Sunday, February 22, 2015

Keutamaan Do’a

, ,
Keutamaan Do’a

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari Kiamat.

Kaum muslimin rahimakumullah, do’a memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam Islam. Do’a merupakan bukti ketergantungan seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan AllahSubhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kepada para hamba-Nya, baik yang muda maupun tua, laki-laki maupun perempuan, yang sehat maupun yang lagi sakit, yang sedang lapang maupun sempit, untuk senantiasa berdo’a kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
إِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ (60)

“Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Ghafir: 60)
Allah Ta’ala juga berfirman:

وَاسْأَلُوا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا (32)

“Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisaa’: 32)
Sesungguhnya segala perbendaharaan di langit dan bumi ada di tangan Allah ‘Azza wa Jalla. Sedangkan manusia adalah makhluk yang faqir dan tidak memiliki apa-apa. Maka sudah selayaknya mereka meminta segala kebutuhannya kepada Rabb-nya ‘Azza wa Jalla, baik untuk urusan agama maupun dunianya.
Para Nabi dan Rasul ‘alaihimush sholatu was salam serta para pengikut mereka yang sholih memberikan perhatian yang besar dalam masalah do’a ini. Bahkan untuk semua kebutuhan kita, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kita untuk berdo’a dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لِيَسْأَلَ أَحَدُكُمْ رَبَّهُ حَاجَتَهُ كُلَّهَا حَتَّى يَسْأَلَهُ شِسْعَ نَعْلِهِ إِذَا انْقَطَعَ

“Hendaklah salah seorang dari kalian memohon seluruh kebutuhannya kepada Rabbnya, sampai-sampai ketika tali sandalnya putus.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, no. 3607 dan 3608. Hadits ini dinilai shohih oleh Abdul Qadir Al-Arnaut dalam tahqiqnya untuk kitab Jami’ul Ushul, IV/166)
Apabila untuk tali sandal yang putus, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kita untuk berdo’a dan memintanya kepada Allah Ta’ala, maka untuk perkara-perkara yang paling penting, yakni nikmat hidayah, maghfiroh (ampunan), keteguhan hati untuk senantiasa berada di atas agama yang lurus, serta keselamatan dunia dan akhirat, hendaknya seorang muslim lebih bersemangat dan bersungguh-sungguh memintanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.  Tiada yang mampu mencegah apapun yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Dan tiada seorang pun yang dapat memberi apa yang tidak Allah berikan.
Pahala Bagi Orang Yang Berdo’a
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُوْ بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيْهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيْعَةُ رَحِمٍ
إِلاَّ أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ :
إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي اْلآخِرَةِ،
وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوْءِ مِثْلَهَا، قَالُوْا : إِذاً نُكْثِرُ، قَالَ : اللهُ أَكْثَرُ

“Tidaklah seorang muslim berdo’a kepada Allah dengan sebuah do’a yang di dalamnya tidak berisi dosa dan pemutusan tali silaturahim, melainkan Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga kemungkinan: Allah akan segera mengabulkan do’anya, atau Allah akan menyimpannya sebagai pahala baginya di Akhirat, atau Allah akan menghindarkan dirinya dari keburukan yang semisalnya.” Para sahabat berkata, “Kalau begitu kami harus memperbanyak berdo’a (wahai Rasulullah)?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apa yang Allah berikan kepada kalian lebih banyak dari apa yang kalian minta.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Ahmad, 3/18 dan al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, no. 710. Hadits ini dinilai shohih oleh Al-Albani dalam Shohiih Al-Adab Al-Mufrad, no. 550)
Apabila seorang hamba berdo’a kepada Allah ‘Azza wa Jalla, maka pengabulan do’a yang ia panjatkan itu ada beberapa kemungkinan, yakni:
Pertama : Allah mengabulkan do’anya dan memberikan sesuai dengan yang diminta. Boleh jadi Allah segera mengabulkan do’anya sehingga tercapailah apa yang diinginkan dalam waktu yang cepat. Bisa pula Allah menundanya dikarenakan hikmah-Nya yang tersembunyi, sehingga apa yang dia minta baru terwujud di waktu yang lain.
Kedua : Allah menghindarkan keburukan dari diri orang yang berdo’a sebagai ganti do’a yang dipanjatkan. Bisa jadi Allah memberikan kebaikan yang jauh lebih baik dari apa yang diminta, atau Allah menggantinya dengan yang lain karena apa yang diminta barangkali tidak baik untuknya.  Allah Ta’ala berfirman:

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوْا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ
وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ (216)

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Ketiga : Allah menyimpannya untuk suatu hari di mana pada saat itu kita sangat membutuhkan pahala do’a, yakni di hari Kiamat. Pahala dari do’a akan dapat menghapuskan dosa sesuai dengan besarnya pahala dari do’a yang dipanjatkan. (Disarikan dari Rasysyul Barad Syarh al-Adab al-Mufrad, penjelasan hadits no. 710)
Seorang muslim barangkali mengira bahwa do’anya tidak dikabulkan, padahal do’anya telah dikabulkan. Bahkan bisa jadi dia diberi dengan sesuatu yang jauh lebih baik dari yang diminta, atau dengan pengabulan yang lainnya. Sungguh, Allah maha luas rahmat-Nya. Dengan memahami tiga hal di atas, hendaklah kita selalu berprasangka baik kepada Allah dan terus berdo’a kepada-Nya dengan keyakinan bahwa do’a kita pasti dikabulkan.
Ibnul Jauzi rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah bahwa doa seorang mukmin tidak mungkin ditolak. (Akan tetapi) boleh jadi ditunda pengabulannya itu lebih baik atau digantikan sesuatu yang lebih maslahat daripada yang diminta, baik di dunia atau di Akhirat. Sebaiknya seorang hamba tidak meninggalkan berdoa kepada Rabbnya, sebab doa adalah ibadah yaitu ibadah penyerahan diri dan ketundukan kepada-Nya.” (Fathul Bari, 7/348)
Anjuran Banyak Berdo’a Di Saat-Saat Lapang
Kaum muslimin yang kami muliakan, seorang muslim yang baik adalah yang senantiasa mengingat Allah bukan hanya di waktu sempit saja, namun juga di waktu-waktu lapang dan bahagia. Demikian pula dia senantiasa berdo’a kepada-Nya di saat lapang maupun sempit.
Banyak berdo’a kepada Allah di saat lapang, memiliki keutamaan yang besar. Apabila seorang hamba membiasakan dirinya berdo’a kepada Allah di saat-saat lapang, niscaya permintaannya akan mudah dikabulkan ketika sempit, sebagaimana yang terjadi pada Nabi Yunus ‘alaihis salam. Beliau banyak memohon kepada Allah sebelum tiba masa-masa sulit (yakni ketika masih lapang), maka Allah mengabulkan do’anya dan menyelamatkannya dari kesusahan. Allah Ta’ala berfirman:

فَلَوْلاَ أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِيْنَ (143)
لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ (144)

“Kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (QS. Shaaffaat: 143 – 144).
Dalam sebuah hadits yang panjang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan wasiat kepada ‘Abdullah Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِيْ الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِى الشِّدَّ ةِ

“Kenalilah Allah di saat senang, niscaya Dia akan mengenalimu di saat sempit.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, no. 2516, dan Ahmad, no. 2669. Hadits ini dinilai shohih oleh Al-Albani dalam Shahiih Al-Jaami’, no. 2961)
Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela orang-orang yang berdo’a kepada Allah di waktu sempit dan melupakan Allah ketika lapang. Allah Ta’ala berfirman:

وَإِذَا مَسَّ الإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُ مُنِيْبًا إِلَيْهِ
ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً مِنْهُ نَسِيَ مَا كَانَ يَدْعُوْ إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ (8)

“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Rabb-nya dengan kembali kepada-Nya. Kemudian apabila Rabb-nya memberikan nikmat-Nya kepadanya, lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu.” (QS. Az-Zumar: 8).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيْبَ اللهُ لَهُ عِنْدَ الشَّدَائِدِ وَالْكَرْبِ فَلْيُكْثِرِ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ

“Barangsiapa yang suka Allah mengabulkan do’anya pada saat-saat sempit dan kesulitan, hendaklah ia memperbanyak do’a di saat-saat lapang.” (Diriwayatkan oleh at–Tirmidzi, no. 3382 dan al-Hakim I/544. Hadits ini dinilai hasan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shohiihah, no. 593 dan Shohiih Al-Jaami’, no. 6290).
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menambahkan ilmu yang bermanfaat bagi kita dan menerima amal kita. Amin
Muroja’ah : Ust. Ammi Nur Baits
Sumber : Buletin at-Taubah edisi ke-20