Disusun oleh Syekh Muhammad Al-Amin bin Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithi (1305 H–1393 H)
Diterjemahkan oleh Ustadz Muslim Atsari
3. Perbedaan antara Amal Saleh dengan Hal Lainnya
Alquran yang agung telah menjelaskan bahwa amal saleh adalah amal
yang memenuhi tiga perkara. Jika salah satunya rusak maka amal itu tidak
lagi bermanfaat bagi pelakunya pada hari kiamat.
Pertama: Amal itu sesuai dengan tuntunan yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. [1]
Sebabnya, Allah berfirman,
وَمَآءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَانَهَاكُمْ عَنْهُ
“Semua yang diberikan Rasul kepada kalian, terimalah. Semua yang dilarangnya, tinggalkanlah. (Q.s. Al-Hasyr [59]:7)
Dia juga berfirman,
مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ {80}
“Barang siapa menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.” (Q.s. An-Nisa’ [4]:80)
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي
“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku.’” (Q.s. Ali-Imran [3]:31)
أَمْ لَهُمْ شُرَكَآؤُاْ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَالَمْ يَأْذَن بِهِ اللهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan, untuk mereka, agama yang tidak diizinkan Allah.” (Q.s. Asy-Syura [42]:21)
ءَآللهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللهِ تَفْتَرُونَ {59}
“Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?” (Q.s. Yunus [10]:59)
Kedua: Amalan itu ikhlas (murni) untuk wajah Allah ta’ala.
Sebabnya, Allah berfirman,
وَمَآأُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Padahal, mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (Q.s. Al-Bayyinah [98]:5)
Demikian pula firman-Nya,
قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللهَ
مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ {11} وَأُمِرْتُ لأَنْ أَكُونَ أَوَّلَ
الْمُسْلِمِينَ {12} قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ
يَوْمٍ عَظِيمٍ {13} قُلِ اللهَ أَعْبُدُ مُخْلِصًا لَّهُ دِينِي {14}
فَاعْبُدُوا مَاشِئْتُم مِّن دُونِهِ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya, aku diperintahkan
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama. Aku juga diperintahkan supaya menjadi orang yang
pertama-tama berserah diri.’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya, aku takut akan
siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Rabbku.’ Katakanlah,
‘Hanya Allah yang kusembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agamaku.’ Maka, sembahlah olehmu (wahai orang-orang
musyrik) apa saja yang kamu kehendaki selain Dia.” (Q.s. Az-Zumar [39]:11–15)
Ketiga: Amalan itu dibangun di atas pondasi akidah
yang sahih (keyakinan yang benar), karena amalan itu bagaikan atap,
sedangkan akidah bagaikan pondasi.
Allah ta’ala berfirman,
“Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan
Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari
amalan yang telah mereka kerjakan.” (Q.s. An-Nahl [16]:97)[2]
Oleh sebab itu, Allah memberi syarat “dalam keadaan beriman”.
Allah berfirman tentang orang-orang selain kaum mukminin,
وَقَدِمْنَآ إِلَى مَاعَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَآءً مَّنثُورًا {23}
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (Q.s. Al-Furqan [25]:23)
Allah juga berfirman,
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي
اْلأَخِرَةِ إِلاَّ النَّارَ وَحَبِطَ مَاصَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ
مَّاكَانُوا يَعْمَلُونَ {16}
“Itulah orang-orang yang tidak memperoleh bagian
apa pun di akhirat, kecuali neraka; lenyaplah di akhirat itu segala
sesuatu yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah amalan yang
telah mereka kerjakan.” (Q.s. Hud [11]:16)
Artikel www.ustadzmuslim.com
Catatan kaki:
[1] Imam Bukhari meriwayatkan di dalam Kitab “Ash-Shulh” (Perdamaian), Bab “Jika Orang-Orang Berdamai dengan Perdamaian yang Zalim maka Perdamaian Itu Tertolak”, juz 3, hlm. 167. Juga diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam Kitab “Al-Aqdhiyah”, Bab “Gugurnya Keputusan-Keputusan yang Batil serta Tertolaknya Perkara-Perkara yang Baru (Dalam Agama)”, juz 3, hlm. 1343, no. 1718; diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dalam riwayat yang lain, dengan lafal ”yang bukan bagian darinya”.
Dalam riwayat Imam Muslim,
[1] Imam Bukhari meriwayatkan di dalam Kitab “Ash-Shulh” (Perdamaian), Bab “Jika Orang-Orang Berdamai dengan Perdamaian yang Zalim maka Perdamaian Itu Tertolak”, juz 3, hlm. 167. Juga diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam Kitab “Al-Aqdhiyah”, Bab “Gugurnya Keputusan-Keputusan yang Batil serta Tertolaknya Perkara-Perkara yang Baru (Dalam Agama)”, juz 3, hlm. 1343, no. 1718; diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
”Barang siapa membuat perkara baru di
dalam urusan kami (agama) ini, yang bukan bagian di dalamnya (agama
ini), maka perkara itu tertolak.”Dalam riwayat yang lain, dengan lafal ”yang bukan bagian darinya”.
Dalam riwayat Imam Muslim,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
”Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak memiliki tuntunan dari kami maka amalan itu tertolak.”
[2] Di dalam kitab aslinya, tertulis surat Thaha, ayat 112. Namun,
yang lebih tepat adalah surat An-Nahl, ayat 97. Oleh karena itu, ayat
ini yang kami muat secara lengkap.