Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsary
Seorang hamba meski memiliki kedudukan yang tinggi, kekuatan yang mumpuni, serta kekuasaan yang luas, tetaplah dikatakan faqir, lemah dan dalam keadaan amat sangat membutuhkan, tidak punya kemampuan dengan sendirinya untuk mendapatkan kemaslahatan dan menolak segala macam kemudharatan. Bagaimana tidak, sedang segala daya, upaya, kekuatan, semuanya di tangan sang penciptanya, Dzat yang Maha Kaya yang tidak butuh kepada sesuatu apapun. Allah berfirman (yang artinya),"Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu maka dari Allah-lah (datangnya) dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan maka hanya kepadaNyalah kamu meminta pertolongan." (QS An Nahl: 53).
Seorang hamba meski memiliki kedudukan yang tinggi, kekuatan yang mumpuni, serta kekuasaan yang luas, tetaplah dikatakan faqir, lemah dan dalam keadaan amat sangat membutuhkan, tidak punya kemampuan dengan sendirinya untuk mendapatkan kemaslahatan dan menolak segala macam kemudharatan. Bagaimana tidak, sedang segala daya, upaya, kekuatan, semuanya di tangan sang penciptanya, Dzat yang Maha Kaya yang tidak butuh kepada sesuatu apapun. Allah berfirman (yang artinya),"Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu maka dari Allah-lah (datangnya) dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan maka hanya kepadaNyalah kamu meminta pertolongan." (QS An Nahl: 53).
"Jika
Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi
kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karuniaNya. Dia memberikan
kebaikan itu kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya
dan Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Yunus: 107).
Bila
demikian keadaannya, maka sangatlah pantas dan sudah seharusnya bagi
hamba-hambaNya untuk senantiasa meminta pertolongan kepadaNya baik dalam
meraih kemaslahatan dunia lebih-lebih kemaslahatan Diennya, siapa yang
ditolong Allah, maka dialah yang mendapat pertolongan dan taufiq dan
siapa yang dihinakan Allah, maka dialah yang merugi dan binasa. Allah
berfirman (yang artinya), "Katakanlah: Wahai Tuhan yang mempunyai
kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki,
dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau
muliakan orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan orang yang
Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS Ali Imran: 26).
Para pembaca -semoga dirahmati Allah- memohon pertolongan atau yang diistilahkan dengan isti’anah adalah salah satu bentuk pengakuan seorang hamba akan kelemahannya, kebutuhannya, dan ketundukannya terhadap Rabbnya yang Maha Kuasa. Hal ini menunjukkan bahwa isti’anah hanyalah ditujukan kepada Allah saja karena ia termasuk ke dalam jenis ibadah, sementara segala bentuk ibadah adalah hak murni bagi Allah. Allah berfirman (yang artinya),
"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (QS Al Fatihah: 5).
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya),
"Jika engkau minta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah." (HR Tirmidzi dan yang lainnya dari Ibnu Abbas).
Seorang
hamba membutuhkan pada pertolongan Allah bahkan wajib baginya untuk
meminta pertolongan padaNya dalam melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan-laranganNya, bersabar atas segala ketentuan yang telah
ditetapkanNya.
Kemudian
ibadah dan isti’anah adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan karena
isti’anah itu sendiri adalah bagian dari ibadah, namun Allah subhanahu
wa ta’ala menyebutkannya secara terpisah seperti dalam Al Qur`an surat
Al Fatihah (yang artinya),"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan."
Ini
menunjukkan bahwa segala macam bentuk ibadah haruslah disertai dengan
isti’anah. Sungguh sangatlah buruk dan perbuatan yang tercela ketika
didapati adanya orang-orang yang menggantungkan harapan-harapannya,
keinginan-keinginannya dalam menggapai kemanfaatan kepada makhluk dalam
perkara yang tidak dimampuinya, apakah kepada orang yang telah mati atau
kepada orang yang hidup dalam perkara gaib yang ia tidak memiliki
kekuasaan sedikit pun terhadapnya. Inilah bentuk kesyirikan dalam hal
isti’anah. Allah berfirman (yang artinya), "Katakanlah: ‘Serulah
mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak
memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan
mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit dan
bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu
bagiNya.’ Dan tidaklah berguna syafa’at di sisi Allah melainkan bagi
orang-orang yang telah diizinkannya memperoleh syafa’at itu, sehingga
apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata:
‘Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?’ Mereka menjawab:
‘(Perkataan) yang benar’, dan Dialah yang Maha Tinggi dan Maha Besar.
Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan dari
bumi?’ Katakanlah: ‘Allah’, dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang
musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.
Katakanlah: ‘Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa
yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang
kamu perbuat.’ Katakanlah: ‘Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua,
kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dialah maha
pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui.’ Katakanlah: ‘Perlihatkanlah
kepadaku sembahan-sembahan yang kamu hubungkan dengan Dia sebagai
sekutu-sekutu(Nya), sekali kali tidak mungkin! Sebenarnya Dialah Allah
yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.’" (QS Saba: 22-27).
Perbuatan
memalingkan isti’anah kepada selain Allah akan dapat menggugurkan
ibadah-ibadah lainnya, sebab seseorang tidak akan meminta pertolongan
kepada sesuatu melainkan karena keyakinannya bahwa sesuatu itu dapat
memberi manfaat dan menolak kemudharatan. Allah berfirman (yang
artinya), "Dan mereka menyembah selain dari Allah apa yang tidak
dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula)
kemanfaatan, dan mereka berkata: ‘Mereka itu adalah pemberi syafa’at
kepada kami di sisi Allah.’ Katakanlah: ‘Apakah kamu mengabarkan kepada
Allah apa yang tidak diketahuiNya baik di langit dan tidak (pula) di
bumi?’ Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
mempersekutukan (itu)." (QS Yunus: 18).
Para
pembaca -semoga dirahmati Allah- nampaknya menjadi sesuatu yang sepele
perkara isti’anah ini, terbukti masih banyaknya mayoritas kita kaum
muslimin yang secara sadar ataupun tidak menggantungkan harapan
pertolongan kepada selain Allah, minta dimudahkan dalam segala hal, agar
diberikan kelancaran dalam hal usahanya, mencari jodoh, kesembuhan dari
penyakit, dan lain sebagainya. Padahal yang demikian itu adalah berarti
membuat tandingan di sisi Allah, sementara Allah memerintahkan agar
hanya kepadaNyalah kita bergantung dan memohon. Allah berfirman (yang
artinya), "Katakanlah: ‘Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang
kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan
kepadaku, apakah berhala-berhala itu dapat menghilangkan kemudharatan
itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat
menahan rahmatnya?’ Katakanlah: ‘Cukuplah Allah bagiku.’ KepadaNyalah
bertawakkal orang-orang yang berserah diri." (QS Az Zumar: 38).
"Maka
apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah
hendaknya kamu berharap." (QS Asy Syarh: 7-8).
"Hanya
bagi Allahlah (hak mengabulkan) do’a yang benar. Dan berhala-berhala
yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun
bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak
tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu
tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan do’a (ibadat) orang-orang kafir itu,
hanyalah sia-sia belaka. Hanya kepada Allahlah sujud (patuh) segala apa
yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun
terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang
hari." (QS Ar Ra’d: 14-15).
Terkadang
didapati sebagian orang yang menyatakan bahwa perbuatannya dalam
meminta pertolongan kepada selain Allah adalah merupakan wujud ikhtiar,
mencari sebab, atau yang diistilahkan dengan "nyareatan" dengan
keyakinannya bahwa ia hanyalah beribadah kepada Allah. Sungguh
pernyataan seperti ini menunjukkan kebodohan yang luar biasa dari para
pelakunya, karena sesungguhnya itulah bentuk kesyirikan terhadap Allah
dan seperti itulah pernyataan kaum musyrikin yang diperangi oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman (yang artinya), "Dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): ‘Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya.’" (QS Az Zumar: 3).
Allah subhanahu wa ta’ala mengutuk dan mengancam segala bentuk perbuatan syirik. Allah berfirman (yang artinya), "Maka
sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kamu kehendaki
selain Dia. Katakanlah: ‘Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah
orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari
kiamat.’ Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. Bagi
mereka lapisan-lapisan dari apa di atas mereka dan di bawah mereka pun
lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah mempertakuti
hamba-hambaNya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepadaku hai
hamba-hambaku." (QS Az Zumar: 15-16).
Para
pembaca -semoga dirahmati Allah-, tidak ada seorang pun yang dapat
memberi segala apa yang diingini dan mencegah dari apa yang tidak
diingini kecuali Allah, tidak ada seorang pun yang kuasa mendatangkan
kemaslahatan dan menolak kemudharatan kecuali Allah, dan tidak ada
seorang pun yang paling berhak untuk dijadikan tempat mengadu dari
segala kesusahan dan kesedihan melainkan Allah semata, perhatikanlah
ketika Nabi Ya’qub berkata, "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku." (QS Yusuf: 86).
Begitu pula Nabi Musa, ia berkata, "Ya Allah segala puji bagimu kepadaMulah pengaduanku dan Engkaulah tempat dipintai pertolongan…" (HR Thabrany dari Abdullah ibnu Mas’ud).
Demikian halnya dengan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman kepadanya (yang artinya), "Katakanlah:
‘Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula)
menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku
mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya
dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi
peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.’" (QS Al A’raaf: 188).
"Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan.’" (QS Al Jin: 21).
Wal
hasil cukuplah Allah sebagai pelindung kita, kita memohon ampunan,
pertolongan, dan kelapangan hanya kepadaNya saja. Allah berfirman (yang
artinya), "Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang
diberikan Allah dan RosulNya kepada mereka, dan berkata: ‘Cukuplah Allah
bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian dari karuniaNya
dan demikian (pula) RosulNya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
berharap kepada Allah.’" (QS At Taubah: 59). Wal ‘ilmu ‘indallah.