Monday, May 23, 2016

Total Takwa: Buah Ramadhan yang Didamba

,
Total Takwa: Buah Ramadhan yang Didamba

Bismillah
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ramadhan selalu tampak istimewa. Perubahan drastis tampak kentara dalam karakter manusia pada umumnya. Sebagian yang tadinya malas melakukan kewajiban agama, berubah tunduk dan patuh terhadap syariat. Mereka rela menahan lapar dan haus dari fajar hingga tenggelam matahari. Ini dilakukan selama sebulan penuh. Luar biasa. Tentu ini bukan perkara yang ringan dan mudah. Karena tabiat manusia ingin makan saat ia lapar, ingin minum saat haus. Belum lagi ia harus bangun sebelum fajar untuk menyantap sahur yang disunnahkan Nabi saw.

Takwa Adalah Taat
Shaum adalah bukti takwa, sebagaimana shaum juga akan berbuah takwa secara total, takwa dalam hal apapun, kapanpun dan di manapun. Orang yang shaum rela menahan lapar, haus dan nafsunya demi mentaati Allah, hingga Allah memuji orang yang shaum dalam hadits Qudsi,

"Mereka rela meninggalkan syahwatnya dan makannya karena-Ku."
Ketika seseorang terbiasa dengan shaum, menahan beratnya lapar dan haus seharian dan berlangsung satu bulan lamanya, maka tentunya akan lebih mudah baginya menjalani perintah Allah yang lain. Apalagi jika perintah itu tidak lebih berat dari shaum.
Sudah saatnya kita cermati setiap perintah dari perintah Allah dan Rasul-Nya. Adakah perintah syariat yang belum kita jalani.
Shalat akan terasa ringan, karena hanya membutuhkan waktu tak begitu lama. Maka sangat aneh jika seseorang mampu melakukan shaum, namun berat dan malas dalam menjalani shalat.
Bagi seorang muslimah, mengenakan jilbab ketika keluar rumah jelas lebih ringan daripada shaum. Aneh pula ketika mereka mampu melakukan shaum sebulan penuh, namun tak mau mengenakan jilbab. Padahal, mengenakan jilbab adalah kewajiban bagi muslimah, sebagaimana pula shaum juga kewajiban, dan itu jelas lebih ringan dari shaum.
Secara lebih umum, penerapan syariat Islam juga merupakan kewajiban asasi. Lagi-lagi dalam hal ini juga terjadi kejanggalan. Bagaimana sebagian kita menerima dan melaksanakan satu perintah, lalu menampik perintah yang lain? Sementara Allah memberi peringatan keras,
"Apakah kamu beriman kepada sebahagian al-Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat." (QS. Al-Baqarah 85)

Berharap Hanya Kepada Allah
Ada sisi pendidikan lain dalam shaum ramadhan. Orang yang melakukan shaum takut melakukan sesuatu yang bisa membatalkan shaum, meskipun tak seorangpun melihatnya. Ia tak akan makan atau minum dengan sembunyi-sembunyi, meskipun lapar dan haus semakian berat dirasakan. Mengapa? Karena ia tak ingin amalnya sia-sia, ia ingin shaumnya menghasilkan pahala. Dari sisi ini, orang yang shaum terbiasa untuk mempersembahkan amal terbaiknya kepada Allah, untuk mendapatkan pahala dari Allah. Ini juga merupakan gambaran dari takwa yang merupakan buah yang diharapkan dari shaum. Seperti dijelaskan oleh Abdullah bin Mas'ud rdl ketika mendefiniskan takwa,

"Hendaknya engkau mentaati Allah sesuai dengan petunjuk Allah dan mengharap pahala dari Allah. Dan hendaknya engkau meninggalkan maksiat, sesuai petunjuk Allah, karena engkau takut adzab Allah."
Berharap pahala dari Allah dengan shaum ini juga akan berefek pada amaliyah yang lain. Sebagaimana seseorang ingin shaumnya bernilai, ia juga ingin shalatnya bernilai, sedekahnya bernilai, hajinya bernilai, dan seluruh amalnya bernilai. Karenanya, ia tidak akan mencederai amal shalihnya dengan noda riya', ujub, sum'ah dan penyakit lain yang menjadikan amal sia-sia.
Takwa dengan seluruh wilayah dan konsekuensinya inilah yang mestinya menjadi buah shaum yang diharapkan. Untuk tujuan itulah Allah mewajibkan shaum,yakni la'allakum tattaquun, "Agar kalian bertakwa."

Gambaran Takwa Dalam Sosok Para Sahabat
Hasil penggemblengan ramadhan berupa takwa, sangat tampak dalam diri para sahabat dan ulama salaf setelahnya. Ketika datang perintah, mereka bersegera melakukannya, tanpa bertanya status hukumnya, wajib atau sunnah. Karena manapun jawabannya, mereka tetap akan melakukannya. Berbeda dengan orang yang menanyakan status hukumnya, tapi yang dituju sebenarnya dia hendak meminta permakluman untuk tidak mengerjakan jika ternyata hukumnya sunnah.
Lihatlah para sahabiyah Nabi saw, mereka menyambut perintah mengenakan kerudung dengan segera, sebagaimana diceritakan oleh Ummul Mukminin Aisyah RDL, beliau berkata, "Di antara wanita-wanita Quraisy, banyak yang memiliki keutamaan, dan demi Allah, aku tidak pernah melihat kaum wanita yang lebih utama dari wanita Anshar dalam hal membenarkan Kitabullah dan mengimaninya. Ketika turun surat an-Nuur 31
"Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya,"
Suami-suami mereka segera kembali ke rumah untuk membacakan kepada istri-istri mereka tentang ayat yang Allah turunkan. Ada seseorang yang membacakan kepada istrinya, puterinya, saudarinya maupun kerabat wanitanya. Di antara mereka ada seorang wanita yang langsung menyambar kainnya, lalu dia pergunakan untuk menutup kepalanya, sebagai bentuk pembenaran dan bukti keimanan terhadap apa yang diturunkan oleh Allah."
Begitulah cara mereka menyambut perintah Allah. Adapun ketika menjauh dari larangan Allah, tidak kalah menakjubkan. Dahulu orang-orang Arab biasa menenggak khamr, dan belum ada larangan yang tegas dalam Islam, hingga turunlah ayat,
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka tidakkah kalian mau berhenti?" (QS. al-Maidah 90-91)
Setelah turun ayat tersebut, Nabi bertemu dengan seorang penjual khamr, lalu beliau bertanya, "Wahai fulan, tidakkah kamu tahu bahwa khamr itu haram?" Orang itupun segera memerintahkan pelayannya untuk menjualnya. Lalu Nabi bertanya lagi, "Wahai fulan, apa yang engkau perintahkan kepadanya?" Orang itu menjawab, "Aku perintahkan ia untuk menjual khamr itu." Nabi saw bersabda,

"Sesungguhnya sesuatu yang haram diminum, haram pula menjualnya." (HR Ahmad). Lalu orang itupun membuangnya.
Di lain peristiwa, seperti yang diceritakan oleh Anas bin Malik RDL, bahwa para sahabat sedang menuangkan khamr ke dalam gelas mereka. Tiba-tiba saja terdengar seruan, "Sesungguhnya khamr telah diharamkan!" Maka serta merta mereka menumpahkan khamrnya, memecah wadahnya, dan sebagiannya lagi segera berwudhu." Ketika Anas bin Malik menuju masjid, terdengarlah dari Nabi membacakan ayat tersebut.
Menyambut peringatan dari Allah, "Dan apakah kalian tidak mau berhenti?" Dengan serentak mereka menjawab, "Intahaina ya Rabb!", kami berhenti wahai Rabbi.
Buah seperti itukah yang telah kita rasakan setelah shaum di tahun lalu? Jika belum, perlu perbaikan kualitas shaum kita di tahun ini, agar kita mendapatkan buah takwa secara total. Semoga Allah mempertemukan kita dengan Ramadhan tahun ini. Amin. (Abu Umar A)