.
اَللّهُمَّ اِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَا إِثِ.
Dari sahabat Anas bin Malik y ia menceritakan bahwasanya Rasulullah SAW apabila masuk al-khala’ (tempat membuang hajat) beliau mengucapkan : “Ya Allah sesunguhnya aku berlindung kepada-Mu dari al-khubuts (syaithan laik-laki) dan al-khabaa’its (syaithan perempuan)“. (HR Bukhari no. 142 dan 6322, Muslim no. 375).
Al-khubutsu adalah bentuk jama’ dari khabitsu, sedangkan al-khabaits adalah bentuk jama’ dari al-khabitsah. Sebuah anjuran untuk berlindung dari kejahatan syaithan laki-laki dan perempuan.
Gharibul Hadist (kosa kata dalam hadits) :
1. “Apabila masuk al-khala’ “ - maksudnya apabila akan memasukinya- sebagaimana firman Allah ta’ala :
“Yaitu apabila engkau membaca al-Quran hendaknya berlindung kepada Allah dari godaan syaithan yang terkutuk” (QS. An-Nahl : 98)
Maksudnya apabila engkau akan membaca al-Qur-an, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh al-Imam al-Bukhari dalam (al-Adab al-Mufrad) dengan lafadz yang sama dengan periwayatan sahabat Anas bin Malik ra ia bahwasanya beliau berkata : “Rasulullah r apabila akan masuk ke dalam khala’ beliau mengucapkan sebagaimana yang ada pada riwayat di atas”.
2. Al-Khala’ (secara bahasa) adalah sebuah tempat yang sunyi. Yang di maksud di sini adalah sebuah tempat khusus yang dipersiapkan untuk menunaikan hajat. Seandainya seseorang menunaikan hajat di padang pasir maka ucapan “apabila masuk al-Khala’” tidak bisa dikatakan bahwa maksudnya akan memasukinya.
3. Al-khubuts sebagaimana yang telah dijelaskan oleh penulis adalah pejantan dari kalangan syaithan, sedangkan al-khaba’its adalah syaithan betinanya.
Makna hadits secara umum :
Anas bin Malik ra seorang sahabat yang pernah menjadi pembantu Rasululla SAW menceritakan kepada kita bagaimana adab/tata cara Rasulullah SAW ketika menunaikan hajat. Sebagaimana yang disebutkan di atas bahwasanya Rasulullah r adalah orang yang sangat sering untuk ber-munajat kepada Rabbnya ‘Azza wa Jalla, tidak pernah beliau meninggalkan untuk berdzikir/mengingat Allah dan meminta pertolongan dan perlindungan dalam keadaan apapun.
Adalah beliau apabila hendak memasuki suatu tempat untuk menunaikan hajatnya (kamar mandi/WC), beliau memohon perlindungan kepada Allah SWT dari segala macam kejahatan dan kejelekan yang berada di tempat yang najis tersebut dan dari segala macam kejahatan syaithan-syaithan (al-khaba’its) yang keji. Para syaithan tersebut selalu berusaha untuk merusak segala macam amalan manusia baik itu dalam masalah urusan agama ataupun ibadahnya.
Rasulullah -adalah orang yang selalu dijaga oleh Allah tetapi beliau masih takut dari kejelekan dan kejahatan, maka tentunya bagi orang yang seperti kita seharusnya lebih merasa takut akan hal tersebut dan selalu memberikan penjagaan untuk agama kita dari para musuh.
Buah yang dapat diambil dari hadits di atas :
1. Disunnahkan mengucapkan doa di atas ketika seorang muslim berkeinginan untuk masuk ke dalam al-khala’ dan menunaikan hajat di sana. Hal ini sebagai perisai agar dia merasa aman dari berbagai gangguan syaithan yang akan merusak shalatnya.
2. Di antara gangguan yang di tiupkan oleh syaithan atas seorang hamba adalah (syaithan) menjadikan najis sebagai salah satu sebab dari perusak shalat. Maka hendaknya seorang muslim selalu berlindung (kepada Allah) dari kejahatan mereka (syaithan) agar terjaga / terlindung darinya.
3. Wajibnya menjaga diri dari segala macam hal yang najis. Telah shahih (riwayat) yang menjelaskan bahwa tidak adanya perhatian dalam menjaga kesucian dari air kencing adalah salah satu sebab adzab qubur.
Dalam Hadits lain disebutkan :
“Dari sahabat Abu Ayyub al-Anshari ia berkata : Rasulullah SAW pernah bersabda : “Apabila salah seorang dari kalian akan menunaikan hajat (di suatu tempat) maka jangan kalian menghadap ke arah kiblat (Ka’bah), baik hajat itu berupa buang air besar ataupun kencing, dan jangan pula membelakanginya (Ka’bah). Akan tetapi hendaklah kalian menghadap kearah Timur atau Barat (dari Ka’bah)”.
Abu Ayyub kemudian berkata : Ketika kami datang kenegeri Syam kami mendapati Marahidh/toilet menghadap arah Ka’bah, kami pun berpaling dari menghadap Ka’bah (ketika menggunakan toilet tersebut, pent), dan memohon istighfar kepada Allah ‘Azza wa Jalla”. (HR. Bukhari no. 394, Muslim no. 264).
Gharibul Hadits :
# Al-khaithu secara bahasa : tempat yang terang di permukaan bumi. Mereka menggunakannya sebagai tempat khusus untuk menunaikan hajat. Dan sebagian yang lain mengibaratkan makna kalimat tersebut dengan artian kotoran itu sendiri.
# Al-marahidhu bentuk jama’ dari kata (mir haadhun) yang memiliki makna sebagai tempat mandi, sebagian yang lain juga menisbatkanya sebagai tempat menunaikan hajat (kakus).
# Kalimat : “Akan tetapi hendaklah kalian menghadap ke arah Timur atau Barat (ketika akan membuang hajat)”, adalah khusus bagi masyarakat penduduk kota Madinah dan tempat-tempat lain yang memiliki arah yang sama dengannya (kota Madinah), yaitu apabila membuang hajat menghadap Timur atau Barat tidak membelakangi atau menghadap kiblat.
Makna Hadits secara umum :
Rasulullah memberikan sebuah tarbiyah dan bimbingan kepada seluruh umatnya dalam masalah membuang hajat, agar umatnya tidak menghadap ke arah kiblat (Ka’bah) ketika menunaikan hajatnya, atau membelakanginya karena Ka’bah merupakan arah orang-orang yang mendirikan shalat. Hal ini ditujukan sebagai penghormatan dan pensucian bangunan Ka’bah itu sendiri terutama bagi umat Islam. Dan apabila mereka menginginkan untuk membuang hajat agar berpaling dari menghadap Ka’bah atau membelakanginya dengan cara menghadap ke arah Timur atau Barat (sebagaimana orang-orang yang bertempat tinggal di kota Madinah).
Para sahabat Nabi adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam melaksanakan perintah dan anjuran yang diberikan oleh Rasulullah r , karena keyakinan yang mereka miliki bahwa semua perintah dan ajuran dari Rasulullah adalah haq/benar. Dan dikisahkan oleh Abu Ayyub bahwasanya ketika para sahabat datang ke negeri Syam mereka mendapatkan bangunan untuk menunaikan hajat menghadap ke arah Ka’bah.
Sebagian dari mereka ketika menggunakan tempat tersebut berpaling dari menghadap arah Ka’bah, akan tetapi terkadang dengan tanpa adanya kesengajaan mereka ketika menunaikan hajat menghadap ke arah Kiblat. Dan apabila mereka sadar merekapun segera berpaling ka arah lainnya. Serta memohon ampunan kepada Allah ‘Azza wa Jalla akan segala kesalahan yang telah mereka perbuat dengan tanpa adanya kesengajaan tersebut.
Buah yang dapat di ambil dari hadits di atas :
1. Larangan ketika menunaikan/membuang hajat dengan menghadap ke arah Kiblat(Ka’bah) atau membelakanginya.
2. Anjuran agar menghadap ke arah lainnya apabila berkeinginan untuk membuang/menunaikan hajat.
3. Segala macam anjuran dan larangan dalam agama adalah bersifat umum bagi seluruh umat, dan ini adalah hukum asal. Dan terkadang bersifat khusus dan ditujukan kepada salah satu kalangan/lingkungan dari umat Islam. Sebagaimana dalam hadits di atas tentang anjuran untuk menghadap ke arah Timur atau Barat ketika membuang hajat adalah khusus bagi masyarakat penduduk kota Madinah atau penduduk kota lainnya yang searah dengannya(dalam posisi menghadap kiblat, pent).
4. Hikmah dari hadits di atas adalah penghormatan terhadap Ka’bah (Rumah Allah) dan pensucian bangunan tersebut dari segala macam hal yang kotor dan najis. Masalah ini telah di jelaskan dalam sebuah hadits yang marfu’ :
“Apabila salah seorang dari kalian menginginkan untuk membuang hajat maka hendaknya ia menghormati Kiblat Allah Azza wa Jalla dan janganlah menghadap ke arah Kiblat”.
5. Makna dari Istighfar di atas adalah istighfar qalby(mohon ampunan dalam hati) bukan diucapkan seara lisan. Karena dzikir kepada Allah ketika membuka aurat dan dalam keadaan membuang hajat adalah terlarang.
Maraji':
Taisir al-‘Allam Syarh ‘Umdah al-Ahkam, I/ hal. 46-49.