Bismillah Assalamu Alaikum
Hendaknya kita menanamkan akidah, ilmu pengetahuan agama, dan pengajaran Al-Quran kepada anak-anak kita sejak mereka masih berusia dini.
Pendidikan anak usia dini sangat berpengaruh terhadap perkembangan otak dan memori mereka yang masih polos. Mereka bagaikan kaset kosong yang siap diisi oleh apa saja. Apa pun yang didengar sang anak, pasti akan terekam dalam memorinya.
Oleh karena itu, kita perdengarkan kepada buah hati kita bacaan Al-Quran seoptimal mungkin, baik dengan cara kita langsung yang membacanya atau dengan menggunakan kaset atau semacamnya. Cara itu pula yang pernah dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in dan telah menjadi tradisi dalam mengajarkan Al-Quran kepada anak-anak mereka.
Para sahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in memiliki perhatian sangat tinggi dalam mengajarkan Al-Quran kepada anak-anak mereka. Demikian pula para tabi’in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai kiamat kelak.
Kalau kita membaca kitab-kitab klasik berbahasa Arab, banyak riwayat yang bercerita tentang para ulama yang berhasil menghafal Al-Quran pada usia sebelum mencapai 10 tahun. Imam Syafi’i rahimahullahu misalnya. Peletak Madzhab Asy-Sayfi’iyyah ini berhasil menghafal Al-Quran 30 juz pada usia tujuh tahun. Imam Suyuthi, penyusun beberapa kitab, di antaranya Tafsir Jalalain dan Tafsir Al-Durrul Mantsur, hafal Al-Quran 30 juz pada saat usianya belum genap delapan tahun.
Ada beberapa metode atau cara yang bisa diterapkan dalam mengajari anak usia 6 -8 tahunan dalam hal hafalan Al-Quran.
Pertama, harus kita pahami, anak-anak seusia ini lebih suka mendapatkan pujian, reward, hadiah, iming-iming, atau apalah namanya. Yang jelas, mereka sangat menyukai hadiah atau memperoleh sesuatu bila selesai mengerjakan tugas. Ini akan jauh lebih baik bila dibandingkan dengan pendekatan ancaman atau pukulan bila si anak tidak mau atau tidak mencapai target tertentu dalam menghafal Al-Quran. Berikan mereka hadiah apa saja –tidak harus yang harganya mahal. Yang penting, bentuk perhatian dari seorang guru atau orangtuanya.
Baik sekali kalau hadiah yang diberikan kepada sang anak itu berkaitan erat dengan program tahfizh Al-Quran, walaupun harganya agak mahal, seperti Al-Quran digital, MP4, atau HP yang berisikan tilawah Al-Quran 30 juz. Tentunya itu akan membuat anak lebih bersemangat dalam belajar dan menghafal Al-Quran.
Kedua, selalu memuji dan menyanjung sang anak atas keberhasilannya dalam menyelesaikan tugas atau telah mencapai target tertentu dalam menghafal Al-Quran. Jangan sampai kita berlaku tidak adil terhadap anak. Jangan sampai terjadi, ketika dia melakukan kesalahan atau tidak mencapai target, kita selalu menyalahkannya dan membuat dia berputus asa dan akhirnya mengakibatkan sang anak tidak mau lagi menghafal. Jadi, harus lebih diperhatikan bagaimana sang anak tersebut selalu senang dalam proses menghafal.
Ketiga, yang juga tidak kalah pentingnya adalah menciptakan suasana belajar atau menghafal yang menyenangkan dan senyaman mungkin. Hal itu agar anak akan merasakan mudah dan nikmatnya menghafal Al-Quran. Jangan sekali-kali ada kesan memaksa dan menekan anak untuk menghafal Al-Quran. Bila hal pemaksaan atau penekanan itu dilakukan, maka bukan saja anak tidak mau menghafal, tapi juga bisa jadi dia nanti akan benci dan trauma saat disuruh menghafal.
Keempat, usahakan sebelum mulai menghafal, guru atau orangtua yang mengajarkannya bercerita secara ringkas tentang isi ayat atau surat yang akan dihafal. Dengan cara demikian, dia akan menjadi lebih tertarik dan termotivasi untuk menghafal. Dia ingin sekali menghafal ayat atau surat yang bercerita tentang kisah-kisah tertentu di dalam Al-Quran.
Kelima, mungkin ini juga tidak kalah pentingnya untuk merangsang anak dalam menghafal Al-Quran, yakni buatlah gambar-gambar yang berkaitan erat dengan ayat atau surat yang akan dihafal agar mereka dapat membayangkan kejadian atau peristiwa apa saja yang terjadi.
Keenam, memilih guru yang kompeten –memiliki kapasitas cukup. Idealnya guru tersebut sudah hafal 30 juz. Itu pula yang pernah dilakukan oleh Khalifah Harun Al-Rasyid. Dia memanggil seorang guru yang alim, saleh, hafal Al-Quran, dan banyak menghafal hadits dan disiplin ilmu lainnya, untuk mengajari anaknya.
Seorang guru harus berpenampilan menarik dan menyenangkan. Guru tidak saja dituntut untuk memiliki kamampuan hafal dan membaca Al-Quran dengan baik, motivasi yang tinggi, dan akrab dengan anak-anak, tetapi juga harus memenuhi kriteria tambahan lain, seperti kreatif, inovatif, dan mau duduk dan bermain bersama anak-anak.
Semoga harapan mulia agar anak-anak kita dapat menghafal Al-Quran bisa terwujud. Amin ya Rabbal ‘alamin. Wallahu a’lam bish-shawab.