Bismillah Assalamu alaikum
Hai, amal apa yang sudah dilakukan hari ini? Eits, jangan dijawab. Mungkin pertanyaannya harus dibalik. Amal apa yang belum dilakukan hari ini? Lalu pertanyaan selanjutnya apakah amal itu bakal diterima atau hanya akan memenuhi tempat sampah?
Tentu kita tidak ingin amal yang susah payah kita upayakan hangus begitu saja. Dan tentu tidak lucu bila misalnya telah berlapar-lapar berpuasa tapi yang kita dapat hanya rasa lapar itu sendiri.
Memang kita hanya bisa berusaha. Namun paling tidak kita penuhi syarat-syaratnya. Apa saja itu? Ayo klik
Syarat Pertama
Beriman kepada Allah dan mentauhidkan-Nya
Allah ta’ala berfirman :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih bagi mereka surga Fidaus menjadi tempat tinggalnya ( al-Kahfi : 107 )
Iman adalah landasan bagi seluruh amal kita. Berapapun banyaknya amal kebaikan yang telah kita lakukan namun bila kita tidak beriman, maka sia-sialah semuanya. Ibarat bangunan tanpa pondasi, bakal rubuhlah dia.
Kita tentu masih ingat dengan kisah Abu Tholib. Batapa besar pembelaannya kepada Rasulullah. Beliaulah perisai bagi dakwah Islam di awal kemunculannya yang berdiri di antara Rasulullah dan orang-orang kafir Quraisy. Beliau adalah bapak dari dua shahabat besar ’Ali bin Abi Tholib dan Ja’far bin Abi Tholib.
Namun karena beliau tidak bersedia mengucapkan kalimat syahadat hingga akhir hayatnya, maka menguaplah pahala amalnya dan neraka tempat kembalinya. Hanya karena kehendak Allah kemudian syafaat dari Rasulullah sehingga beliau mendapat ”keringanan”. Yaitu beliau akan menempati neraka yang paling atas dengan siksaan yang paling ringan. Bagaimanapun tetap saja di dalam neraka, ya to. Naudzubillah mindzalik.
Syarat Kedua
Ikhlas yaitu beramal karena Allah
Ini adalah timbangan batin bagi amal kita. Coba kita simak firman Allah ta’ala :
Beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya ( az-Zumar : 2 )
Agar mudah dipahami kita coba membedah lawan katanya, yaitu riya’. (Sebenarnya masih ada yang lain, tapi sementara kita bahas satu dulu, ya)
Riya’ adalah beribadah bukan karena Allah tapi karena ingin dilihat manusia. Sebagai contoh bila kita shalat di hadapan manusia gerakannya begitu halus dan penuh penghayatan seperti putri solo. Namun ketika shalat sendiri jadi secepat shinkansen. Wus …. bacaannya saja diseret. Nah ini yang namanya riya’.
Syarat Ketiga
Sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah
Ini adalah timbangan lahir bagi amal kita sebagaimana firman Allah ta’ala :
Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah ( al-Hasyr : 7 )
Ayat di atas dikuatkan dengan sabda Rasulullah berikut ini :
Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan itu tertolak ( HR. Muslim; shahih )
Setelah membaca ayat dan hadits di atas jelas tidak ada pilihan bagi kita selain meneladani Rasulullah. Dan alhamdulillah Rasulullah telah mengajarkan setiap sendi dari dien ini tanpa satu titikpun yang terlewatkan. Sekarang berpulang kepada kita mau belajar atau tidak
Hai, amal apa yang sudah dilakukan hari ini? Eits, jangan dijawab. Mungkin pertanyaannya harus dibalik. Amal apa yang belum dilakukan hari ini? Lalu pertanyaan selanjutnya apakah amal itu bakal diterima atau hanya akan memenuhi tempat sampah?
Tentu kita tidak ingin amal yang susah payah kita upayakan hangus begitu saja. Dan tentu tidak lucu bila misalnya telah berlapar-lapar berpuasa tapi yang kita dapat hanya rasa lapar itu sendiri.
Memang kita hanya bisa berusaha. Namun paling tidak kita penuhi syarat-syaratnya. Apa saja itu? Ayo klik
Syarat Pertama
Beriman kepada Allah dan mentauhidkan-Nya
Allah ta’ala berfirman :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih bagi mereka surga Fidaus menjadi tempat tinggalnya ( al-Kahfi : 107 )
Iman adalah landasan bagi seluruh amal kita. Berapapun banyaknya amal kebaikan yang telah kita lakukan namun bila kita tidak beriman, maka sia-sialah semuanya. Ibarat bangunan tanpa pondasi, bakal rubuhlah dia.
Kita tentu masih ingat dengan kisah Abu Tholib. Batapa besar pembelaannya kepada Rasulullah. Beliaulah perisai bagi dakwah Islam di awal kemunculannya yang berdiri di antara Rasulullah dan orang-orang kafir Quraisy. Beliau adalah bapak dari dua shahabat besar ’Ali bin Abi Tholib dan Ja’far bin Abi Tholib.
Namun karena beliau tidak bersedia mengucapkan kalimat syahadat hingga akhir hayatnya, maka menguaplah pahala amalnya dan neraka tempat kembalinya. Hanya karena kehendak Allah kemudian syafaat dari Rasulullah sehingga beliau mendapat ”keringanan”. Yaitu beliau akan menempati neraka yang paling atas dengan siksaan yang paling ringan. Bagaimanapun tetap saja di dalam neraka, ya to. Naudzubillah mindzalik.
Syarat Kedua
Ikhlas yaitu beramal karena Allah
Ini adalah timbangan batin bagi amal kita. Coba kita simak firman Allah ta’ala :
Beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya ( az-Zumar : 2 )
Agar mudah dipahami kita coba membedah lawan katanya, yaitu riya’. (Sebenarnya masih ada yang lain, tapi sementara kita bahas satu dulu, ya)
Riya’ adalah beribadah bukan karena Allah tapi karena ingin dilihat manusia. Sebagai contoh bila kita shalat di hadapan manusia gerakannya begitu halus dan penuh penghayatan seperti putri solo. Namun ketika shalat sendiri jadi secepat shinkansen. Wus …. bacaannya saja diseret. Nah ini yang namanya riya’.
Syarat Ketiga
Sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah
Ini adalah timbangan lahir bagi amal kita sebagaimana firman Allah ta’ala :
Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah ( al-Hasyr : 7 )
Ayat di atas dikuatkan dengan sabda Rasulullah berikut ini :
Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan itu tertolak ( HR. Muslim; shahih )
Setelah membaca ayat dan hadits di atas jelas tidak ada pilihan bagi kita selain meneladani Rasulullah. Dan alhamdulillah Rasulullah telah mengajarkan setiap sendi dari dien ini tanpa satu titikpun yang terlewatkan. Sekarang berpulang kepada kita mau belajar atau tidak