بسم
الله الرحمن الرحيم
credit : http://denaihati.com
Kisah Nabi Dawud ‘alaihis salam
Setelah Bani Israil menolak ajakan Nabi
Musa 'alaihis salam untuk masuk ke Baitulmaqdis, maka mereka mendapatkan
hukuman dari Allah dengan dilarangnya negeri itu (Baitulmaqdis) bagi mereka
selama empat puluh tahun[1], sehingga mereka
mengembara kebingungan di bumi dalam waktu yang lama. Dalam pengembaraan itu, mereka
akhirnya binasa kecuali orang yang usianya belum mencapai dua puluh tahun. Ada
yang mengatakan, bahwa jumlah mereka adalah 600.000 orang, dan dalam keadaan
seperti itu Nabi Musa 'alaihis salam dan Nabi Harun wafat, mereka memperoleh
rahmat, sedangkan bagi yang lain sebagai hukuman.
Menjelang wafatnya, Nabi Musa
'alaihis salam berdoa kepada Allah agar didekatkan ke tanah suci tersebut sejauh
lemparan batu, maka Allah mendekatkannya sebagaimana disebutkan dalam hadits.
Kemudian Yusya' diangkat menjadi nabi setelah 40 tahun mereka mengembara, dan
selanjutnya Beliau memerintahkan kaumnya memerangi orang-orang kejam yang
menguasai Baitulmaqdis. Yusya' pun berangkat dengan sisa orang yang ada dan
memerangi mereka pada hari Jum'at.
Dalam jihad yang dipimpin Nabi Yusya'
bin Nun, Bani berhasil menguasai Palestina dan tinggal di sana. Mereka pun dapat
beribadah kepada Allah Ta'ala di sana mengikuti syariat Nabi Musa 'alaihis
salam.
Setelah berlalu sekian lama, maka Bani
Israil kembali kepada kebiasaan yang buruk, mereka kufur kepada nikmat-nikmat
Allah dan menyimpang dari jalan yang lurus, maka Allah memberikan kekuasaan
kepada raja yang kejam bernama Jalut. Ia membunuh laki-laki di antara mereka,
menawan kaum wanita dan anak-anaknya, serta mengusir mereka dari rumah mereka.
Bahkan Jalut sempat mengambil peti dari mereka yang berisi lauh-lauh khusus
Kitab Taurat, tongkat Musa dan beberapa barang khusus milik Harun.
Bani Israil ingin memerangi Jalut dan
tentaranya, tetapi pada saat itu mereka tidak mempunyai raja yang dapat
menyatukan barisan mereka untuk memerangi raja yang kejam itu. Ketika itu, di
tengah-tengah mereka ada seorang nabi, lalu mereka mendatanginya dan
memberitahukan maksud mereka, yaitu keinginan mereka agar diangkat seorang raja
untuk memerangi Jalut, maka Nabi mereka merasa takjub terhadap permintaan itu
dan mengingatkan mereka, bahwa dirinya khawatir jika diwajibkan berperang
kepada mereka, ternyata mereka tidak mau berperang. Maka mereka meyakinkan Nabi
mereka dengan mengatakan, "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan
Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari anak-anak kami dan dari
kampung halaman kami?" (Lihat Al Baqarah: 247)
maka Allah mewahyukan kepada Nabi
mereka untuk menyampaikan kepada mereka, bahwa Dia telah mengangkat Thalut
sebagai raja mereka. Ketika mereka diberitahukan hal itu, maka mereka heran dan
tidak suka kepada pilihan itu, mereka berkata, "Bagaimana Thalut
memerintah Kami, padahal Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan
daripadanya, sedang dia tidak diberi
kekayaan yang cukup banyak?"
Nabi (mereka) berkata, "Sesungguhnya
Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa."
Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha
Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui." (Lihat Al Baqarah: 247)
Kemudian Nabi mereka memberitahukan
tanda cocoknya Thalut menjadi raja mereka, ia berkata, "Sesungguhnya
tanda ia akan menjadi raja ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya
terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan
keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman." (Lihat Al
Baqarah: 248)
Tabut itu diletakkan di hadapan Thalut
oleh beberapa malaikat. Saat Bani Israil melihatnya, maka mereka ridha
terhadapnya dan setuju diangkatnya dia sebagai raja.
Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi mereka
untuk menyampaikan, bahwa Allah menyuruh mereka keluar bersama Thalut untuk
memerangi musuh mereka yang telah menghinakan mereka dan menawan anak-anak
mereka. Akan tetapi, kenyataannya sebagian besar dari mereka enggan berperang
kecuali sedikit saja di antara mereka. Akhirnya yang berangkat bersama Thalut
hanya sedikit saja. Maka Thalut berangkat bersama pasukannya melalui gurun
sahara yang tidak ada air, lalu Bani Israil mengeluhkan rasa haus yang mereka
alami, kemudian raja mereka Thalut pun menenangkan mereka dan meminta mereka
bersabar dan terus melanjutkan perjalanan. Tidak berapa lama kemudian, Thalut
dan pasukannya sampai di dekat sebuah sungai, lalu Thalut mengatakan kepada
mereka, bahwa mereka nanti akan melewati sebuah sungai, barang siapa yang minum
banyak, maka berarti ia tidak taat kecuali jika meminumnya seciduk tangan untuk
menghilangkan hausnya.
kemudian mereka meminum dengan banyak
kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka ketika Thalut dan orang-orang
yang beriman bersamanya telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah meminumnya
berkata, "Tidak ada kesanggupan bagi kami pada hari ini untuk melawan
Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui
Allah, berkata, "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat
mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta
orang-orang yang sabar." (Lihat Al Baqarah: 249)
Mereka meyakini, bahwa Allah akan
menolong hamba-hamba-Nya yang mukmin dengan kuatnya iman mereka bukan dengan
banyaknya jumlah mereka.
Sehingga ketika pasukan yang sedikit
ini melihat banyaknya tentara Jalut, maka mereka berdoa kepada Allah 'Azza wa
Jalla, "Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan
kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir."
(Lihat QS. Al Baqarah: 250)
Setelah mereka berhadapan, Jalut dan
tentaranya berdiri di sisi yang satu, sedangkan Thalut dan Bani Israil berdiri
di sisi yang lain. Lalu Jalut maju dengan kudanya memakai baju besi yang
lengkap dan menyeru dengan suara keras, "Siapa yang berani perang tanding
(denganku)? Siapa yang berani berperang denganku?"
Ketika itu, di tengah-tengah Bani
Israil terdapat tentara yang mulia, yaitu Nabi Allah Dawud 'alaihis salam,
dimana nasabnya sampai kepada Ibrahim 'alaihis salam, maka ia tampil dari
barisan Thalut untuk melawan Jalut setelah sebelumnya Bani Israil merasa berat
menghadapinya, lalu Dawud melempar Jalut dengan batu melalui pelanting(ketapel)nya,
sehingga ia tewas terbunuh. Maka pasukan Jalut menjadi gentar dan melarikan
diri dengan pertolongan Allah dan kekuasaan-Nya. Perang pun berhenti, dan
mulailah Bani Israil dipimpin oleh Nabi yang baru dan raja yang baru. Allah
Ta'ala berfirman,
"Mereka (tentara Thalut)
mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Dawud
membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Dawud) pemerintahan dan
hikmah (setelah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang
dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat
manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah
mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam." (Terj. QS. Al Baqarah: 251)
Allah memberikan untuk Dawud kerajaan
dan kenabian, sehingga ia adalah seorang raja dan seorang nabi. Dan Dia
menurunkan kepadanya kitab Zabur yang di dalamnya terdapat pelajaran dan
hikmah.
Allah Ta'ala memberikan kepada Nabi
Dawud suara yang indah yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelumnya. Oleh
karena itu, ketika ia membaca kitabnya Zabur dan bertasbih kepada Allah, maka
burung-burung di udara berhenti dan ikut bertasbih kepada Allah bersama Dawud
serta mendengarkan bacaannya. Demikian pula gunung-gunung, ia ikut bertasbih
bersamanya di pagi dan sore. Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya Kami
menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Dawud) di waktu petang
dan pagi,--Dan (kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul.
masing-masingnya sangat taat kepada Allah." (Terj. QS. Shaad: 18-19)
Allah Subhaanahu wa Ta'ala memberikan kepada
Nabi Dawud 'alaihis salam mukjizat yang banyak yang menunjukkan kenabiannya.
Allah melunakkan besi untuknya, sehingga Beliau mudah membuat baju besi dan
alat-alat berperang. Padahal sebelumnya baju besi itu hanya berupa
lempengan-lempengan.
Suatu ketika, Allah hendak mengajarkan
kepada Nabi Dawud 'alaihis salam suatu pelajaran tentang keadilan dalam
memberikan keputusan. Saat Nabi Dawud 'alaihis salam duduk di mihrabnya
melakukan shalat dan beribadah, maka Beliau dikagetkan dengan dua orang yang menaiki
pagar mihrabnya sehingga sampai kepadanya dan menemuinya, maka timbullah rasa
takut dalam dirinya, lalu dua orang itu berkata,
"Janganlah kamu merasa takut; (kami)
adalah dua orang yang bermasalah yang salah seorang dari kami berbuat zalim
kepada yang lain; maka berilah keputusan antara kami dengan adil dan janganlah
kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah Kami ke jalan yang lurus."
--Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing
betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata, "Serahkanlah
kambingmu itu kepadaku dan Dia mengalahkan aku dalam perdebatan". (Lihat
QS. Shaad: 22-23)
Lalu Dawud segera memberikan keputusan
terhadap masalah itu sebelum mendengar kata-kata yang satu lagi, Dawud berkata,
"Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu
itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan Sesungguhnya kebanyakan dari
orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian
yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh;
dan sangat sedikitlah mereka ini."
Sebelum Dawud menyelesaikan
keputusannya, tiba-tiba dua orang itu menghilang tanpa keluar lewat pintu atau
kembali seperti ketika datang. Maka Dawud mengetahui bahwa Allah mengujinya
dengan mengutus dua malaikat kepadanya untuk mengajari Beliau, agar tidak
memberikan keputusan sebelum mendengarkan perkataan pihak yang lain; maka ia
meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat.
Nabi Dawud 'alaihis salam senantiasa
medekatkan diri kepada Allah dengan berdzikr, berdoa dan melakukan shalat. Oleh
karena itu, Allah memujinya dengan firman-Nya,
"Dan ingatlah hamba Kami Dawud
yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia sangat taat (kepada Allah)." (Terj. QS. Shaad: 17)
Beliau adalah seorang yang kuat dalam
beribadah. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda tentang Nabi Dawud 'alaihis salam,
كَانَ دَاوُدَ
أَعْبَدَ الْبَشَرَ
"Beliau adalah manusia yang paling rajin beribadah."
(HR. Tirmidzi dan Hakim, dan dihasankan oleh Al Albani)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
أَحَبُّ الصَّلَاةِ إِلَى اللَّهِ
صَلَاةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام، وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ
دَاوُدَ، وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ
سُدُسَهُ، وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا.
"Shalat
yang paling dicintai Allah adalah shalat Nabi Dawud 'alaihis salam dan puasa yang
paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Dawud; ia tidur di tengah malam dan
bangun pada sepertiganya dan tidur pada seperenamnya, dan ia sehari berpuasa
dan sehari berbuka." (HR. Bukhari-Muslim)
Nabi Dawud 'alaihis salam tidaklah makan kecuali
dari hasil jerih payahnya sendiri, karena Beliau mengetahui, bahwa makanan yang
terbaik adalah makanan yang diperoleh dari jerih-payah tangannya sendiri.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ،
خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ
عَلَيْهِ السَّلاَمُ، كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
"Tidak
ada seorang pun yang memakan sebuah makanan yang lebih baik daripada memakan
hasil jerih-payah tangannya. Sesungguhnya Nabi Allah Dawud 'alaihis salam makan
dari hasil jerih-payah tangannya." (HR. Bukhari)
Ibnu Syaudzab berkata, "Nabi Dawud bekerja
membuat baju besi setiap hari, lalu ia jual seharga 6.000 dirham."
Kemudian setelah Nabi Dawud 'alaihis salam
meninggal, maka puteranya Sulaiman mewarisi kekuasaannya, dan Allah menjadikannya
sebagai nabi. Allah Ta'ala berfirman, "Dan Sulaiman telah mewarisi
Dawud." (Terj. QS. An Naml: 16)
Wallahu a'lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa
Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Al Qur'anul Karim, Mausu'ah Al Usrah Al Muslimah (www.islam.aljayyash.net), Mausu'ah
Haditsiyyah Mushaghgharah, Shahih Qashashil Anbiya' (Ibnu Katsir, Takhrij Salim
Al Hilali), dll.
[1] Lihat Al Ma'idah: 26. Hikmah dilarangnya Baitulmaqdis bagi
mereka selama 40 tahun adalah agar orang-orang yang tidak sabar itu wafat,
sehingga digantikan oleh generasi yang baru yang siap mengalahkan musuh, tidak
suka diperbudak serta tidak suka dihinakan dan siap berjihad.