Thursday, February 5, 2015

Serigala Mengintaimu!

Serigala Mengintaimu!


Syaikh Sholih bin Fauzan Al Fauzan
Wanita Sebelum Islam
Yang dimaksud dengan sebelum Islam adalah di masa jahiliyah yang dialami bangsa Arab secara khusus dan dialami penghuni negeri lain secara umum. Ketika itu manusia dalam keadaan fatrah (kosong) dari para rosul. Jalan-jalan kehidupan rusak. Allah telah melihat mereka sebagaimana yang terdapat dalam hadits, maka Allah murka kepada mereka, yang Arabnya dan yang non Arabnya, kecuali segelintir dari ahlul kitab. Keadaan wanita pada saat itu pada umumnya dalam keadaan sangat mengenaskan, khususnya di kalangan bangsa Arab. Yang pada saat itu masyarakat benci terhadap kelahiran mereka. Ada diantara mereka yang menguburnya hidup-hidup. Ada juga yang membiarkan mereka dalam keadaan terhina dan dihinakan, sebagaimana Allah firmankan (yang artinya): 

"Dan bila salah seorang dari mereka diberitakan dengan (kelahiran) anak wanita, berubah kecewalah wajahnya dan dia dalam keadaan marah. Dia berusaha menyembunyikan dari masyarakatnya apa yang diberitakan kepadanya. Apakah dia biarkan hidup dalam keadaan hina atau dia kubur. Alangkah jahatnya apa yang mereka hukumi." (An Nahl: 58-59).

"Dan bila al mau’udah ditanya akibat dosa apakah ia dibunuh?!"( At Takwir:8-9).

Al Mau’udah artinya anak wanita yang dikubur hidup-hidup. Kalau dia bisa lolos dari penguburan itu, dia hidup dalam keadaan hina. Dia tidak dapat warisan dari kerabatnya, walau bagaimanapun banyak hartanya dan bagaimana susah dan melaratnya. Karena masyarakat pada di masa itu hanya memberikan warisan pada anak pria. Bahkan ironisnya, wanita itu sendiri malah dijadikan barang warisan yang berpindah tangan. Banyak wanita yang hidup dibawah naungan seorang suami yang memiliki istri tak terhingga tanpa merasa peduli terhadap apa yang dialami oleh para wanita itu. Itu semua akibat kejahatan dan kesewenang-wenangan saat itu.

Kemudian Datanglah Islam
Ketika Islam datang, ia mengangkat derajat wanita dan mengembalikannya kepada keadaannya sebagai manusia yang layak. Allah mengatakan (yang artinya): 

"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian menjadi pria dan wanita."(Al Hujurat:13)

Disini Allah menyebutkan bahwa wanita adalah sekutu pria dalam status kemanusiaan. Dan wanita juga bersekutu dengan pria dalam dosa dan pahala karena beramal. Allah mengatakan (yang artinya): 

"Siapa yang beramal shalih dari kalangan pria dan wanita dan dia beriman, maka pasti Kami akan memberinya kehidupan yang baik dan akan Kami berikan balasan dengan sebaik-baiknya apa yang mereka amalkan." (An Nahl:97)
Allah mengatakan (yang artinya):
"Agar Allah mengazab pria yang munafik dan wanita yang munafik, pria yang musyrik dan wanita yang musyrik." (Al Ahzab:73)
Allah juga mengharamkan dianggapnya wanita termasuk barang yang diwarisi:
"Wahai orang-orang yang beriman tidak halal kalian mewarisi wanita dengan jalan paksa"(An Nisa:19)
Islam telah menjamin kemerdekaannya dalam kepribadiannya dan menjadikannya pewaris, bukan barang yang diwarisi. Bahkan Allah memberikan kepadanya hak mendapatkan warisan harta kerabatnya:
"Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian pula dari harta peninggalan ibu-bapaknya dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan" (An Nisa:7)
"Allah mensyari’atkan bagimi tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang lelaki sama bagian 2 anak perempuan; jika anak itu semuanya perempuan lebih dari 2, maka bagian mereka 2/3 dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka dia memperoleh separuh harta" (An Nisa:11)
Hingga akhir yang disebutkan dalam ayat ini yang berkaitan dengan wanita apakah dia sebagai ibu, anak wanita, saudara, atau istri.
Dalam hal pernikahan, Allah membatasi pria dengan 4 orang istri paling banyaknya. Dan itu dengan syarat mampu berbuat adil di antara istri. Maka Allah juga wajibkan untuk menggauli mereka dengan baik. Allah katakan (yang artinya):
"Dan gaulilah mereka dengan baik" (An Nisa:19)
Juga Allah berikan mahar sebagai hak mereka dan memerintahkan agar mahar mereka diberikan secara penuh, kecuali kalau dia merelakannya. Allah berfirman (yang artinya):

"Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian penuh kerelaan. Kamudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya"  (An Nisa:4)

Dan Allah jadikan mereka pengurus di rumah suaminya, sebagai perngurus anak-anaknya. Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), "Dan istri sebagai penanggung jawab di rumah suaminya dan dia juga kan ditanya tentang tentang tanggung jawabnya". Allah juga wajibkan pada suami untuk menafkahi, dan memberikan pakaian kepada mereka dengan layak. 

Keinginan Musuh-musuh Islam dan Antek-anteknya…
Musuh-musuh Islam -bahkan musuh kemanusiaan- saat ini dari kalangan orang-orang kafir dan munafiqin yang hantinya berpenyakit, mereka merasa iri dengan kemuliaan yang didapat oleh wanita muslimah di dalam Islam. Karena musuh-musuh Islam dari kalangan orang-orang kafir dan munafiq menginginkan agar wanita bisa dijadikan alat perusak dan jerat untuk menjerat orang-orang yang lemah imannya dan orang yang rendah rasa cemburunya dengan kebaikan. Setelah mereka memuaskan nafsunya yang rendah kepada wanita. Ini sebagaimana yang Allah firmankan (yang artinya):

"Dan para pengekor syahwat itu ingin kalian cenderung kepada mereka dengan sebenar-benarnya cenderung"(An Nisa : 27)
Begitu juga dari kalangan kamum muslimin sendiri, ada jug ayang hatinya berpenyakit. Mereka ingin wanita bisa dijadikan barang dagangan yang rendah harganya untuk ditawarkan kepada para penggila syahwat dan nafsu syaithaniyyah. Sebuah barang dagangan yang "terbuka" di depan mata mereka. Mereka memuaskan dirinya dengan keindahan wajah wanita. Atau bahkan lebih parah dari itu, mereka "menyerbunya"…. Karena tujuan ini, mereka sangat bermanfaat untuk mengeluarkan wanita dari dalam rumah-rumah mereka agar mereka juga selalu bekerja berdampingan dengan pria, atau mereka menjadi perawat yang melayani para pria di rumah sakit, atau pramugari di pesawat-pesawat, atau sebagi murid atau sebagai guru yang mengajar di sekolah yag terjadi ikhtilath (campur baur pria dengan wanita) padanya, atan sebagai artis dalam sandiwara-sandiwara dan film-film, atau penyanyi, atau sebagai penyiar di radio-radio, atau sebagai wartawati di televisi-televisi dan sarana-sarana berita lainnya, yaing disitu mereka menampakkan wajahnya dan memperdengarkan suaranya.

Kemudian juga di koran-koran dan tabloid-tabloid porno memuat gambar-gambar mereka yang seronok, telanjang tanpa pakaian. Mereka dijadikan alat pelaris majalah-majalah di pasaran. Dan sebagian pemilik perusahaan juga menjadikan mereka sebagai alat pelaris dagangan mereka. Mereka letakkan gambar-gambar wanita di produk-produk mereka. Dengan sebab kesalahan ini, para wanita melalaikan tugas mereka di rumah. Hingga akhirnya suami mereka terpaksa mengambil pembantu wanita yang bukan mahramnya untuk mendidik anak-anak dan mengurus rumah mereka. Ini juga menjadi sebab terjadinya banyak fitnah dan banyak kejahatan.

Kami tidak melarang para wanita untuk bekerja di luar rumahnya, bila telah melaksanakan (memenuhi) hal-hal berikut:
  1. Dia sangat butuh kepada pekerjaan ini.
  2. Masyarakat sangat butuh, tapi tidak ada pria yang bisa melaksanakannya.
  3. Setelah ia menyelesaikan tugas-tugas pokonya di rumah.
  4. Pekerjaan ini berada di kalangan wanita seperti mengajar wanita, mengobati wanita, atau merawat wanita yang itu terpisah dari pria.
  5. Demikian juga, tidak dilarang wanita untuk mempelajari urusan-urusan agamanya. Dan tidak terlarang pula dia mengajarkan masalah-masalah agama yang itu di kalangan wanita.
  6. Tidak mengapa menghadiri pelajaran-pelajaran yang disampaikan di masjid dan yang sejenisnya yang mana dalam keadaan tertutup, dan terpisah dari pria, sebagaimana dulu para wanita di awal Islam, belajar dan mengajar, serta mendatangi masjid.
Tanbihat ‘ala AhkamTakhtahshshu bil Mukminat 7-12
Sumber: Bulletin Dakwah Al Minhaj Edisi 3 Tahun Pertama