Syaikh Dr. Shalih Bin Fauzan Al Fauzan
Syirik ada dua macam:
Pertama: Syirik Besar (Syirik Akbar)
Syirik
jenis ini menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam (murtad) dan
kekal di neraka bila pelakunya mati dalam keadaan belum bertaubat
darinya. Yaitu mengalihkan sebagian dari jenis-jenis ibadah kepada
selain Allah, seperti berdo’a kepada selain Allah, bertaqarrub dengan
sesembelihan dan nadzar kepada selain Allah, seperti kepada kubur, jin
dan setan. Juga seperti takut kepada mayat, atau jin, atau setan dengan
keyakinan, bahwa mereka akan memberikan bahaya kepadanya atau bisa
membuatnya sakit. Juga berharap kepada selain Allah dalam hal yang tidak
disanggupi kecuali oleh Allah, seperti untuk menunaikan keinginannya
dan menghilangkan bahaya, penyakit, atau musibah yang menimpanya. Hal
ini sekarang sering dilakukan di tempat-tempat keramat yang dibangun di
atas kubur para wali dan orang-orang shalih.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
"Mereka
beribadah kepada selain Allah yang tidak bisa memberikan bahaya dan
manfaat kepada mereka. Dan mereka berkata: Mereka ini adalah pemberi
syafaat kami di sisi Allah kelak" (Yunus: 18)
Kedua: Syirik kecil (Syirik Asghar)
1. Syirik Dzahir (nyata)
Yaitu
kesyirikan yang terjadi dalam kata-kata yang terucap dan perbuatan.
Contoh kata-kata yang terucap adalah seperti bersumpah kepada selain
Allah. Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), "Siapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah kufur dan berbuat kesyirikan".
Juga ucapan, "Terserah apa yang dikehendaki oleh Allah dan engkau". Ketika kalimat ini dilontarkan di hadapan Nabi, beliau bersabda kepada orang itu (yang artinya), "Apakah engkau ingin menjadikan aku sebagai sekutu Allah?! Katakanlah hanya apa yang Allah kehendaki" (Hadits Riwayat An-Nasa’i)
Dan juga ucapan, "Kalau bukan karena Allah dan engkau". Yang benar ucapan, "Apa yang Allah kehendaki kemudian engkau" dan "kalau bukan karena Allah kemudian engkau". Karena kata kemudian, menunjukkan ada tenggang waktu dan tidak bersamaan. Yang dengan kata kemudian, berarti kehendak hamba ikut atau tunduk kepada kehendak Allah, sebagaimana yang Allah firmankan (yang artinya):
"Dan tidaklah kalian berkehendak, melainkan bila Allah menghendakinya" (At-Takwir:29)
Adapun
contoh dari perbuatannya: memakai jimat untuk menghilangkan penyakit
atau menolaknya, seperti orang yang menggunakan jimat tama’im untuk menolak penyakit ‘ain dan
yang lainnya. Jika dia meyakini bahwa benda-benda tersebut hanya
sebagai sebab untuk menolak bala’ atau menghilangkannya, maka itu syirik
kecil. Karena Allah tidak ada menjadikannya sebagai sebab. Jika dia
meyakini bahwa benda itu sendiri yang bisa menghilangkan bala’ atau
menolaknya, maka ini syirik besar, karena ia bergantung kepada selain
Allah.
2. Syirik Khafiy (samar)
Yaitu
syirik dalam hal irodah (kehendak) dan niat, seperti riya’ (ingin
dilihat amalnya) dan sum’ah (ingin popularitas). Contohnya adalah
seseorang yang yang mengamalkan suatu amalan yang bisa digunakan
bertaqarrub kepada Allah, tapi dia melakukannya agar dipuji oleh
manusia, seperti dia memperbaiki sholatnya atau bersedekah agar dipuji
orang atau mengucapkan dzikir dan membaguskan suaranya ketika membaca
Al-Qur’an agar orang mendengarnya kemudian mereka memujinya dan
menyanjungnya. Riya’ jika mencampuri amal, akan membatalkan amalan itu.
Sebagaimana firman Allah (yang artinya):
"Maka
barang siapa yang mengharap pertemuan dengan Rabbnya, maka hendaklah
dia mengamalkan amal yang shalih dan jangan menyekutukan Rabbnya dengan
seseorang dalam beribadah" (Al-Kahfi:110)
Dan juga Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), "Hal yang paling aku takutkan mengenai kalian adalah syirik Ashghar." Para shahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa itu syirik Ashghar?" Beliau menjawab, "Riya’." (Hadits riwayat Ahmad, Thabrani dan Al- Baghawi dalam Syarhus Sunnah).
Juga
termasuk dalam hal ini adalah amal yang dilakukan karena ketamakan
terhadap dunia seperti seorang yang haji, atau adzan, atau mengimami
manusia karena harta. Atau mempelajari agama atau berjihad karena harta.
Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya):
"Celakalah
para hamba dinar (uang). Celaka hamba Dirham. Celaka hamba pakaian.
Celaka hamba khamilah (jenis pakaian). Kalau diberi dia ridho, kalau
tidak diberi dia murka."(Hadits riwayat Bukhari).
Imam
Ibnul Qayyim berkata, "Adapun syirik yang terjad dalam iradah
(kehendak) dan niat, maka ia bak lautan yang tak bertepi. Sedikit sekali
orang yang bisa lolos darinya. Maka siapa yang menginginkan dengan
amalannya itu selain wajah Allah, dan meniatkan bukan untuk bertaqorrub
kepada Allah dan meminta balasan darinya berarti dia telah melakukan
kesyirikan dengan dalam niatnya dan iradahnya. Ikhlas itu artinya kamu
mengikhlaskan (memurnikan) untuk Allah dalam amal-amal,
perbuatan-perbuatan, iradah dan niat. Inilah agama Nabi Ibrahim yang
hanif, yang Allah perintahkan para hambaNya semuanya untuk itu. Dan
Allah tidak menerima dari hambaNya selain itu. Inilah Hakikat Islam.
Sebagaimana Allah berfirman (yang atinya):
"Dan
Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima
darinya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi."(Ali Imran:85)
Inilah
agama Ibrahim Alaihis Salam yang siapa membencinya, berarti dia adalah
orang yang paling bodoh diantara orang yang dungu." (Al-Jawabul Kahfi
halaman 115).
Dari keterangan tadi, kita simpulkan bahwa di sana ada perbedaan antara syirik besar dan syirik kecil:
- Syirik akbar (besar) menyebabkan pelakunya keluar dari agama ini. Syirik kecil tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama ini.
- Syirik besar membuat pelakunya kekal dalam neraka, pelaku syirik kecil tidak kekal dalam neraka, kalau ia masuk ke dalamnya.
- Syirik besar menggugurkan semua amal. Syirik kecil tidak. Tapi yang digugurkan hanya amalan yang tercampur dengan riya’ dan amal karena dunia saja.
- Syirik besar menghalalkan darah dan harta pelakunya. Syirik kecil tidak menghalalkan keduanya.
Diringkas dari Kitabut Tauhid, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan
Sumber: Buletin Islamy Al Minhaj edisi 3/ tahun 1
Sumber: Buletin Islamy Al Minhaj edisi 3/ tahun 1