Monday, February 9, 2015

Mahrom bagi Wanita (5/5)

Mahrom bagi Wanita (5/5)

 


 Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif

Menutup pembahasan mengenai mahrom, sebagai pelengkap, berikut akan kami uraikan hukum-hukum yang berkaitan dengan mahrom. Apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan antara wanita dengan mahromnya? Silahkan simak jawaban dari masalah yang sangat penting ini.




Setelah memahami macam-macam mahrom, perlu diketahui pula beberapa hal yang berkenaan tentang hukum wanita dengan mahromnya adalah:



  1. Tidak boleh menikah




    Alloh Ta’ala berfirman:


    Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada ‘masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat sangat keji dan dibenci oleh Alloh dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
    Diharamkan alas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibuibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istrimu yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu cerai), maka tidak dosa kamu mengawininya, dan diharamkan bagimu istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha
    Pe’nyayang. (QS. An-Nisa’: 22-23).

  2. Boleh menjadi wali pernikahan

    Wali adalah syarat sah sebuah pernikahan, sebagaimana diriwayatkan oleh `Aisyah bahwasanya Rosululloh bersabda:


    Siapa saja wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil (tidak sah), maka nikahnya batil maka nikahnya batil. 


    Juga riwayat dari Abi Musa Al Asy’ari berkata: Rosululloh bersabda:

    Tidak sah nikah kecuali ada wali. 


    Berkata Imam At Tirmidzi:

    "Yang diamalkan oleh para sahabat Nabi dalam masalah wall pernikahan adalah hadits ini, diantaranya adalah Umar bin Khoththob, Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas, Abu Hurairoh dan juga selain mereka."





    Namun tidak semua mahrom berhak menjadi wali pernikahan begitu juga sebaliknya tidak semua wali itu harus dari mahromnya.




    Contoh wali yang bukan dari mahrom seperti anak laki-laki paman (saudara sepupu lakilaki), orang yang telah memerdekakannya, sulthon. Adapun Mahrom yang tidak bisa menjadi wall seperti mahrom karena sebab mushoharoh.
    34




  3. Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar:



    "Kebanyakan ulama’ memberlakukan larangan ini untuk semua safar, karena pembatasan yang terdapat dalam hadits-hadits tersebut
    sangat berbeda-beda." 



    Syaikh Sholeh Al Fauzan Hafidzohulloh ditanya tentang hukum wanita safar dengan naik pesawat domestik dalam negeri tanpa mahrom, apakah itu di bolehkan? Jawab beliau:




    "Tidak boleh bagi seorang wanita mengadakan safar tanpa mahrom, baik naik pesawat ataupun mobil, karena Rasululloh bersabda:


    "Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Alloh dan hari akhir mengadakan safar ‘sehari semalam kecuali bersama mahrom".



    Maka safar wanita tanpa mahrom itu tidak boleh meskipun dengan alat transportasi yang cepat, karena pesawat ataupun mobil itu mungkin saja bisa terlambat, rusak, atau terjadi hal-hal lain yang mengharuskan wanita itu harus bersama mahromnya agar bisa menjaganya saat terjadi
    hal-hal yang tidak diinginkan." 



  4. Tidak boleh Kholwat (berdua-duaan) kecuali bersama mahromnya.

  5. Tidak boleh menampakkan perhiasannya kecuali kepada mahrom.

  6. Tidak boleh berjabat tangan kecuali dengan mahromnya



    Jabat tangan dengan wanita di zaman ini sudah menjadi sesuatu yang lumrah, padahal Rosululloh sangat mengancam keras pelakunya:




    Dari Ma’qil bin Yasar: Bersabda Rasululloh:




    "Seandainya kepala seseorang di tusuk dengan jarum dari besi
    itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya."



    Berkata Syaikh Al Albani:




    "Dalam hadits ini terdapat ancaman keras terhadap orang-orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya, termasuk masalah berjabat tangan, karena jabat tangan itu termasuk menyentuh." 



    Dan Rosululloh tidak pernah berjabat tangan dengan wanita, meskipun dalam keadaan-keadaan penting seperti membai’at dan lain-lain. Dari Umaimah binti Ruqoiqoh: Bersabda Rasululloh:




    "Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita"



    Dari Aisyah (ia berkata),




    "Demi Alloh, tangan Rosululloh tidak pernah menyentuh tangan
    wanita sama sekali meskipun dalam keadaan membaiat. Beliau tidak membaiat
    mereka kecuali dengan mengatakan: "Saya bai’at kalian."



    Keharaman berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya ini berlaku umum, baik wanita itu masih muda ataupun sudah tua, cantik ataukah jelek, juga baik jabat tangan tersebut langsung bersentuhan kulit ataukah dilapisi dengan kain.




    Syaikh Abdul Aziz bin Baz pernah tanya tentang hal tersebut, maka beliau menjawab:




    "Tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya secara mutlak, baik wanita tersebut masih muda ataukah sudah tua renta, baik lelaki yang berjabat tangan tersebut masih muda ataukah sudah tua, karena berjabat tangan ini bisa menimbulkan fitnah.


    Juga tidak dibedakan apakah jabat tangan ini ada pembatasnya ataukah tidak, hal ini dikarenakan keumuman dalil (larangan jabat tangan), juga untuk mencegah timbulnya fitnah." 

  7. Tidak boleh safar (bepergian jauh) kecuali dengan mahromnya




    Banyak sekali hadits yang melarang wanita mengadakan safar kecuali dengan mahromnya, di antaranya:




    Dari Abu Sa’id Al Khudri ia berkata: Berkata Rosululloh:




    "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Alloh dan hari akhir untuk mengadakan safar lebih dari tiga hari kecuali bersama ayah, anak laki-laki, suami, saudara lakilaki atau mahromnya yang lain." 



    Dari Abdulloh bin Amr bin Ash dari Rosululloh berkata:




    "Janganlah seorang wanita muslimah bepergian selama dua hari kecuali bersama suaminya atau mehramnya." 



    Dari Abu Hurairoh, Bersabda Rosululloh:



    "Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Alloh dan hari akhir untuk mengadakan safar sehari semalam tidak bersama mahromnya."



    Dari beberapa hadits ini, kita ketahui bahwa terlarang bagi wanita muslimah untuk mengadakan safar kecuali bersama mahromnya, baik safar itu lama ataupun sebentar. Adapun batasan beberapa hari yang terdapat dalam hadits diatas tidak dapat di fahami sebagai batas minimal.




    Berkata Syaikh Salim Al Hilali:




    "Para Ulama’ berpendapat bahwa batasan hari dalam beberapa hadits di atas tidak dimaksud untuk batasan minimal. Dikarenakan ada riwayat yang secara umum melarang wanita safar kecuali bersama mahromnya,
    baik lama maupun sebentar, seperti riwayat Ibnu Abbas . beliau berkata:

    Saya mendengar Rasululloh bersabda:

    "Janganlah seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali bersama mahromnya, juga jangan safar dengan wanita kecuali bersan!a mahromnya,



    Maka ada seorang lelaki berdiri lalu berkata:


    Wahai Rosululloh, sesungguhnya istri saya pergi haji padahal saya ikut dalam sebuah peperangan.



    Maka Rosululloh menjawab: "Berangkatlah untuk berhaji dengan istrimu."38








    Catatan Kaki




    Shohih, diriwayatkan Abu Dawud: 2083, Tirmidzi:
    3/408, Ibnu Majah: 1879, Ahmad 6/47, Ad

    Darimi 2/137. Lihat Irwaul Gholil 6/243.


    Shohih, Diriwayatkan Abu Dawud: 2085, Tirmidzi:
    3/407, Ad Darimi 2/137, Ibnu Hibban: 1243. Lihat

    Irwaul Gholil 6/235.


    Lihat Sunan Tirmidzi 3/410, tahqiq Muhammad Fu’ ad Abdul
    Baqi.



    Lihat Al Mughni (9/355-360) oleh Ibnu Qudamah, Fiqh

    Sunnah (2/124) oleh Sayyid Sabiq.


    HR. Muslim: 1340.


    HR Ibnu Khuzaimah: 2522.


    HR Bukhori: 1088, Muslim: 1339.


    HR. Bukhori: 3006, 523; Muslim 1341. Lihat Mausu’ah

    Al Manahi Asy Syar’iyah 2/102.


39

Lihat Fathul Bari 4/75.

40

Al Muntaqo min Fatawa Syaikh Sholeh Al Fauzan 5/387.

41

Hadits hasan riwayat Thobroni dalam Al-Mu’jam kabir
20/174/386 dan Rauyani dalam Musnad: 1283. Lihat Ash
Shohihah
 1/447/226.

42

Ash Shohihah 1/448.

43

HR Malik 2/982, Nasa’i 7/149, Tirmidzi:
1597, Ibnu Majah 2874, Ahmad 6/357 dan lainnya.

44

HR Bukhori: 4891.

45

Fatawa Islamiyah 3/76 disusun Muhammad bin Abdul Aziz Al
Musnid)


Dikutip dari majalah Al-Furqon 04/II hal 29 – 31