Pertanyaan
Apa maksud dari hadits,
«مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ»
“Air zam-zam itu tergantung (niat) orang yang meminumnya.”[1]? Kemudian, apakah ketika meminumnya cukup dengan niat sebelum meminumnya ataukah harus melafadzkan do’a? Semoga Allah memberkahi ilmu dan umur anda.
Jawaban
الحمدُ لله ربِّ العالمين، والصلاةُ والسلامُ على مَنْ أرسله اللهُ رحمةً للعالمين، وعلى آله وصَحْبِهِ وإخوانِه إلى يوم الدِّين، أمّا بعد
Maksud dari sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas adalah berkah air zamzam tercapai sesuai dengan niat peminumnya. Jika dia meminumnya agar kenyang, maka Allah akan mengenyangkannya. Jika dia meminumnya untuk berobat, niscaya Allah akan menyembuhkannya. Dan jika dia meminumnya untuk memohon perlindungan kepada Allah, niscaya Allah akan melindunginya. Demikianlah, dengan menghadirkan niat yang baik ketika meminum air zamzam, niscaya apa yang diniatkan oleh peminumnya akan tercapai dengan karunia Allah ta’ala, Zat yang memberikan karunia kepada siapasaja yang dikehendaki-Nya, karena Allah-lah pemilik karunia yang sangat besar.
Al-Manawi ketika menjelaskan lafadz hadits «شِفَاءُ سُقْمٍ» “obat bagi penyakit”, mengatakan, “Air zamzam itu merupakan obat bagi segala penyakit apabila diminum dengan niat yang baik dan rahmaniyyah (sesuai tuntunan Allah).”[2]
Terdapat beberapa hadits yang menerangkan keberkahan air zamzam dan anjuran untuk meminumnya. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ وَهِيَ طَعَامُ طٌعْمٍ، وَشِفَاءُ سُقْمِ
Air zamzam itu mengandung berkah, makanan yang mengenyangkan dan obat bagi penyakit.[3]
2. Sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
خَيْرُ مَاءٍ عَلى وَجْهِ الأَرْضِ مَاءُ زَمْزَمَ، فِيهِ طَعَامٌ مِنَ الطُّعْمِ، وَشِفَاءٌ مِنَ السُّقْمِ
Air terbaik di permukaan bumi adalah air zamzam yang mengandung makanan dan obat suatu penyakit.[4]
Dan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarga meminumnya dan berwudlu menggunakannya[5].
Adapun mengucapkan do’a ketika meminumnya –sebatas pengetahuanku- tidak terdapat riwayat yang shahih mengenai hal tersebut. Sedangkan hadits Ibnu ’Abbas radliallahu ’anhuma yang mengucapkan do’a اللَّهُمَّ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا وَاسِعًا، وَشِفَاءً مِنْ كُلِّ [6]دَاء ketika meminum air zamzam adalah hadits yang dla’if. Akan tetapi, hal itu tidaklah menghalangi seseorang untuk minum air zamzam dengan niat memperoleh ilmu yang bermanfaat, keluasan rezeki, dan mengobati segala penyakit.
والعلمُ عند اللهِ تعالى، وآخرُ دعوانا أنِ الحمدُ للهِ ربِّ العالمين، وصَلَّى اللهُ على نبيِّنا محمَّدٍ وعلى آله وصحبه وإخوانِه إلى يوم الدِّين، وسَلَّم تسليمًا
Aljazair, 30 Dzu al-Qa’dah 1428 bertepatan dengan 10 Desember 2007.
sumber : www.ferkous.com
[1] HR. Ibnu Majah dalam al-Manasik bab as-Syurb min Zamzam (3062); Ahmad (14435); Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (19467); al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra (9752) dan dalam Syu’ab al-Iman (4128) dari hadits Jabir radliallahu ‘anhu. Hadits ini dihasankan oleh al-Mundziri dalam at-Targhib at-Tarhib 2/136; Ibnu al-Qayyim dalam Zaad al-Ma’ad 4/360 dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa al-Ghalil (1123).
[2] Fath al-Qadir 3/489.
[3] HR. al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra (9751); ath-Thabrani dalam al-Mu’jam ash-Shaghir (296); ath-Thayalisi dalam Musnadnya (457) dari hadits Abu Dzar radliallahu ‘anhu. Hadits ini dishahihkan oleh al-Mundziri dalam at-Targhib wa at-Tarhib (2/135) dan al-Albani dalam Shahih al-Jami’ (2435). Asalnya adalah hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim kitab Fadlail ash-Shahabah bab Fadlail Abi Dzar radliallahu ‘anhu (6359) dengan lafadz «إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ»
[4] HR. ath-Thbarani dalam al-Kabir (11167) dan al-Ausath (3912) dari hadits Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma. Al-Manawi mengatakan dalam Faidl al-Qadir (3/489), “Al-Haitsami mengatakan, “Rijalnya tsiqqat dan hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Ibnu Hajar mengatakan, “Para perawinya terpercaya tapi sebagian statusnya diperbincangkan. Akan tetapi, hadits ini dapat dijadikan sebagai mutaba’at dan terdapat riwayat lain dari Ibnu ‘Abbas secara mauquf. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani dalam as-Silsilah adl-Dla’ifah (1056).
[5] HR. Abdullah bin al-Imam Ahmad dalam Zawaid al-Musnad (1/76) nomor 565 dari hadits ‘Ali radliallahu ‘anhu. Hadits ini dishahihkan Ahmad Syakir dalam Tahqiq al-Musnad Ahmad (2/19) dan dihasankan al-Albani dalam al-Irwa (1/45) dan Tamam al-Minnah (46).
[6] HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak (1739) dari hadits Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma. Hadits ini dla’if. Lihat al-Iwa karya al-albani (4/333).