Wednesday, October 4, 2017

Hukum Makan Bawang Putih, Bawang Merah, atau Bawang Bakung

   Hukum Makan Bawang Putih, Bawang Merah, atau Bawang Bakung
Bismillah Assalamu Alaikum



Pertanyaan: “Apa hukumnya makan bawang putih, bawang merah, atau bawang bakung ?. Apakah ia makruh atau haram karena menimbulkan bau tak sedap ?”.
Jawab : Para ulama menjelaskan bahwa makan bawang putih, bawang merah, atau bawang bakung diperbolehkan. Para ulama sepakat tentangnya. Ia hanya dimakruhkan dikarenakan faktor baunya yang tidak enak sehingga dapat mengganggu manusia. Bukan pada dzatnya.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى زَرَّاعَةِ بَصَلٍ، هُوَ وَأَصْحَابُهُ، فَنَزَلَ نَاسٌ مِنْهُمْ، فَأَكَلُوا مِنْهُ وَلَمْ يَأْكُلْ آخَرُونَ، فَرُحْنَا إِلَيْهِ، فَدَعَا الَّذِينَ لَمْ يَأْكُلُوا الْبَصَلَ، وَأَخَّرَ الآخَرِينَ، حَتَّى ذَهَبَ رِيحُهَا "
Dari Abu Sa’iid Al-Khudriy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat pernah melewati petani bawang merah. Lalu sebagian orang dari mereka turun memakan sebagian darinya, namun sekelompok yang lain tidak memakannya. Lalu kami pergi kepada beliau. Maka beliau memanggil orang yang tidak memakannya, dan mengakhirkan yang lainnya (yang memakannya) hingga hilang baunya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 566].
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الْبَقْلَةِ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسَاجِدَنَا، حَتَّى يَذْهَبَ رِيحُهَا، يَعْنِي الثُّومَ "
Dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Barangsiapa yang memakan sayuran ini, maka janganlah mendekati masjid kami hingga hilang baunya” – yaitu bawang putih [Diriwayatkan oleh Muslim no. 561].
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أُتِيَ بِطَعَامٍ أَكَلَ مِنْهُ، وَبَعَثَ بِفَضْلِهِ إِلَيَّ وَإِنَّهُ بَعَثَ إِلَيَّ يَوْمًا بِفَضْلَةٍ لَمْ يَأْكُلْ مِنْهَا، لِأَنَّ فِيهَا ثُومًا فَسَأَلْتُهُ أَحَرَامٌ هُوَ ؟، قَالَ: " لَا وَلَكِنِّي أَكْرَهُهُ مِنْ أَجْلِ رِيحِهِ "، قَالَ: فَإِنِّي أَكْرَهُ مَا كَرِهْتَ
Dari Abu Ayyuub Al-Anshaariy, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila diberikan makanan, beliau makan, dan memberikan selebihnya sisanya. Suatu hari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberikan makanan kepadaku tanpa beliau makan karena padanya terdapat bawang putih. Lalu aku bertanya kepada beliau : “Apakah ia diharamkan ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Tidak, akan tetapi aku membencinya dikarenakan faktor baunya”. Ia (Abu Ayyuub) berkata : “Sesungguhnya aku membenci apa yang engkau benci” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2053].


An-Nawawiy rahimahullah berkata:
قَوْله فِي الثُّوم : ( فَسَأَلْته أَحَرَام هُوَ ؟ قَالَ : لَا وَلَكِنِّي أَكْرَههُ مِنْ أَجْل رِيحه )
هَذَا تَصْرِيح بِإِبَاحَةِ الثُّوم ، وَهُوَ مُجْمَع عَلَيْهِ ، لَكِنْ يُكْرَه لِمَنْ أَرَادَ حُضُور الْمَسْجِد ، أَوْ حُضُور جَمْع فِي غَيْر الْمَسْجِد ، أَوْ مُخَاطَبَة الْكِبَار ، وَيَلْحَق بِالثُّومِ كُلّ مَا لَهُ رَائِحَة كَرِيهَة
“Perkataannya tentang bawang putih : “Lalu aku bertanya kepada beliau : ‘Apakah ia diharamkan ?’. Beliau menjawab : ‘Tidak, akan tetapi aku membencinya dikarenakan faktor baunya” ; maka ini merupakan penjelasan tentang bolehnya (memakan) bawang putih. Hal tersebut telah disepakati. Akan tetapi dibenci bagi orang yang hendak hadir di masjid, atau hadir di perkumpulan di tempat selain masjid, atau pembicaraan dengan orang-orang tua. Dan disertakan dengan bawang putih ini semua makanan yang mempunyai bau busuk” [Syarh Shahiih Muslim, 7/118].
عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْلِ الْبَصَلِ، وَالْكُرَّاثِ، فَغَلَبَتْنَا الْحَاجَةُ فَأَكَلْنَا مِنْهَا، فَقَالَ: مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ الْمُنْتِنَةِ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ الإِنْسُ "
Dari Jaabir, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan bawang merah dan bawang bakung. Lalu ada satu keperluan yang menyebabkan kami memakannya. Beliau bersabda : “Barangsiapa yang memakan tanaman yang busuk baunya ini, maka janganlah mendekati masjid kami. Karena malaikat rahmat merasa terganggu sebagaimana manusia merasa terganggu (oleh bau busuknya)” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 563].
Ibnu Qudaamah rahimahullah berkata:
وَيُكْرَهُ أَكْلُ الْبَصَلِ ، وَالثُّومِ وَالْكُرَّاثِ ، وَالْفُجْلِ ، وَكُلِّ ذِي رَائِحَةٍ كَرِيهَةٍ ، مِنْ أَجْلِ رَائِحَتِهِ ، سَوَاءٌ أَرَادَ دُخُولَ الْمَسْجِدِ أَوْ لَمْ يُرِدْ ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ { : إنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ النَّاسُ } رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ
“Dan dimakruhkan memakan bawang putih, bawang bakung, lobak, dan semua hal yang mempunyai bau busuk, dengan sebab baunya tersebut. Sama saja apakah ia hendak masuk ke masjid atau tidak, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Sesungguhnya malaikat rahmat merasa terganggu sebagaimana manusia merasa terganggu (oleh bau busuknya)'. Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah” [Al-Mughniy, 11/88].
Akan tetapi jika baunya sudah hilang – dengan dimasak atau yang lainnya - , maka tidak mengapa memakannya, karena ‘illat kemakruhannya telah hilang.
عَنْ مَعْدَانَ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ، أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ، خَطَبَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَذَكَرَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَكَرَ أَبَا بَكْرٍ، قَالَ: ........ثُمَّ إِنَّكُمْ أَيُّهَا النَّاسُ تَأْكُلُونَ شَجَرَتَيْنِ، لَا أَرَاهُمَا إِلَّا خَبِيثَتَيْنِ هَذَا، الْبَصَلَ، وَالثُّومَ، لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وَجَدَ رِيحَهُمَا مِنَ الرَّجُلِ فِي الْمَسْجِدِ، أَمَرَ بِهِ، فَأُخْرِجَ إِلَى الْبَقِيعِ، فَمَنْ أَكَلَهُمَا فَلْيُمِتْهُمَا طَبْخًا
Dari Ma’daan bin Abi Thalhah : Bahwasannya ‘Umar bin Al-Khaththaab pernah berkhuthbah pada hari Jum’at. Lalu ia menyebutkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan menyebutkan pula Abu Bakr. Ia berkata : “……Kemudian sesungguhnya kalian, wahai sekalian manusia, memakan dua jenis tanaman yang aku tidak memandangnya kecuali ia merupakan jenis tanaman yang buruk, yaitu : bawang merah dan bawang putih. Sungguh aku pernah melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila mendapati baunya pada diri seorang laki-laki di masjid, maka beliau memerintahkan orang tersebut dikeluarkan ke Baqii’. Barangsiapa yang ingin memakannya, hendaklah baunya dihilangkan dengan memasaknya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 567].
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الأَنْصَارِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْسَلَ إِلَيْهِ بِطَعَامٍ مِنْ خَضِرَةٍ فِيهِ بَصَلٌ أَوْ كُرَّاثٌ، فَلَمْ يَرَ فِيهِ أَثَرَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَبَى أَنْ يَأْكُلَهُ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَا مَنَعَكَ أَنْ تَأْكُلَ؟ "، فَقَالَ: لَمْ أَرَ أَثَرَكَ فِيهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَسْتَحِي مِنْ مَلائِكَةِ اللَّهِ، وَلَيْسَ بِمُحَرَّمٍ "
Dari Abu Ayyuub Al-Anshaariy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengiriminya makanan dari sayuran yang di dalamnya terdapat bawang merah atau bawang bakung, namun ia tidak melihat bekas Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam (memakannya), sehingga ia enggan untuk memakannya. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya : “Apa yang menghalangimu untuk memakannya ?”. Ia menjawab : “Aku tidak melihat bekasmu padanya wahai Rasulullah”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Aku malu kepada malaikat, namun makanan itu tidak haram” [Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah 3/85-86 no. 1670, Ibnu Hibbaan 5/445-446 no. 2092, dan Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 4/157 no. 3996; shahih].
Hadits Abu Ayyuub ini merupakan lafadh lain dari hadits Abu Ayyuub yang telah dibawakan di atas. Ibnu Hibbaan memasukkan hadits di atas dalam bab orang yang makan bawang yang telah dimasak diperbolehkan mendatangi jama’ah (karena telah hilang baunya) [Shahiih Ibni Hibbaan, 5/445]. Ibnu Khuzaimah menjelaskan bahwa hadits Abu Ayyuub ini merupakan pengkhususan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan memakan bawang putih, bawang merang, dan bawang bakung yang telah dimasak [Shahiih Ibni Khuzaimah, 3/85].


Jika seseorang memakan bawang merah, bawang putih, atau bawang bakung dan kemudian setelahnya ia dapat menghilangkan bau mulutnya dengan cara menggosok gigi atau berkumur-kumur dengan mouthwash, maka ini juga tidak mengapa.
Wallaahu a’lam.
Semoga uraian ini dapat menjawab pertanyaa