Diringkas oleh Abu Malik Adnan Al-Maqthori
Beliau
adalah Muqbil bin Hadi bin Muqbil bin Qanidah Al-Hamadani Al-Wadi’i
Al-Khallaaly dari kabilah Aalu Rasyid dan di timur Sha’dah dari lembah
Dammaj. Pada permulaan mencari ilmu, beliau belajar pada sebuah jami’
Al-Hadi dan tak ada seorangpun pada waktu itu yang membantunya dalam
thalabul ilmi. Selang beberapa waktu beliau pergi menuju Al-Haramain dan
Najd.
Suatu
ketika seorang penceramah memberinya nasihat tentang kitab-kitab yang
ber-manfaat dan menunjukkannya pada Shahih Bukhari, Bulughul Maram,
Riyadlush Shalihin, Fathul Majid dan memberinya satu nuskhah dari Kitab
Tauhid. Beliau menekuni dan mempelajari buku-buku tersebut. Beberapa
waktu kemudian beliau pulang ke negerinya dan mengingkari setiap apa
yang dilihatnya yang menyelisihi tauhid dari penyembelihan yang
diperuntukkan selain kepada Allah, membangun kubah di atas kuburan dan
berdoa kepada orang-orang yang telah mati.
Ketika berita ini terdengar oleh orang-orang Syi’ah pada waktu itu, mereka mengatakan, “Barang-siapa yang mengubah ajaran agamanya, maka bunuhlah!” Sebagian dari mereka mengadukan kepada kerabat-kerabat Syaikh, “Jika kalian tidak melarangnya, maka kami akan memenjarakannya.” Setelah itu mereka memutuskan untuk memasukkannya kembali ke Jami’ Al-Hadi untuk belajar pada mereka dan menghilangkan syubhat-syubhat yang ada pada Syaikh (menurut anggapan mereka pent). Berkata Syaikh, “Ketika aku melihat kurikulum yang ditetapkan adalah Syi’ah Mu’tazilah maka aku putuskan untuk konsentrasi dalam ilmu nahwu.” Dan tatkala terjadi perubahan politik antara Republik dan Kerajaan (Yaman), beliau meninggalkan negerinya dan pergi ke Najran untuk ber-mulazamah kepada Abul Husain Majduddin Al-Muayyid dan men-dapatkan faedah darinya, terlebih khusus dalam bahasa Arab. Beliau tinggal di sana selama kurang lebih selama dua tahun, kemudian ber-’azzam untuk ber-rihlah (menempuh perjalanan pent) ke negeri Haramain dan Najd dan belajar pada sebuah madrasah tahfizh Al-Qur’an Al-Karim. Kemudian bertekad lagi untuk safar ke Makkah dan beliau menghadiri durus (halaqoh-halaqoh ilmu pent) di antaranya adalah Syaikh Yahya bin Utsman Al-Baqistani dan Syaikh Al-Qadhi Yahya Asywal dan Syaikh Abdurrazzaq Asy-Syahidi Al-Mahwithi. Lalu beliau masuk ke ma’had Al-Haram Al-Makki dan selesai dari tingkatan mutawasith dan tsanawi beliau pindah ke Madinah dan masuk ke Jami’ah Al-Islamiyah pada fakultas da’wah dan ushuluddin. Saat tiba waktu liburan Syaikh merasa takut kehilangan waktunya, sehingga beliau mengikutsertakan dirinya pada fakultas syari’ah untuk menambah ilmu. Karena materi-materinya saling berdekatan dan sebagiannya sama, maka hal itu dianggap sebagai murajaah (pengulangan) atas yang beliau pelajari di fakultas da’wah.
Ketika berita ini terdengar oleh orang-orang Syi’ah pada waktu itu, mereka mengatakan, “Barang-siapa yang mengubah ajaran agamanya, maka bunuhlah!” Sebagian dari mereka mengadukan kepada kerabat-kerabat Syaikh, “Jika kalian tidak melarangnya, maka kami akan memenjarakannya.” Setelah itu mereka memutuskan untuk memasukkannya kembali ke Jami’ Al-Hadi untuk belajar pada mereka dan menghilangkan syubhat-syubhat yang ada pada Syaikh (menurut anggapan mereka pent). Berkata Syaikh, “Ketika aku melihat kurikulum yang ditetapkan adalah Syi’ah Mu’tazilah maka aku putuskan untuk konsentrasi dalam ilmu nahwu.” Dan tatkala terjadi perubahan politik antara Republik dan Kerajaan (Yaman), beliau meninggalkan negerinya dan pergi ke Najran untuk ber-mulazamah kepada Abul Husain Majduddin Al-Muayyid dan men-dapatkan faedah darinya, terlebih khusus dalam bahasa Arab. Beliau tinggal di sana selama kurang lebih selama dua tahun, kemudian ber-’azzam untuk ber-rihlah (menempuh perjalanan pent) ke negeri Haramain dan Najd dan belajar pada sebuah madrasah tahfizh Al-Qur’an Al-Karim. Kemudian bertekad lagi untuk safar ke Makkah dan beliau menghadiri durus (halaqoh-halaqoh ilmu pent) di antaranya adalah Syaikh Yahya bin Utsman Al-Baqistani dan Syaikh Al-Qadhi Yahya Asywal dan Syaikh Abdurrazzaq Asy-Syahidi Al-Mahwithi. Lalu beliau masuk ke ma’had Al-Haram Al-Makki dan selesai dari tingkatan mutawasith dan tsanawi beliau pindah ke Madinah dan masuk ke Jami’ah Al-Islamiyah pada fakultas da’wah dan ushuluddin. Saat tiba waktu liburan Syaikh merasa takut kehilangan waktunya, sehingga beliau mengikutsertakan dirinya pada fakultas syari’ah untuk menambah ilmu. Karena materi-materinya saling berdekatan dan sebagiannya sama, maka hal itu dianggap sebagai murajaah (pengulangan) atas yang beliau pelajari di fakultas da’wah.
Selesai dari dua fakultas ini, Syaikh berkata, “Aku diberi dua ijazah, namun alhamdulillah aku tidak menghiraukannya, yang terpenting bagiku adalah ilmu.” Setelah selesai dari dua fakultas ini dibukalah di jami’ah untuk tingkatan lanjutan yaitu magister, beliaupun mendaftarkan dirinya dan beliau berhasil dalam ujian penerimaannya yaitu dalam bidang ilmu hadits. Berkata Syaikh, “Setelah ini semua, aku tinggal di perpustakaanku. Hanya beberapa saat berdatanganlah sebagian saudara-saudara dari Mesir, maka aku buka pelajaran-pelajaran dari sebagian kitab-kitab hadits dan kitab-kitab bahasa. Dan masih saja para thalabul ilmi berdatangan dari Mesir, Kuwait, Haramain, Najd, ‘Adn, Hadramaut, Al-Jazair, Libia, Somalia, Belgia dan dari kebanyakan negeri-negeri Islam dan yang lainnya.”
Gunung-gunung dan pasir serta lembah-lembah menjadi saksi bagi Abu Abdirrahman (nama kunyah Syaikh Muqbil pent) dalam penyebaran Sunnah dan kesabarannya dalam menanamkan pada hati manusia serta permusuhannya terhadap bid’ah dengan fadhilah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Guru-guru beliau yang paling masyhur :
- Abdul Aziz As-Subail
- Abdullah bin Muhammad bin Humaid
- Abdul Aziz bin Rasyid An-Najdi
- Muhammad bin Abdillah Ash-Shoumali
- Muhammad Al-Amin Al-Mishri
- Hammad bin Muhammad Al-Anshori
- Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz (beliau pernah hadir mengikuti sebagian halaqoh ilmunya di Haramun Madani yaitu pada kitab Shahih Muslim)
- Muhammad Nashiruddin Al-Albani (beliau mengambil faidah darinya pada pertemuan khusus para thalabatul ilmi dan pada kesempatan-kesempatan yang lainnya).
Sebagian dari karya-karya Syaikh :
- Ash-Shahih Al-Musnad min Asbabin Nuzul
- Al-Ilzamaat wat-Tatabbu’
- Asy-Syafa’at
- Ash-Shahih Al-Musnad mimma laisa fish-Shahihaini
- Ash-Shahih Al-Musnad min Dalaailin Nubuwwati
- Al-Jami’u Ash-Shahih fil-Qadari
- Al-jami’u Ash-Shahih mimma laisa fish- Shahihaini (tersusun sesuai dengan bab-bab fiqhiyyah)
- Tatabbu’u Awhamil Hakim fi al-Mustadrak al-lati lam yunabbih ‘alaiha Adz-Dzahabi ma’a Tarajimi lir-ruwati alladzina laisu min rijali Tahdzibi At-Tahdzib
- As-Suyufu Al-Bathirat li ilhadi Asy-Syuyuiyyah Al-Kafirah
- Ijabatu As-Saili ‘an ahammi Al-Masaili
- Dan beliau juga mempunyai sekitar 33 karya yang lain.
- Ahmad bin Ibrahim Abul Ainain Al-Mishri
- Ahmad bin Sa’id Al-Asyhabi Al-Hajari Abul Mundzir
- Usamah bin Abdul Latif Al-Kushi, penulis kitab Al-Adzan
- Abdullah bin Utsman Ad-Damari, beliau terkenal sebagai pemberi ceramah kalangan Ahlussunnah di Yaman
- Abdul Aziz bin Yahya Al-Bura’i
- Abdul Mushawwir bin Muhammad Al- Ba’dani
- Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushobi Abdali
- Muhammad bin Abdillah Al-Imam Abu Nashr Ar-Raimi
- Musthofa bin Ismail Abul Hasan As- Sulaimani Al-Maghribi
- Musthofa ibnul Adawi Al-Mishry
- Yahya bin Ali Al-Muri
- Abdur Raqib bin Ali Al-Ibbi
- Qasim bin Ahmad Abu Abdillah At-Taizi
- Jamil bin Ali Asy-Syaja’ Ash-Shobari
- Ali bin Abdillah Abul Hasan Asy-Syaibani
- Auf bin Abdillah Al-Bakkari Abu Harun
- Utsman bin Abdillah Al-Utmi
- Ummu Abdillah binti Muqbil bin Hadi al-Wadi’i, penulis kitab Ash-Shahihul Musnad min Asy-Syamaili Al-Muhammadiyyah dan yang lainnya.