Sunday, January 11, 2015

Syarah Hadits ke-1 Arbain An-Nawawi

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنه قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : ] إِنَّمَا الأَعْمالُ بِالنِّيَاتِ وَ إِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَ رَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَ رَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِامْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ [ رَوَاهُ إِمَامَا الْمُحَدِّثِيْنَ أَبُو عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيْلَ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ بَرْدِزْبَةَ الْبُخَارِيُّ وَ أبُو الْحُسَيْنِ مُسْلِمُ بْنُ الْحَجَّاجِ بْنِ مُسْلِمٍ الْقُشَيْرِيُّ النَّيْسَابُوْرِيُّ فيِ صَحِيْحَيْهِمَا الَّذَيْنِ هُمَا أَصَحُّ الْكُتُبِ الْمُصَنَّفَةِ
1. Dari Amirul Mu’minin Abu Hafsh radhiyallahu ‘anhu berkata : Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu hanyalah tergantung pada niat, dan sesungguhnya bagi setiap orang hanya memperoleh (sesuai) apa yang ia niatkan. Maka siapa yang hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke arah (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya itu karena dunia yang ingin diraihnya atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah apa yang ia tuju”. (Diriwayatkan oleh dua Imam ahli hadits : Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari dan Abu Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi dalam dua kitab shahih mereka yang merupakan kitab yang paling shohih diantara kitab-kitab hadits).

KEUTAMAAN HADITS

Hadits ini merupakan salah satu contoh Jawami' Al-Kalim (kalimat-kalimat yang ringkas bermakna luas) dan para ulama kaum muslimin telah sepakat bahwa hadits ini sangat agung, mempunyai banyak faidah dan derajatnya shahih.

Hadits ini merupakan setengah dari Ad-Dien karena merupakan mizan (timbangan) amalan batin, sebagaimana diketahui Ad-dien terbagi atas 2 yakni :

· amalan batin (mizannya Hadits-1 dari Arbain Nawawi)

· amalan zhohir (mizannya Hadits-5 dari Arbain Nawawi)

Abu Abdillah[1] menyatakan bahwa tidak ada satu hadits pun yang lebih lengkap, luas cakupannya dan lebih banyak faidahnya melebihi hadits ini.

Imam Ahmad رحمه الله تعالى berkata: “ Pokok-pokok Islam ada pada 3 hadits, yaitu hadits Umar (H-1), hadits ‘Aisyah (H-5), dan hadits Nu’man bin Basyir (H-6)

Imam Syafi’i رحمه الله تعالى mengatakan: ” Hadits ini merupakan 1/3 ilmu dan masuk ke dalam 70 bab fiqh “, sedang Imam Bukhari telah memasukkan hadits ini dalam 7 bab dalam kitab Shohih beliau

Imam Asy-Syaukani رحمه الله تعالى menuturkan : “Hadits ini merupakan salah satu kaidah dalam Islam hingga dikatakan dia mengandung sepertiga ilmu” Beliau berkata pula: “Hadits ini mempunyai faidah-faidah yang telah dipaparkan dalam kitab-kitab tebal… dan seyogyanya disusun kitab yang khusus untuk menjelaskannya”.

Abdurrahman bin Mahdi رحمه الله تعالى berkata : “ Seandainya saya menulis sebuah kitab yang terdiri dari beberapa bab-bab, maka sungguh saya akan menjadikan hadits Umar bin Khoththob di dalam tiap bab “ Dan beliau juga berkata : “Barangsiapa yang hendak menyusun suatu kitab hendaknya memulai dengan hadits ini”. Dan nasehat ini telah diamalkan oleh para ulama di antaranya:

· Imam Bukhari dalam Shohihnya

· Al-Hafizh Taqiyuddin Abdul Ghoni Al Maqdisi dalam ‘Umdahtul Ahkam

· Al Hafizh Zainuddin Abdurrahman Al-’Iraqi dalam Taqribul Asanid wa Tartib Al Masanid

· Imam An-Nawawi dalam Riyadhush Shalihin ,Arbain An-Nawawiyah, dan Al-Adzkar

· Imam Suyuthi dalam Al Jami’ Ash-Shogir

Ini menunjukkan pengagungan ulama terhadap hadits ini yakni mereka memandang hendaknya hadits ini didahulukan dalam setiap kitab yang disusun, sebagai peringatan bagi para penuntut ilmu untuk memperbaiki niatnya dan sebagai isyarat bahwa setiap amalan yang tidak ditujukan untuk Allah maka amalan tersebut batil, tidak ada buahnya di dunia dan di akhirat.

BIOGRAFI SAHABAT PEROWI HADITS

Nama, Kunniyah dan Laqab beliau :

Nama beliau adalah Umar bin Al-Khaththab bin Nufail bin Abdul ‘Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Rozah bin ‘Adi bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib Al-Qurasyi Al ‘Adawi

Kunniyah : Abu Hafsh (”Hafsh” artinya anak singa)

Laqab (gelaran) : Al-Faruq ( pembeda ) karena setelah keislaman beliau semakin nampak al-Haq dan Al-Bathil.

Kelahiran beliau :

Beliau lahir 3 tahun sesudah Tahun Gajah (40 tahun sebelum hijrah)

Diantara keutamaan beliau:

· Beliau adalah khalifah kedua bagi kaum muslimin sesudah wafatnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah I menguatkan Ad-Din dengan keislaman beliau

· Pada zaman jahiliyah beliau termasuk pahlawan dan pemuka Quraisy. Sebelum masuk Islam, Umar sangat keras kepada Islam dan kaum Muslimin. Beliau masuk Islam 5 tahun sebelum hijrah dan keislaman beliau merupakan kemuliaan dan kekuatan serta kelapangan bagi kaum muslimin sebagaimana penuturan Ibnu Mas’ud: “Kami dahulu tidak pernah menyembah Allah secara terang-terangan hingga masuknya Umar ke dalam Islam“.

· Seorang pemberani sehingga sangat ditakuti oleh jin dan manusia. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda pada Umar radhiyallahu ‘anhu:

[ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا لَقِيَكَ الشَّيْطَانُ قَطُّ سَالِكًا فَجًّا إِلَّا سَلَكَ فَجًّا غَيْرَ فَجِّكَ ]

“ Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya,tidaklah syetan berpapasan denganmu pada suatu jalan, melainkan syaithan akan mencari jalan yang lain (HR.Bukhari dan Muslim)

· Beliau senantiasa berkata benar dan merupakan sahabat yang selalu mendapatkan ilham (bimbingan Ilahi). Rasulullahr bersabda :

] إِنَّ اللَّهَ جَعَلَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ وَقَلْبِهِ [

"Sesungguhnya Allah ta’ala menjadikan al haq pada lisan dan hati Umar radhiyallahu ‘anhu" (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

dalam hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

( لَوْ كَانَ بَعْدِي نَبِيٌّ لَكَانَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ )

:"Seandainya ada Nabi sesudahku maka dia adalah Umar bin Khaththab” (HR.Tirmidzi dan Ahmad di musnad beliau dan dalam Kitab Fadhail As-Shohabah 1:246)

Beliau termasuk salah seorang dari 10 orang sahabat yang dijamin masuk syurga, sebagaimana sabda Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh sahabat Said bin Zaid t :

] عَشْرَةٌ فِي الْجَنَّةِ النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ وَأَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ بْنُ الْعَوَّامِ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدُ بْنُ مَالِكٍ فِي الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَلَوْ شِئْتُ لَسَمَّيْتُ الْعَاشِرَ قَالَ فَقَالُوا مَنْ هُوَ فَسَكَتَ قَالَ فَقَالُوا مَنْ هُوَ فَقَالَ هُوَ سَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ [

"Sepuluh sahabat (yang dijamin) masuk surga : Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Malik (Sa’ad bin Abi Waqqash), Abdurrahman bin Auf." (Said bin Zaid t)-sahabat perowi hadits ini- berkata: "Jika aku ingin maka aku menyebut yang kesepuluh" Mereka bertanya:"Siapa orang itu?" Beliau(Said) diam, namun mereka bertanya lagi: "Siapa dia?" Beliau berkata: "Orang itu adalah Said bin Zaid t" (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

· Beliau adalah orang yang pertama kali menetapkan penanggalan Hijriyah sebagai penanggalan kaum muslimin kemudian menjadi ijma’ dikalangan sahabat.

· Beliau telah berhijrah dan berjihad bersama Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan dibai’at menjadi khalifah saat wafatnya Abu Bakart tahun 13 Hijriyah

· Beliau sangat terkenal dengan keadilannya.

· Umat Islam banyak mengalami kejayaan sejak kekhalifaan beliau. Pada masa pemerintahannya kaum muslimin berhasil membuka banyak wilayah untuk pemerintahan kaum muslimin dan menaklukkan banyak negeri diantaranya Syam, Iraq, Al Quds,Mesir dan lain-lain.

Wafat Beliau :

Beliau wafat 23 H dalam usia 65 tahun di tangan Abu Lu’lu’ah Al-Majusi yang menikamnya secara licik ketika sedang memimpin sholat subuh dan beliau meninggal dunia tiga hari setelah peristiwa tersebut. Beliau dimakamkan di sisi nabi Muhammad r dan Abu Bakar Ash Ashiddiq Radhiyallahu ‘anhuma.

KEDUDUKAN HADITS

Perlu diketahui meskipun hadits ini ditakhrij oleh banyak Imam dan semuanya bersepakat akan keutamaan dan kedudukan hadits ini yang sangat tinggi namun hadits ini tidak termasuk dalam hadits mutawatir. Hadits ini jika dilihat di awal sanadnya adalah hadits gharib, tapi jika dilihat akhir sanadnya adalah hadits masyhur.

· Hadits ini termasuk hadits Ahad karena hanya diriwayatkan dari Umar bin Khattab t , ada riwayat lain tetapi dhoif yaitu dari Abu Hurairah t, Ali t, Anas t dan Abu Said Al Khudrit

Sanad hadits :

untuk ibadah-ibadah yang satu paket (sholat,shaum dll) maka harus ikhlas dari awal sampai akhir

§ untuk ibadah-ibadah yang terputus-putus (membaca Al-Qur’an, menuntut ilmu dll) maka hanya dibutuhkan pembaharuan niat

4. Jika ada seseorang yang ikhlas/ murni niatnya sejak awal hingga akhir lalu mendapatkan penghormatan/penghargaan dari manusia tanpa ia harapkan ;maka penghargaan ini tidaklah mengurangi pahalanya, bahkan hal itu adalah kabar gembira dari Allah U yang dipercepat sebelum mendapatkan pahala yang lebih mulia di hari kiamat kelak, sebagaimana hadits Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu :

عن أبي ذرt عن النبي r: أنَّهُ سُئِلَ عَنِ الرَّجُلِ يَعمَلُ العَمَلَ ِللهِ مِنَ الخَيرِ يَحمَدُهُ النَاسُ عَلَيهِ ؟ فقال : تِلكَ عَاجِلٌ بُشرَى المُؤمِنَ (رواه مسلم)

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu dari Nabi r : sesungguhnya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallamditanya tentang seorang laki-laki yang beramal kebaikan karena Allah kemudian manusia memujinya , kamudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab : Itu adalah khabar gembira yang dipercepat bagi orang mu’min (H.R. Muslim)

Beberapa contoh permasalahan tentang niat :

1. Si A bersedekah kepada si B yang menurutnya berhak mendapatkan sedekah, padahal ternyata Si B adalah orang yang tidak berhak untuk memperoleh sedekah, maka Si A tetap mendapatkan pahala apa yang ia niatkan.

2. Seseorang yang berniat berhubungan dengan istrinya tetapi ternyata wanita tersebut bukan istrinya maka ia tidak berdosa

3. Orang yang berniat untuk melakukan maksiat, tetapi tidak jadi dilakukan, maka hal ini terbagi

dalam beberapa kategori :

§ Jika ia telah berazam lalu meninggalkan perbuatan maksiat tersebut karena Allah ta’ala ; maka tidak berdosa bahkan ia diganjar dengan pahala

§ Jika telah berazam lalu ditinggalkan karena takut manusia ; maka ia berdosa.

Kedua kategori dengan syarat ia sudah berazam (tekad kuat) bukan sekedar bisikan-bisikan jiwa

KESIMPULAN

Seorang muslim hendaknya senantiasa memperhatikan hati dan niatnya dalam beramal, karena amalan apapun yang dia lakukan walaupun itu mulia kedudukannya namun jika dia tidak ikhlas maka dia tidak akan mendaptkan apa-apa di akhirat kelak kecuali adzab Allah I. Cukuplah hadits ini merupakan pelajaran dan peringatan yang besar bagi kita semua:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ َ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ r يَقُولُ:] إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ [

Dari Abu Hurairah t berkata: Saya telah mendengar Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:"Sesungguhnya manusia yang pertama kali diputuskan di hari kiamat adalah seorang yang mati syahid (di medan jihad) ketika dia didatangkan dihadapan Allah lalu diperlihatkan kepadanya nikmat Allah(waktu di dunia) maka dia mengenalinya ,lalu Allah bertanya kepadanya: "Apa yang telah kamu lakukan (di dunia) dengan nikmat-nikmat tersebut?Orang itu menjawab:"Saya telah berperang di jalan-Mu hingga mati syahid" Allah U berfirman:"Kamu dusta, akan tetapi kamu berperang agar dikatakan sebagai pemberani dan hal itu sudah dikatakan (di dunia) maka diperintahkan (pada malaikat) untuk menyeret orang tersebut dengan wajahnya hingga dicampakkan ke api neraka. Dan orang (kedua) yang menuntut ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Quran ketika dia didatangkan dihadapan Allah lalu diperlihatkan kepadanya nikmat Allah(waktu di dunia) maka dia mengenalinya ,lalu Allah bertanya kepadanya: "Apa yang telah kamu lakukan (di dunia) dengan nikmat- nikmat tersebut?Orang itu menjawab:"Saya telah menuntut ilmu,mengajarkannya dan membaca Al Quran karena-Mu" Allah U berfirman:"Kamu dusta, akan tetapi kamu menuntut ilmu agar digelari sebagai seorang Alim dan kamu membaca Al Quran agar digelari sebagai seorang qari' dan hal itu sudah dikatakan (di dunia) maka diperintahkan (pada malaikat) untuk menyeret orang tersebut dengan wajahnya hingga dicampakkan ke api neraka. Dan orang (ketiga) seorang yang telah Allah lapangkan baginya dan menganugrahkan kepadanya seluruh perbendaharaan harta ketika dia didatangkan dihadapan Allah lalu diperlihatkan kepadanya nikmat Allah(waktu di dunia) maka dia mengenalinya ,lalu Allah bertanya kepadanya: "Apa yang telah kamu lakukan (di dunia) dengan nikmat-nikmat tersebut?Orang itu menjawab:"Tidaklah saya meninggalkan sebuah jalan untuk berinfak yang Kamu cintai kecuali saya berinfak karena-Mu " Allah U berfirman:"Kamu dusta, akan tetapi kamu melakukan itu untuk dikatakan sebagai dermawan dan hal itu sudah dikatakan (di dunia) maka diperintahkan (pada malaikat) untuk menyeret orang tersebut dengan wajahnya hingga dicampakkan ke api neraka.(HR.Muslim)

Shahabat yang mulia Muawiyah t ketika mendengarkan hadits di atas beliau menangis hingga pingsan dan ketika siuman beliau mengatakan : "Shadaqallohu wa Rasuluhu (Telah benar firman Allah dan sabda Shallallahu ‘alaihi wa sallam); Allah I berfirman :

﴿ مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ(15)أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴾

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan (QS. Huud : 15-16)[33]

Camkan dan ingat pula dua hadits berikut :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ r مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ U لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا (رواه أبو داود و ابن ماجه و أحمد)

Dari Abu Hurairah t berkata: Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menuntut ilmu yang seharusnya untuk mencari wajah Allah namun dia tidak menuntutnya melainkan mendapatkan sesuatu dari benda duniawi maka dia tidak mencium bau surga di hari Kiamat” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad)

عن كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ t قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ r يَقُولُ : مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ (رواه الترمذي)

Dari Ka’ab bin Malik t berkata: Saya mendengar Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk menandingi para ulama dan untuk mendebat orang-orang bodoh serta memalingkan pandangan manusia kepadanya, Allah akan memasukkannya ke neraka” (HR.Tirmidzi)

Dan hendaknya senantiasa kita menjadikan akhirat sebagai sasaran dan tujuan dalam setiap amalan kita, renungkanlah hadits berikut ini:

]مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ [

Artinya: “Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya maka Allah akan menjadikan urusannya kacau dan kefakiran senantiasa berada di kedua matanya serta dunia tidak akan datang kepadanya kecuali apa yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai niat/tujuannya maka Allah akan mengumpulkan baginya urusannya dan Allah menjadikan kekayaan pada hatinya serta dunia akan datang kepadanya dengan tunduk dan menyerahkan diri” (HR. IBNU MAJAH)

- و الله الموفق -

TAKHRIJ HADITS

/ رَوَاهُ إِمَامَا الْمُحَدِّثِيْنَ أَبُو عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيْلَ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ بَرْدِزْبَةَ الْبُخَارِيُّ وَ أبُو الْحُسَيْنِ مُسْلِمُ بْنُ الْحَجَّاجِ بْنِ مُسْلِمٍ الْقُشَيْرِيُّ النَّيْسَابُوْرِيُّ فيِ صَحِيْحَيْهِمَا الَّذَيْنِ هُمَا أَصَحُّ الْكُتُبِ الْمُصَنَّفَةِ

Hadits ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dikeluarkan oleh 2 Imam Ahli Hadits yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim dan cukuplah keduanya sebagai petunjuk dan dalil akan keshohihan hadits ini. Perkataan Imam Nawawi bahwa kedua kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim adalah kitab hadits yang paling shohih, hal ini telah disepakati oleh ulama kita sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Ash-Sholah. Adapun perkataan Imam Syafi’i bahwa : “Saya tidak mengetahui kitab ilmu yang paling benar di dunia ini melebihi Kitab Al-Muwaththo”, itu beliau ucapkan sebelum ditulisnya Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.

Dan hadits ini ditakhrij oleh banyak Imam hadits kecuali Imam Malik. Dan Ibnu Hajar mengatakan : “Telah keliru orang yang menyangka hadits ini ditakhrij pula oleh Imam Malik “.

Diantara Imam yang mengeluarkan hadits ini :

1. Imam Bukhari di 7 tempat dalam Kitab Shahihnya yaitu:

- Kitab Bad’il Wahyi,Bab I hadits no.1

- Kitab Al-Iman,Bab 41 hadits no.54

- Kitab Al-’Itq,Bab 6 hadits no.2529

- Kitab Manaqib Al-Anshar,Bab 45 hadits no. 3898

- Kitab An-Nikah,Bab 5 hadits no. 5070

- Kitab Al Aiman wa An-Nudzur,Bab 23 hadits no.6689

- Kitab Al Hiyal,Bab I hadits no.6953

2. Imam Muslim di Shahihnya,Kitab Al-Jihad Bab 18 hadits no.4904

3. Imam Abu Dawud di As-Sunan, Kitab Ath-Tholaq Bab 11 hadits no.2201

4. Imam An-Nasa’i di 3 tempat pada kitab Sunan beliau yaitu :

- Kitab Ath-Thoharah,Bab 60 hadits no.75

- Kitab Ath-Tholaq.Bab 24 hadits no. 3437

- Kitab Al-Aiman wa An-Nudzur ,Bab 19 hadits no.3803

5. Imam At-Tirmidzi di As-Sunan,Kitab Fadhoil Jihad Bab 16 hadits no.1647

6. Imam Ibnu Majah di As-Sunan,Kitab Az-Zuhud Bab 26 hadits no. 4227

7. Imam Ahmad di Musnad (1:25,43)

8. Imam Ad-Daruquthni dalam As-Sunan , Kitab Ath-Thoharah, bab An-Niyyah

(1:33:128)

9. Imam Al-Humaidi dalam musnadnya (1:28)

10. Imam Abu Dawud Ath-Thoyalisi dalam musnadnya (hal.9)

11. Imam Ath-Thahawi dalam Syarh Ma’any Al-Atsaar (3:96:4650)

12. Al Imam Ibnu Jarud dalam Al-Muntaqa, Kitab Ath-Thoharah Bab 24 hadits no.64

13. Al-Imam Ibnu Hibban dalam Shohihnya ,lihat Al-Ihsan (1/304)

14. Al Hafizh Al Iraqi dalam Taqribul Masanid,lihat Tharhu At-Tatsrib (2:2 )

15. Al-Imam Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al Kubro(1/41:298/2:14/4:112,235/5:39/6:331/7:341)

Lihat Fathul Bari (1:13) dan Abu Abdillah adalah Kunniyah dari banyak Imam di antaranya Imam Malik, Asy Syafi’i, Ahmad dan Bukhari, namun yang dimaksud di sini adalah Imam Bukhari. Wallahu A’lam.

Lihat: Jami’ Al Ulum wa Al Hikam(1:61)

Lihat: Al Minhaj (13:55)

Nailul Authar (1:168)

ibid (1:171)

Lihat: Al Minhaj Syarhu Nawawi (13:55), Syarhul Arbain oleh Ibnu Daqiq (hal 27),) dan Jamiul Ulum wal Hikam (1:61)

Lihat: Tharhu At Tatsrib (2:4)

Lihat Jami’ul Ulum wal Hikam (1:60) dan Fathul Bari (1:14)

Ibnu Hajar رحمه الله menuturkan : “Setelah saya mempelajari jalan- jalan periwayatan hadits ini sejak saya mempelajari hadits hingga sekarang ini saya belum mampu menyempurnakan hingga 100 orang dan saya belum menemukan jalan periwayatannya sebanyak itu (yaitu sampai 250 atau 700 orang sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama-pen)” Fathul Bari (

Syarhu Muslim Lin Nawawi (13:56)

Lihat Tadribur Rowi (2:928) dan An Nukat ‘Alan Nuzhah (hal. 209)

Lihat: Syarh Ibn Daqiq Al ‘Ied

Jamiul Ulum wal Hikam (1:75)

Fathul Bari (1:13)

Lihat: Ath Thabaqaat Al Kubro (2:11) dan At Ta’yiin Fii Syarhi Al Arba’in (hal 26)

Sariyyah adalah bagian dari pasukan yang diutus secara rahasia untuk memata-matai pasukan musuh yang jumlahnya sekitar 5-400 orang dan pasukan tsb tidak diikuti oleh Rosulullah r (Lihat:Al Qamus Al Muhith 4:494, An Nihayah 2:363 dan Al Mishbah Al Munir hal.275)

Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak (3:87 no. 4480) dan Muhammad bin Sa’ad dalam Ath Thabaqat Al Kubro (3:281)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilm wa Fadhlihi (2:947 no. 1810)

Lihat: Ta’liqaat ‘alaa Al Arba’in An Nawawiyah oleh Samahatu Asy Syaikh Al Utsaimin (hal.1)

HR. Bukhari (6923)

HR. Muslim dalam Shohihnya, Kitabul Fitan (no.2882)

Lihat : Jamiul Ulum wal Hikam (1:71)

Hilyatul Awliyaa (3:70)

ِDiriwayatkan oleh Al Khathib Al Baghdadi dalam Al Jami’ Li Akhlaq Ar Rowi (1:317)

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyah Al Awliya (2:199)

(H.R.Abu Dawud dan selainnya dengan sanad yang shohih, lihat Irwaul Ghalil 5/33)

(H.R.Ahmad dengan sanad hasan, lihat Irwaul Gholil 5/33)

Lihat: Al Waabil Ash Shoyyib (hal.96)

Lihat : Quut Al Qalb oleh Abu Tholib Al Makki (1/47) dan Al Bahru Ar Roiq oleh Syaikh Ahmad Farid (hal. 131)

Diriwayatkan oleh Ad Darimi dalam Sunannya, Kitab Al Muqaddimah, Bab Karahiyah Al Akhdz Bir Ra’yi (204)

Lihat:Tafsir Al Baghawi 8:172

lihat tafsiran QS.2:284 dan nantikan penjelasannya secara detail insya Allah pada pembahasan hadits arbain no.37

Lihat sunan At Tirmidzi (2382)

Lihat ‘Ulum Al-Hadits-Ibnu Ash-Sholah( hal.19), An-Nukat ‘ala Kitab Ibnu Ash-Sholah (1:278,279) dan Tadribur Rowi (1:96)

Fathul Bari (1:14)