Syaikh Salim bin Ied Al Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid
Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid
Barangsiapa Berbuat kebajikan dengan Kerelaan Hati, Lebih Baik Baginya
Allah
mewajibkan kepada kaum muslimin untuk melakukan ibadah puasa Ramadhan,
karena puasa memutuskan jiwa dari syahwatnya dan menghalangi dari apa
yang biasa dilakukan. Puasa Ramadhan termasuk perkara yang paling sulit,
karena itu kewajibannya pun diundur sampai tahun kedua hijriyah,
setelah hati kaum muslimin kokoh dalam bertauhid dan dalam mengagungkan
syiar-syiar Allah, maka Allah membimbing mereka untuk melakukan puasa
dengan bertahap. Pada awalnya mereka diberi pilihan untuk berbuka atau
puasa, serta diberi semangat untuk puasa, karena puasa masih terasa
berat bagi para shahabat Radhiyallahu ‘Anhum. Barangsiapa yang ingin berbuka kemudian membayar fidyah diperbolehkan.
Allah Subahanu Wata’ala berfirman (yang artinya):
"Dan
wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak
berpuasa) membayar fidyah (yaitu) memberi makan seorang miskin.
Barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih
baik baginya. Dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (Al Baqoroh 184).
Barangsiapa yang Mendapatkan Bulan Ramadhan, Hendaknya Berpuasa
Kemudian
turunlah kelanjutan ayat tersebut yang menghapuskan hukum di atas. Hal
ini dikabarkan oleh dua shahabat yang mulia, Abdullah bin Umar dan
Salamah bin Akwa Radhiyallahu ‘Anhuma. Keduanya berkata, "kemudian dihapus oleh ayat (yang artinya):
"(Beberapa
hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan permulaan Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk-petunjuk itu dan pembeda (antara
yang haq dan yang bathil). Karena itu barangsiapa diantara kamu yang
hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari-hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari
yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepada kamu, supaya kamu bersyukur." (Al Baqoroh 185) "
(Hadits
dari Ibnu Umar, dikeluarkan oleh Bukhari (4/188) dan Hadist dari
Salamah dikeluarkan oleh Bukhari (8/181) dan Muslim(1145))
Dan dari Ibnu Abi Laila, ia berkata, "Sahabat Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wasallam telah menyampaikan kepada kami (yang artinya):
"Ketika
turun kewajiban puasa Ramadhan terasa memberatkan mereka (para
shahabat), maka barang siapa tidak mampu diperbolehkan meninggalkan
puasa dan memberi makan seorang miskin sebagai keringanan bagi mereka.
Kemudian hukum ini dihapus oleh ayat "Berpuasa itu lebih baik bagi
kalian", akhirnya mereka disuruh berpuasa."."
(Juga
diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam Al Mustakhraj sebagaimana dalam
Taghliqut Ta’liq(3/185) dari jalan yang ketiga dengan sanad yang hasan
juga)
Sejak itu jadilah puasa sebagai salah
satu tiang dari tiang-tiang agama dan menjadi salah satu rukun agama
berdasarkan sabda Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam (yang artinya):
"Islam
dibangun atas 5 perkara: Syahadat an la ilahailallah wa anna Muhammad
rasulullah, menegakkan Shalat, menunaikan Zakat naik haji ke Baitul
Haram, serta puasa Ramadhan." (Diriwatkan oleh Bukhari (1/47) dan Muslim (16) dari Ibnu Umar)
Dinukil dari kitab "Shifat Shoum an Nabiy Sholallahu ‘Alaihi Wassalam fi Ramadhan"
Judul Indonesia "Sifat Puasa Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wassalam"
Penerbit Al Mubarok
Judul Indonesia "Sifat Puasa Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wassalam"
Penerbit Al Mubarok