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
(HR. Bukhārī dan Muslim)
Sebab Ketiga
Aqidah merupakan kewajiban paling pertama bagi mukallaf. Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika mengutus Mu’āż ke Yaman,
- “Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum ahli kitab, maka hendaknya yang pertama kali kamu serukan kepada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan Allāh ta’ālā.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh sebab itu Imām Bukhārī raḥimahullāh menyusun kitab Ṣahīhnya dengan urutan Kitab Bad’ul Waḥyi – Kitab al-Imān – Kitab al-’Ilmu. Dengan susunan ini beliau ingin memberikan pelajaran kepada kita bahwasanya kewajiban pertama bagi manusia adalah iman, sedangkan sarana untuk meraihnya adalah dengan ilmu, sementara sumber iman dan ilmu adalah wahyu.
Jundub bin Abdillāh al-Bajali raḍiyallāhu’anhu berkata,
- “Kami mempelajari iman lalu kami belajar al-Qur`ān; maka semakin bertambahlah keimanan kami.” ‘Abdullah bin Umar raḍiyAllāhu’anhumā berkata, “Sungguh kami ini telah hidup sekian lama dalam keadaan ada diantara kami yang diberikan iman sebelum dianugerahi [ilmu] al-Qur`ān.”
Sebab Keempat
Aqidah merupakan seruan pertama yang didakwahkan oleh para rasul kepada kaumnya. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
- “Tidaklah Kami mengutus seorang rasul pun sebelum engkau melainkan Kami wahyukan kepadanya; Tidak ada sesembahan -yang benar- selain Aku, maka sembahlah Aku saja.” (QS. al-Anbiya’: 25).
Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
- “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak; Sembahlah Allāh dan jauhilah ṭāgut.” (QS. an-Nahl: 36)
Inilah manhaj/metode dakwah para nabi. Yaitu mengokohkan aqidah terlebih dahulu sebelum yang lainnya. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Yusuf ‘alaihis salam ketika berada di dalam penjara. Allāh ta’ālā menceritakan kisahnya (yang artinya),
- “Wahai dua orang temanku dalam penjara ini; Apakah sesembahan-sesembahan yang bermacam-macam itu yang lebih baik ataukah Allāh Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Tidaklah yang kalian sembah selain-Nya kecuali sekedar nama-nama yang diberikan oleh kalian dan nenek moyang kalian; sama sekali Allāh tidak menurunkan keterangan atasnya. Tidaklah hukum itu kecuali milik Allāh. Allāh memerintahkan agar kalian tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Itulah agama yang lurus, akan tetapi kebanyakan orang tidak mengetahui.” (QS. Yusuf: 39-40)
Sebab Kelima
Ia merupakah tujuan penciptaan jin dan manusia. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
- “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56).
Sebab Keenam
Allāh sendiri yang bersaksi tentang keesaan-Nya. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),Sesungguhnya para ulama dari sejak zaman dahulu hingga sekarang memiliki perhatian yang sangat besar terhadap perkara aqidah. Bahkan, mereka mendahulukannya -dalam belajar maupun mengajar- di atas semua cabang ilmu syari’at. Hal ini memiliki banyak sebab, diantaranya adalah:
Sebab Pertama
Aqidah adalah pokok Islam dan asas agama. Tidak diterima amal serta tidak akan menjadi baik ucapan kecuali dengannya. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang kufur kepada keimanan maka sungguh terhapus amalannya.”
(QS. al-Ma’idah: 5).
Allāh ta’ālā juga berfirman (yang artinya),
“Sungguh jika kamu berbuat syirik maka pastilah akan terhapus seluruh amalmu.”
(QS. az-Zumar: 65)
Sebab Kedua
Aqidah ini merupakan fitrah yang Allāh anugerahkan kepada umat manusia. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
“Hadapkanlah wajahmu untuk agama yang hanif. Itulah fitrah yang Allāh berikan kepada manusia, tidak ada yang mengganti ciptaan Allāh.”
(QS. ar-Rum: 30).
Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Semua bayi terlahir dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanya yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
(HR. Bukhārī dan Muslim)
Sebab Ketiga
Aqidah merupakan kewajiban paling pertama bagi mukallaf. Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika mengutus Mu’āż ke Yaman,
- “Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum ahli kitab, maka hendaknya yang pertama kali kamu serukan kepada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan Allāh ta’ālā.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh sebab itu Imām Bukhārī raḥimahullāh menyusun kitab Ṣahīhnya dengan urutan Kitab Bad’ul Waḥyi – Kitab al-Imān – Kitab al-’Ilmu. Dengan susunan ini beliau ingin memberikan pelajaran kepada kita bahwasanya kewajiban pertama bagi manusia adalah iman, sedangkan sarana untuk meraihnya adalah dengan ilmu, sementara sumber iman dan ilmu adalah wahyu.
Jundub bin Abdillāh al-Bajali raḍiyallāhu’anhu berkata,
- “Kami mempelajari iman lalu kami belajar al-Qur`ān; maka semakin bertambahlah keimanan kami.” ‘Abdullah bin Umar raḍiyAllāhu’anhumā berkata, “Sungguh kami ini telah hidup sekian lama dalam keadaan ada diantara kami yang diberikan iman sebelum dianugerahi [ilmu] al-Qur`ān.”
Sebab Keempat
Aqidah merupakan seruan pertama yang didakwahkan oleh para rasul kepada kaumnya. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
- “Tidaklah Kami mengutus seorang rasul pun sebelum engkau melainkan Kami wahyukan kepadanya; Tidak ada sesembahan -yang benar- selain Aku, maka sembahlah Aku saja.” (QS. al-Anbiya’: 25).
Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
- “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak; Sembahlah Allāh dan jauhilah ṭāgut.” (QS. an-Nahl: 36)
Inilah manhaj/metode dakwah para nabi. Yaitu mengokohkan aqidah terlebih dahulu sebelum yang lainnya. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Yusuf ‘alaihis salam ketika berada di dalam penjara. Allāh ta’ālā menceritakan kisahnya (yang artinya),
- “Wahai dua orang temanku dalam penjara ini; Apakah sesembahan-sesembahan yang bermacam-macam itu yang lebih baik ataukah Allāh Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Tidaklah yang kalian sembah selain-Nya kecuali sekedar nama-nama yang diberikan oleh kalian dan nenek moyang kalian; sama sekali Allāh tidak menurunkan keterangan atasnya. Tidaklah hukum itu kecuali milik Allāh. Allāh memerintahkan agar kalian tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Itulah agama yang lurus, akan tetapi kebanyakan orang tidak mengetahui.” (QS. Yusuf: 39-40)
Sebab Kelima
Ia merupakah tujuan penciptaan jin dan manusia. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
- “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56).
Sebab Keenam
Allāh sendiri yang bersaksi tentang keesaan-Nya. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
- “Allāh bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar selain-Nya. Demikian juga bersaksi para malaikat dan orang-orang yang berilmu demi tegaknya keadilan. Tidak ada sesembahan yang benar selain Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 18).
Sebab Ketujuh
Ia merupakan kunci perbaikan umat. Imam Malik raḥimahullāh berkata,
- “Tidak akan baik akhir generasi umat ini kecuali dengan sesuatu yang telah berhasil memperbaiki generasi awalnya.”
Wallāhu a’lam.
:: Diangkat dari mukadimah tahqiq kitab Aqidah Salaf As-ḥābul Hadiṡ karya Imām aṣ-Ṣabuni oleh Abul Yamin al-Manṣūri, hal. 6-9 cet. Dār al-Minhaj
artikel: www.pemudamuslim.com
- “Allāh bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar selain-Nya. Demikian juga bersaksi para malaikat dan orang-orang yang berilmu demi tegaknya keadilan. Tidak ada sesembahan yang benar selain Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 18).
Sebab Ketujuh
Ia merupakan kunci perbaikan umat. Imam Malik raḥimahullāh berkata,
- “Tidak akan baik akhir generasi umat ini kecuali dengan sesuatu yang telah berhasil memperbaiki generasi awalnya.”
Wallāhu a’lam.
:: Diangkat dari mukadimah tahqiq kitab Aqidah Salaf As-ḥābul Hadiṡ karya Imām aṣ-Ṣabuni oleh Abul Yamin al-Manṣūri, hal. 6-9 cet. Dār al-Minhaj
artikel: www.pemudamuslim.com