Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i
Pertanyaan
Di
tempat kami sangat banyak sekali masjid,sebagiannya melaksanakan shalat
dengan 8 rakaat dan sebagiannya 20 rakaat, sebagiannya lagi
memanjangkan shalatnya dan sebagian lagi memendekkan. Maka masjid
manakah yang benar yang sesuai dengan perbuatan Nabi ?
Jawab
Jika
kalian mampu maka hendaknya kalian melaksanakan shalat di masjid pada
pertengahan malam atau sepertiga malam terakhir dengan sebelas raka’at
atau tiga belas raka’at sebagaimana dalam hadits Aisyah bahwasanya Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam tidak menambah raka’at pada bulan Ramadhan atau selainnya dari sebelas raka’at.
Dan telah datang pula riwayat yang mengatakan tiga belas raka’at. Dan
saya nasehatkan untuk mengakhirkan shalat tarawih pada pertengahan malam
atau sepertiga malam terakhir. Karena sesungguhnya Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), ”Barangsiapa
yang takut akan tertidur pada akhir malam maka hendaknya dia witir pada
awalnya, dan barangsiapa yang menginginkan untuk bangun di akhir malam
maka hendaknya witir pada akhirnya karena sesungguhnya shalat pada akhir
malam adalah disaksikan.” (HR.Muslim)
Dan ketika Umar Radhiyallahu ‘Anhu keluar, beliau mendapati Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu ‘Anhu sedang
melaksanakan shalat bersama mereka (orang-orang). Kemudian ia berkata,
“Alangkah nikmatnya satu hal yang baru ini dan orang-orang yang tertidur
darinya juga tidak mengapa.”
Maka apabila mereka
mampu untuk pergi ke masjid kemudian menegakkan sunnah di sana (di
dalamnya) dan melaksanakan shalat pada pertengahan malam atau setelahnya
dengan sebelas raka’at dan mereka memanjangkannya sesuai dengan
kemampuannya. Karena sesungguhnya shalat malam adalah nafilah dan bukan
termasuk ke dalam shalat yang fardhu. Maka Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya
aku akan masuk (atau baru mulai) dalam shalat maka aku menginginkan
untuk memanjangkannya akan tetapi aku tidak meneruskannya karena/ketika
aku mendengar suara tangisan seorang bayi karena kasihan pada ibunya.”
Dan Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan kepada Muadz bin Jabal Radhiyallahu ‘Anhu, “Apakah engkau telah membuat fitnah, wahai Muadz?” Yaitu disebabkan karena beliau Radhiyallahu ‘Anhu memanjangkannya di dalam shalat. Dan Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan juga (yang artinya), “Apabila
salah seorang di antara kalian shalat sendiri, maka hendaknya
memanjangkan sekehendaknya dan apabila ia shalat bersama orang-orang
atau bersama manusia maka hendaklah ia meringankannya karena di antara
mereka ada yang lemah, ada yang sakit dan ada yang memiliki kebutuhan.”
Maka
ini semua adalah di dalam shalat yang fardhu, adapun di dalam shalat
nafilah maka tidak wajib, bahkan seseorang boleh melaksanakan shalat
sekehendaknya dan boleh bagi dia untuk beristirahat dari satu raka’at
menuju kepada rakaat yang lainnya atau dia pergi dulu ke rumahnya. Dan
jika dia mampu untuk melaksanakan shalat di rumahnya, maka ini juga
afdhal. Karena Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda ketika
beliau shalat bersama manusia atau orang-orang dua malam atau tiga
malam di bulan Ramadhan, beliau mengatakan (yang artinya), ”Shalat yang paling afdhal bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat yang wajib atau fardhu.”
Bahwa
yang paling afdhal shalat bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali
shalat yang wajib. Walaupun sebagian orang mengatakan bahwa engkau telah
menepati sunnah yang muakkadah dikarenakan menyelisihi syi’ah, karena
sesungguhnya mereka melihat bahwa shalat tarawih itu adalah bid’ah. Maka
kita tidak menyepakati mereka akan tetapi kita menginginkan untuk
menyepakati atau sesuai dengan hadits Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam
dan apabila ditakutkan tertidur ataupun disibukkan di dalam rumahnya
dari anak-anaknya atau yang lainnya maka kami nasehatkan untuk keluar
menuju ke masjid.
Dinukil dari “Silsilah Al Muntaqo min Fatawa
As Syaikh Al Allamah Muqbil bin Hadi AL Wadi’i”
Judul Indonesia “Risalah Ramadan untuk Saudaraku
Kumpulan 44 Fatwa Syaikh Muqbil bin Hadi”
Penerbit Pustaka At Tsiqaat Press
As Syaikh Al Allamah Muqbil bin Hadi AL Wadi’i”
Judul Indonesia “Risalah Ramadan untuk Saudaraku
Kumpulan 44 Fatwa Syaikh Muqbil bin Hadi”
Penerbit Pustaka At Tsiqaat Press