Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Bazz Rahimahullah
(Majmu’ Fatawa wa Maqaalat, 7/323-326)
Wanita sama seperti pria dalam kewajiban berdakwah kepada Allah dan beramar ma’ruf nahyi mungkar.
Dalil-dalil dari Al-qur’an dan Sunnah mencakup semuanya, kecuali yang dikecualikan oleh dalil. Ucapan para ulama juga jelas dalam hal itu. Diantara dalil dari Al-qur’an tentang hal itu (yang artinya): “Kaum mukminin dan mukminat, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian lainnya. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.” (At-Taubah : 71)
Dalil-dalil dari Al-qur’an dan Sunnah mencakup semuanya, kecuali yang dikecualikan oleh dalil. Ucapan para ulama juga jelas dalam hal itu. Diantara dalil dari Al-qur’an tentang hal itu (yang artinya): “Kaum mukminin dan mukminat, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian lainnya. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.” (At-Taubah : 71)
“Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dilahirkan bagi manusia. Kalian menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar serta kalian beriman kepada Allah.” (Ali Imron : 110)
Hendaknya wanita itu berdakwah kepada Allah dengan adab-adab yang sesuai dengan syari’at yang juga dituntut dari para pria. Wanita itu juga harus sabar dan mengharap pahala dari Allah (yang artinya): “Bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal : 46)
Dan juga firman Allah azza wajalla yang menceritakan ucapan Luqman kepada anaknya (yang artinya): “Wahai anakku, dirikanlah sholat, suruhlah kepada yang ma’ruf, laranglah dari yang mungkar dan bersabarlah engkau menghadapi apa yang menimpamu, karena itu adalah perkara yang diwajibkan Allah.” (Luqman : 17)
Kemudian dia juga hendaknya memperhatikan beberapa perkara, seperti: dia harus menjadi tauladan dalam menjaga iffah (kehormatan), hijab dan amal sholih. Hendaknya dia menjahui tabarruj dan ikhtilath (bercampur-baur antara pria dan wanita yang bukan mukhrim) yang itu adalah terlarang hingga dia berdakwah dengan ucapan dan perbuatan dalam meninggalkan apa yang diharamkan Allah atasnya. (Ini jawaban atas soal: Apakah pendapat Anda antara wanita dan dakwah?)
Soal berikutnya: Apakah perlu kita sediakan waktu untuk wanita agar dia berdakwah kepada Allah?
Hendaknya wanita itu berdakwah kepada Allah dengan adab-adab yang sesuai dengan syari’at yang juga dituntut dari para pria. Wanita itu juga harus sabar dan mengharap pahala dari Allah (yang artinya): “Bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal : 46)
Dan juga firman Allah azza wajalla yang menceritakan ucapan Luqman kepada anaknya (yang artinya): “Wahai anakku, dirikanlah sholat, suruhlah kepada yang ma’ruf, laranglah dari yang mungkar dan bersabarlah engkau menghadapi apa yang menimpamu, karena itu adalah perkara yang diwajibkan Allah.” (Luqman : 17)
Kemudian dia juga hendaknya memperhatikan beberapa perkara, seperti: dia harus menjadi tauladan dalam menjaga iffah (kehormatan), hijab dan amal sholih. Hendaknya dia menjahui tabarruj dan ikhtilath (bercampur-baur antara pria dan wanita yang bukan mukhrim) yang itu adalah terlarang hingga dia berdakwah dengan ucapan dan perbuatan dalam meninggalkan apa yang diharamkan Allah atasnya. (Ini jawaban atas soal: Apakah pendapat Anda antara wanita dan dakwah?)
Soal berikutnya: Apakah perlu kita sediakan waktu untuk wanita agar dia berdakwah kepada Allah?
Jawab: Saya tidak dapati ada larangan dalam hal itu. Jika ditemui ada wanita sholihah yang bisa berdakwah, maka selayaknya dia dibantu, diatur waktunya, diminta darinya untuk membimbing para wanita sejenisnya, karena memang para wanita butuh kepada para pembimbing wanita. Adanya wanita seperti ini di kalangan wanita lainnya kadang lebih bermanfaat dalam menyampaikan dakwah untuk mengajak kepada jalan yang benar daripada pria. Kadang wanita-wanita itu malu bertanya kepada da’i yang pria, sehingga dia menyembunyikan apa yang seharusnya dia tanyakan. Kadang pula dia terlarang untuk mendengarkan dakwah dari pria. Namun jika da’inya wanita, dia tidak demikian. Karena dia bisa berdekatan dengannya dan menyampaikan apa yang perlu baginya serta hal itu lebih besar pengaruhnya.
Maka wanita yang memiliki ilmu hendaknya menjalankan kewajiban dakwah ini dan membimbing kepada kebaikan semampunya berdasarkan firman Allah (yang artinya): “Ajaklah mereka kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan nasehat yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang paling baik.” (An-Nahl : 125)
“Katakanlah: Inilah jalanku, aku berdakwah kepada Allah berdasarkan bashiroh (ilmu), aku dan orang yang mengikutiku.” (Yusuf : 108)
“Dan siapakah yang lebih baik ucapannya daripada orang yang berdakwah kepada Allah dan beramal sholih dan dia mengatakan: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (Islam).” (At-Taghabun:16)
Dan juga firman Allah Subhanahuwata’ala (yang artinya): “Maka bertaqwalah kalian semampunya.” (Fushilat : 33)
Ayat-ayat yang semakna dengan ini cukup banyak. Mencakup pria dan wanita dan hanya Allah lah yang memberikan taufiq.
Maka wanita yang memiliki ilmu hendaknya menjalankan kewajiban dakwah ini dan membimbing kepada kebaikan semampunya berdasarkan firman Allah (yang artinya): “Ajaklah mereka kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan nasehat yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang paling baik.” (An-Nahl : 125)
“Katakanlah: Inilah jalanku, aku berdakwah kepada Allah berdasarkan bashiroh (ilmu), aku dan orang yang mengikutiku.” (Yusuf : 108)
“Dan siapakah yang lebih baik ucapannya daripada orang yang berdakwah kepada Allah dan beramal sholih dan dia mengatakan: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (Islam).” (At-Taghabun:16)
Dan juga firman Allah Subhanahuwata’ala (yang artinya): “Maka bertaqwalah kalian semampunya.” (Fushilat : 33)
Ayat-ayat yang semakna dengan ini cukup banyak. Mencakup pria dan wanita dan hanya Allah lah yang memberikan taufiq.
Dikutip dari Buletin Islamiy “Al-Minhaj”, Edisi kedua Tahun I, hal. 16.
Diterbitkan oleh Maktabah Adz Dzahabi Group, Kota Medan
Diterbitkan oleh Maktabah Adz Dzahabi Group, Kota Medan