Dzulkifli adalah salah seorang di
antara nabi-nabi Allah yang disebutkan dalam Al Qur'an sebanyak dua kali (lihat
Al Anbiyaa': 85-86 dan Shaad: 48). Allah memujinya karena kesabarannya,
kesalehannya, kejujurannya, amanahnya, dan kesiapannya menanggung banyak
kesulitan dan penderitaan untuk menyampakan dakwahnya kepada kaumnya.
Allah
Subhaanahu wa Ta'ala tidak menyebutkan kisahnya kepada kita secara rinci, tidak
menyebutkan waktu dakwahnya dan tidak menyebutkan kaum yang kepada mereka
Beliau diutus.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari jalan Dawud bin Abi Hind, dari Mujahid, bahwa ia berkata:
Ketika usia Ilyasa’ sudah tua, ia berkata, “Wahai sekiranya aku mengangkat
seseorang untuk memimpin manusia di masa hidupku agar aku melihat tindakannya?”
Maka ia mengumpulkan orang-orang dan berkata, “Siapakah yang siap menerima tiga
tugas dariku, maka aku akan mengangkatnya sebagai pemimpin; berpuasa di siang
hari, shalat di malam hari dan tidak marah.” Lalu ada seorang yang berdiri yang
dipandang hina oleh mata manusia dan berkata, “Saya.” Beliau bertanya, “Apakah
kamu (siap) berpuasa di siang hari, melakukan shalat di malam hari dan tidak
marah.” Ia menjawab, “Ya.” Maka Beliau menyuruh orang-orang kembali pada hari
itu, dan pada hari selanjutnya, Beliau berkata lagi seperti itu, lalu
orang-orang terdiam, dan orang (yang kemarin siap) itu berdiri dan berkata,
“Saya.” Maka Beliau mengangkatnya sebagai pemimpin. Kemudian Iblis berkata
kepada para setan, “Kalian harus lakukan sesuatu (untuk menggoda) si fulan.”
Namun ternyata orang itu membuat mereka (para setan) putus asa menghadapinya,
maka Iblis berkata, “Sudah, biarkanlah aku yang menghadapinya.” Maka Iblis
datang dalam wujud orang yang sudah tua lagi miskin, dan ia datang kepadanya
ketika orang ini (Dzulkifli) mendatangi tempat tidurnya untuk istirahat di
siang hari, padahal ia tidak tidur di malam dan siang hari selain tidur pada
waktu itu. Lalu Iblis mengetuk pintu, kemudian orang itu berkata,
“Siapakah
ini?” Iblis menjawab, “Orang tua yang terzalimi.” Maka orang itu bangun dan
membukan pintu, lalu Iblis (dalam wujud manusia yang sudah tua) mengisahkan
masalahnya dan berkata, “Sesungguhnya antara aku dengan kaumku ada masalah.
Mereka menzalimiku dan melakukan ini dan itu terhadapku.” Sehingga ia (Iblis)
berbicara lama dengannya sampai tiba waktu sore dan waktu istirahat di siang
hari telah habis. Ia berkata, “Jika sudah tiba waktu sore, maka aku akan
memberikan hakmu.” Maka ia (Dzulkifli) pun pergi di waktu sore, dan duduk di
majlisnya sambil memperhatikan apakah ia melihat orang tua yang tadi, namun
ternyata tidak dilihatnya. Besoknya, ia melakukan hal yang sama, yaitu
memberikan keputusan di antara manusia dan menunggu kedatangan orang tua itu, namun
ternyata tidak juga dilihatnya. Saat ia hendak pergi ke tempat tidurnya untuk
istirahat di siang hari, maka orang itu itu datang dan mengetuk pintu, dan
berkata, “Siapakah ini?” Iblis menjawab, “Orang yang tua yang terzalimi.” Lalu
ia (Dzulkifli) membuka pintunya dan berkata, “Bukankah aku sudah mengatakan
kepadamu, “Apabila aku sedang duduk (memberikan keputusan), maka datanglah
kepadaku?” Iblis (dalam bentuk manusia) berkata, “Sesungguhnya mereka adalah
kaum yang paling buruk jika mereka tahu engkau sedang duduk (memberikan
keputusan). Mereka nanti akan berkata, “Ya, kami akan berikan hakmu, namun
ketika engkau pergi, maka mereka akan mengingkarinya.” Ia berkata, “Pergilah,
apabila tiba sore hari, maka datanglah kepadaku.” Maka orang ini (Dzulkifli) kehilangan
waktu istirahatnya di siang hari, ia pun datang di sore hari, namun tidak juga
melihat orang tua itu dan ia sangat ngantuk sekali, sehingga ia berkata kepada
sebagian keluarganya, “Jangan biarkan seseorang mendekati pintu ini sampai aku
tidur. Sesungguhnya rasa ingin tidur mendorongku (unuk istirahat).” Maka pada
saat itu, Iblis datang, lalu ada (anggota keluarganya) yang berkata, “Tetaplah
di belakang, tetaplah di belakang.” Maka Iblis menjawab, “Aku telah datang
kepadanya kemarin dan telah menyebutkan masalahku kepadanya.” Maka ia (anggota
keluarganya) berkata, “Tidak boleh (masuk). Demi Allah, ia telah menyuruh kami
untuk tidak membiarkan seorang pun mendekatinya.” Ketika ia (anggota
keluarganya) membuat Iblis putus asa, maka Iblis melihat ke lubang dinding di
rumah lalu ia naik darinya dan ternyata ia sudah berada di dalam rumah itu dan
mengetuk pintu dari dalam, maka bangunlah orang ini dan berkata, “Wahai fulan,
bukankah aku telah menyuruhmu (untuk tidak datang sekarang)?” Iblis menjawab,
“Adapun dari pihakku, demi Allah, maka kamu tidak didatangi, maka lihatlah dari
mana aku datang?” Maka ia bangun menuju pintu, namun ternyata dalam keadaan
terkunci seperti sebelumnya, tetapi orang tua ini anehnya berada dalam rumah,
maka ia (Dzulkifli) langsung mengenalinya dan berkata, “Apakah (kamu) musuh
Allah?” Iblis menjawab, “Ya. Engkau telah membuatku putus asa dalam segala
sesuatu, maka aku lakukan perbuatan yang engkau saksikan untuk membuatmu
marah.”
Nabi ini disebut Dzulkifli (yang siap
menanggung), karena kesiapannya berpuasa di siang hari dan melakukan
qiyamullail di malamnya, serta siap memutuskan perkara di tengah-tengah manusia
dan tidak marah, maka Beliau mampu melaksanakan semua itu.
Selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wa shallallahu
‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraaji’:
Al Qur’anul Karim,
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'an (Abu Yahya Marwan), Mausu’ah
Al Usrah Al Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net),
Shahih Qashashil Anbiya’ (Ibnu Katsir, takhrij Syaikh
Salim Al Hilaaliy), dll.